Chapter 2

957 Words
“Gue lupa bilang masa kalo CEO kita tuh ternyata ganteng banget!!” bisik Regina. Saat ini mereka telah duduk di meja bulat bersama tiga orang perempuan lainnya yang tidak mereka kenal. Orang-orang yang hadir cukup banyak dan tidak semua pegawai perusahaan ini sempet berkenalan satu sama lain. “Seganteng apa sih?” tanya Theresa penasaran. “Bukannya CEOnya Pak George ya?” tanya Theresa kemudian. Dia sudah bekerja selama empat tahun disini dan seingatnya CEO mereka adalah Pak George, laki-laki berusia 60 tahun yang masih terlihat bugar. Jika itu dimaksud Regina ganteng banget, mungkin Theresa akan setuju jika melihat Pak George versi muda. “CEO kita udah ganti sejak tiga bulan yang lalu. Lo gimana sih, Ther?! Masak CEO sendiri aja nggak tau.” Theresa merasa sedikit terkejut. Ia biasanya mendapatkan proyek yang membuatnya tidak sempat untuk ikut bergosip di kantor. Regina juga sebenarnya demikian. Hanya saja, yah Regina jauh lebih update dari Theresa karena masih sempat untuk bergosip dengan karyawan lainnya. “Gue baru tau sumpah.” aku Theresa jujur. “Makanya, kalo ada agenda ngegosip tuh ikut sekali-kali.” “Ogah ah. Biasanya kalo ada gosip terbaru, pasti lo langsung laporan. Jadinya gue nerima laporan lo aja.” “Ih dasar.” Theresa hanya terkekeh untuk menanggapi Regina. Well, suasana disini tidak seburuk itu. Meskipun ia dan Regina duduk bersama orang asing. Setidaknya tiga perempuan itu juga sibuk dengan obrolan mereka dan tidak mengganggu dirinya. Jadi ia dan Regina tidak perlu sok berbasa-basi mengobrol hal random dengan orang yang baru dikenalnya di meja ini. “Ther. Itu si ganteng!” Regina langsung menepuk pundak Theresa yang sedang minum kemudian menunjuk seseorang yang memasuki ballroom dengan histeris. Untung saja Theresa tidak tersedak, ia pun segera menghentikan kegiatan minumnya. “Mana?” Theresa tidak bisa memahami kemaana arah tunjuk temannya. “Itu yang ganteng pake suit item.” Lelaki itu baru masuk dari pintu dan sepertinya melangkah menuju bagian depan ballroom. Melihat beberapa bodyguard dan ketua proyeknya serta orang-orang penting lain berjalan di belakang lelaki itu sudah cukup menggambarkan bahwa dirinya memiliki jabatan yang cukup penting. Semua orang sontak berdiri untuk menyambut kedatangan CEO mereka. Regina menempuk pundak Theresa yang masih terduduk dan asik mengamati pria tampan. “Theresa berdiri astaga.” Regina lantas menarik lengan temannya itu agar ia segera berdiri. Pria tampan itu, CEO mereka menatap Theresa karena dirinya baru berdiri tepat ketika posisi sang pria tiga langkah sebelum Theresa. Menyadari bahwa atasannya menatap Theresa, dirinya tersenyum manis sebagai bentuk penghormatan. Senyuman itu dibalas oleh senyuman yang luar biasa dari pria mempesona yang kini melangkah melewati Theresa. Oke, untuk kali ini Theresa mengakui bahwa laki-laki itu sangat tampan apalagi ditambah dua lesung pipi yang timbul ketika membalas senyuman Theresa. Momentum itu hanya beberapa detik setelah akhirnya sang CEO melangkah menjauhi posisi Theresa dan menuju depan ballroom. Theresa lantas duduk kembali setelah sang CEO lewat. “Ganteng banget sumpah, Ther. Dia senyum ke elo dong barusan. Gilak! Ganteng banget.” pekik Regina yang menimbulkan beberapa orang mulai menatap Theresa sekarang. Terutama tiga perempuan yang satu meja dengan mereka. “Gin. Ngga usah teriak, ih. Bikin malu.” “Oiya maaf.” Regina reflek menutup mulutnya. Akan tetapi ia tetap melanjutkan topik mengenai sang CEO yang amat tampan dengan suara lebih kecil. “Namanya Juan Christoper. Masih lajang, cakep bangett, dan kaya banget, Ther. Sumpah dia idaman ciwi-ciwi di kantor.” Theresa juga mengakui bahwa laki-laki itu sangat mempesona. Terlebih aura elegan dan kekayaan yang seolah melekat pada lelaki itu membuatnya terlihat semakin uh! “Cowok sekelas gitu masih jomblo?” tanya Theresa tidak percaya. “Iya. Tapi wajar sih. Sekelas dia pasti nyari cewek yang sama kelas. Seleranya pasti tinggi.” Theresa menganggukkan kepalanya. Ya, CEOnya itu sangat tampan dan juga sangat kaya. Pasti standar perempuan untuk menjadi pasangannya juga sangat tinggi. “Terakhir kali berita dia pacaran itu tiga tahun lalu. Sama model luar negeri.” Theresa menoleh dengan cepat kemudian menatap Regina heran. “Kok lo tau banget, Gin?” “Gue kan up to date, Beib. Jadi tahu banyak.” “Lo tau ngga umur si Juan berapa?” tanya Regina kemudian. “Ya enggaklah. Gue tau posisi dia CEO dan tau namanya aja barusan dari elo.” “Umurnya 30, Ther. 30 dong! Cowok mateng lagi hot-hotnya nggak sih! Apalagi dia ganteng dan kaya. Nikah ama dia keknya kejamin kehidupan kita tujuh turunana.” 30 tahun? Saat ini Theresa berusia 27 tahun dan usia laki-laki dengan usia 30 tahun termasuk tipenya karena Theresa menyukai pria yang dewasa. Dewasa dalam segi pikiran maksudnya, usia tua bukan berarti orang itu dewasa kan? Akan tetapi jika melihat pandangan mata Juan dan posisi laki-laki itu yang kini menjadi CEO tentu saja Theresa menebak bahwa laki-laki itu punya pemikiran dewasa. “Udah deh. Kita fokus ke acara dulu oke. Lo sekalian liatin mangsa ya, katanya mau nyari jodoh. Mumpung lagi pada duduk, kan gampang ngeliatinnya.” ucap Theresa mengingatkan niat Regina yang begitu berapi-api di awal. Theresa kini fokus ke depan panggung, rupanya Juan sang CEO telah berdiri disana untuk memberikan speech. “Selamat pagi Bapak, Ibu, teman-teman semua dan orang-orang yang berjasa atas keberhasilan Richtop Corp.” Juan memulai speechnya. Theresa menyukai suara lelaki itu. Dari caranya berbicara sangat terlihat bahwa Juan adalah laki-laki yang to the point, sopan, dan tangguh. “Saya minta maaf karena datang terlambat. Dan saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak, Ibu, dan teman-teman yang sudah bekerja kerasa sehingga perusahaan kita tercinta bisa berdiri hingga usia ke 50 tahun.” Benar, laki-laki itu datang terlambat dua puluh menit. Akan tetapi pasti laki-laki itu cukup sibuk sehingga datang terlambat untuk menghadiri pesta perayaan seperti ini. Dia orang penting pasti banyak urusan. Theresa mendengarkan speech CEO barunya itu dengan hikmat. Hingga di penghujung pidatonya, Juan sempat melirik Theresa membuat Theresa bertahan untuk menatap pria itu. “Saya harap semua yang hadir disini bisa menikmati pestanya dan menikmati apa yang perusahaan persembahkan kepada kalian. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih sudah membuat Richtop Corp sesukses ini. Enjoy the party!” Tatapan mereka masih beradu cukup lama. Entah mengapa laki-laki itu masih mempertahankan pandangannya kepada Theresa ketika semua orang berdiri dan bertepuk tangan dengan riuh. “Sumpah itu si Juan ngeliatin lo mulu. Naksir kali ya.”  Bisik Regina yang membuat Theresa geleng-geleng kepala sambil tersenyum menatap Regina.                
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD