TIGA

1009 Words
Reno, pria itu tengah disibukkan dengan pekerjaannya yang selalu saja banyak, tetapi itu mungkin tidak mengapa baginya, mengingat itu adalah cara satu-satunya untuk mengalihkan rasa sakit hatinya terhadap istrinya, sejenak itu terdiam memandangi langit-langit yang ada di ruangannya, ruangan yang dominan berwarna putih itu membuatnya sedikit agak tenang, warna yang selalu dia sukai.  Dia memijit pelipisnya kemudian setelah mengingat pertengkaran dirinya dengan kedua orang tuanya tadi pagi. Mungkin itu adalah hal pertama kali dia mengungkapkan tentang rasa sakitnya terhadap Tania, perempuan yang sudah dia nikahi beberapa waktu lalu.  "Permisi, Pak. Ada anak baru yang mau masuk," Reno bahkan tidak sadar dengan kedatangan sekretarisnya, dia fokus pada masalahnya tadi pagi. Kemudian setelah mendengarkan itu, dia langsung menoleh ke arah perempuan yang sedang berdiri di samping sekretarisnya itu, perempuan yang diceritakan oleh Ardi semalam, perempuan yang akan magang di perusahaannya mulai hari ini. Tatapan Reno fokus pada manik mata cokelat perempuan itu, bagaimana dia tidak tertarik terhadap perempuan secantik itu.  "Silakan duduk!" Reno menyambutnya dengan hangat, meski sebagai direktur perusahaan, akan tetapi dia tidak pernah sekalipun merendahkan karyawan, berusaha semaksimal mungkin untuk bisa bersikap hangat pada siapa pun.  Perempuan itupun duduk, penampilannya yang tidak terlalu menor, tetapi menampilkan aura kecantikan yang natural, Reno mengulurkan tangannya untuk menyambut kedatangan perempuan itu.  "Nama kamu?"  "Felly Alfi Syaputri, Pak,"  Reno mengangguk pelan, setelah mendengar ponselnya berbunyi beberapa kali, akhirnya dia mengambil ponselnya, "Sebentar!" dia beranjak dari tempat duduknya dan sedikit menjauh dari perempuan itu.  "Ardi," ucapnya pelan. Dia pun segera menjawab telepon dari sahabatnya itu.  "Felly, dia udah di kantor kamu belum?"  "Udah, nih baru nyampe," "OKe, sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu karena bilang bahwa dia akan magang di sana, tapi sebenarnya dia itu butuh pekerjaan, dia baru lulus. Udah nyari pekerjaan ke sana kemari, tapi belum dapat. Maaf banget, dia tuh enggak ada keluarga sama sekali, aku sengaja bilang kalau dia mau magang biar gimana-gimana nanti kamu bisa rekrut dia barangkali,"  Reno berbalik melempar tatap pada perempuan itu sejenak, tampak begitu tenang, sedikit rasa iba muncul dihati Reno, "Oke deh, enggak apa-apa. Terima kasih infonya," ia langsung menutup telepon dan kembali lagi ke tempat duduknya semula.  "Oke Felly, kamu ada pengalaman kerja?" ucapnya sambil membetulkan posisi duduknya.  "Belum, Pak,"  Perlahan dia menganggukkan kepalanya. "Jurusan kamu apa?"  "Manajemen bisnis, Pak,"  Sejenak Reno terdiam mendengar ucapan perempuan itu. Pasalnya dia bingung memposisikan Felly di mana, mengingat bahwa tidak ada lowongan pekerjaan di sana, "Felly, jadi sekretaris kedua saya!"  Perempuan itu tersentak, "Beneran, Pak?"  "Hmmm,"  "Terima kasih banyak, Pak,"  Pria itu mengangguk, dia benar-benar kagum melihat sosok Felly yang mudah sekali tersenyum, itu pula yang membuat Reno sedikit merasa senang ketika melihat senyum manis dari perempuan itu, jarang-jarang dia bisa tersenyum seperti itu hanya karena perempuan. Bahkan kepada Tania pun, dia tidak pernah sebahagia itu.  "Ruangan kamu di sini, sama saya,"  Felly terlihat bingung, "Yang tadi bukannya sekretaris Bapak?" ucap Felly sambil memainkan telunjuknya.  "Dia senior, dia punya ruangan sendiri, jadi karena kamu masih baru, tetap di sini. Saya akan mengajari kamu,"  "Terima kasih, Pak,"  "Ya sudah, saya ada urusan sebentar, kamu di sini, ohya tolong ketik ulang beberapa berkas ini ya!"  Reno memberikan beberapa dokumen dan meninggalkan Felly begitu saja di dalam ruangan.  Dia berencana untuk pergi ke kos Ardi, menanyakan lebih banyak tentang Felly. Melihat dari raut wajah perempuan itu, Reno sendiri paham bahwa perempuan itu sebenarnya sangat kesepian, mungkin senyumnya bisa membohongi siapa saja, akan tetapi tidak ada yang bisa membohongi tatapan mata dari perempuan itu.  Reno tiba di salah satu kos-kosan dan langsung masuk ke dalam kos Ardi. Ia menemukan pria itu sedang bermain gitar sambil minum kopi. "Ngapain kemari? Enggak mau berduaan sama, Felly?" ledek Ardi.  "Sialan, dia jadi sekretaris aku, karena belum ada lowongan gitu, jadi mau enggak mau posisikan dia disitu. Dia tinggal di mana?"  "Tuh, seberangan sama aku,"  Reno menoleh ke arah kos-kosan yang disebelah kos-kosan Ardi ada kos-kosan perempuan. "Dia tinggal di sana?"  "Iya, udah lama. Semenjak kakaknya meninggal,"  "Kakaknya meninggal karena apa?"  "Sakit sih, sekarang dia hidup sendiri, kamu kok tertarik sama dia?"  Reno yang sadar bahwa Ardi mengetahui tujuannya untuk mencari informasi lebih banyak lagi mengenai Felly. "Dia itu enggak ada siapa-siapa, Ren. Makanya aku sengaja bilang kalau dia itu magang,"  "Iya udah itu sih enggak masalah,"  "Ren, jaga dia baik-baik. Harapan aku sama kamu, dia bisa jadi pengganti Tania,"  Reno mengangkat kepalanya, "Kenapa bisa berpikiran seperti itu?"  "Kamu orang yang tersakiti, dia orang yang kesepian butuh kasih sayang. Aku sadar kalau aku enggak bisa buat bahagiain dia, jadi satu hal yang aku minta, jaga Felly! Bukan jadikan dia sebagai perebut laki orang, tapi aku harap kalau suatu saat nanti hati kalian itu nyatu, enggak ada harapan lain yang bisa buat aku bahagia selain melihat dia bahagia,"  "Ingat, aku udah nikah," "Ren, siapa yang enggak tahu kalau jiwa kamu itu tersiksa. Aku cuman mau kamu lindungi dia, jadi ayah, jadi kakak buat dia,"  "Kenapa kamu bisa berpikir hal di luar nalar?"  Ardi terdiam, sebenarnya dia sudah melihat Tania berada di club waktu itu bersama dengan seorang pria, bahkan sampai masuk ke kamar. Ardi tidak ingin bahwa sahabatnya semakin merasa sakit setelah tahu kenyataan tentang istrinya. Biarlah hal itu dia simpan sendiri, Ardi hanya ingin memberikan yang terbaik, barangkali Felly adalah pilihan yang baik untuk Reno. Mengingat bahwa Felly adalah adik dari sahabatnya.  "Kenapa bengong?" tanya Reno, Ardi langsung melepaskan gitarnya.  "Enggak apa-apa kok,"  Perlahan Ardi menyesapi kopinya lalu melihat ke arah Reno sejenak, benar-benar melihat raut wajah yang kesepian dan tertekan. "Ren, janji sama aku!" "Buat?" "Jagain dia,"  Reno tersentak mendengarkan ucapan Ardi. Bagaimana mungkin dia langsung menerima perintah dari Ardi, dia sendiri bahkan belum mengenal Felly dengan baik.  "Dia sudah hidup sendiri, bahkan saat kakaknya sakit dia kerja apa saja demi mempertahankan kakaknya,"  "Dia bilang enggak ada pengalaman,"  "Dia emang enggak ada pengalaman di perusahaan, tapi dia sudah bekerja dengan sangat keras, berusaha untuk tetap membuat  kakaknya hidup, akan tetapi takdir berkata lain,"  "Kamu kenal dia di mana?"  "Ingat Rangga? Anak IPS dulu, waktu kita masih SMA,"  Reno mencoba mengingat-ingat pria itu. "Rangga yang sering juara itu?" ucapnya.  "Iya, dia kakaknya Felly,"  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD