Chapter 3

1737 Words
            Rachel membuka pintu depan di rumahnya dengan enggan. Dia malas pulang ke rumah, karena.... Dia sendirian di rumah besar berlantai dua itu. Pelayan yang bekerja di rumah itu tinggal di pondok terpisah dengan rumah utama, dan mereka hanya ke rumah utama saat mengerjakan tugas mereka saja. Jadi, Rachel benar-benar sendiri. Benar-benar kesepian.             Gadis itu merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Dia meletakkan tas nya dengan asal. Rasanya begitu lelah. Perasaannya campur aduk. Dia lega karena setidaknya dia tidak sendiri. Dia menemukan seseorang yang memiliki tujuan yang sama dengannya. Namun, dia juga sadar, semua tidak akan mudah mulai sekarang. “Rachel.”             Rachel terkejut mendengar suara mamanya. Sudah 1 bulan ini dia tidak bertemu dengan orang tuanya. Mereka begitu sibuk sampai melupakan keberadaan Rachel. Meski Rachel tahu, mereka sengaja menyibukkan diri agar bisa melupakan rasa sakit karena kehilangan kakaknya. Namun mereka jadi melupakan dirinya. Rachel juga terluka, Rachel juga kehilangan kakaknya. Bukankah seharusnya orang tuanya lebih memperhatikannya? Bukannya sibuk dengan diri mereka sendiri?             “Kapan mama pulang?” Tanya Rachel tak acuh. Dia kecewa dengan orang tuanya. “Kupikir kalian sudah lupa kalau ada anak bernama Rachel disini.”             Widya -mama Rachel- mendekat dan memeluk putrinya. “Maafkan mama sayang, pekerjaan sedang banyak-banyaknya jadi mama tidak bisa pulang lebih sering. Papa juga sedang mengurus cabang baru Paris, jadi... kami tidak bisa sering-sering pulang.”             Rachel melepaskan diri dari pelukan mamanya. Orang tuanya memang pebisnis yang luar biasa sibuknya. Sebelum kakaknya menghilang pun mereka tidak setiap hari dirumah. Paling cepat 3 hari sekali mereka pulang. Dan kalau sedang di luar negeri, bisa 2 minggu sampai 3 minggu baru kembali. Tapi sejak Raymond menghilang, mereka semakin jarang pulang. Menenggelamkan diri dalam pekerjaan agar tidak merasakan sakitnya kehilangan.             Mereka sudah berusaha sangat keras untuk menemukan Raymond, sampai menyewa detektif kelas atas untuk menemukan putra mereka, namun hasilnya tetap nihil. Penghuni asrama itu bagi di telan bumi, hilang. Tanpa jejak. Tanpa petunjuk. Tanpa kata-kata...             “Apa pekerjaan kalian lebih penting dari diriku ma? Rachel tahu, Rachel bukan anak kesayangan kalian, tapi apakah tidak keterlaluan kalau kalian meninggalkan Rachel disini sendirian? Rachel juga kehilangan kakak. Rachel juga merasakan sakit yang kalian rasakan! Kenapa kalian meninggalkan Rachel sendirian disini.”             Widya terhenyak, dia baru menyadari kesalahannya. Ya, putrinya pasti juga menderita. Tapi mereka sebagai orang tua justru mengabaikannya. Hanya fokus pada penderitaan mereka sendiri.             “Maafkan mama Rachel. Mama begitu menderita kehilangan Raymond sampai mama tidak sadar kalau kamu juga menderita. Maafkan mama.” Widya Meraih Rachel kembali dalam pelukannya. “Maafkan mama. Maafkan mama...”             Rachel menangis sesenggukan dalam pelukan mamanya. Selama ini dia selalu sendirian di rumah sebesar ini. “Mama tahu bagaimana aku menjalani hidup satu tahun ini? Mama tahu berapa banyak obat tidur yang sudah ku minum. Mama jahat!!”             Mereka akhirnya menangis bersamaan. Menumpahkan sakit yang tak kunjung mengering. Menyesalkan waktu yang telah berlalu. Saling mengisi perasaan masing-masing.             “Kenapa kalian menangis?” Darius -papa Rachel- baru saja memasuki rumah dan mendapati pasangan ibu-anak itu berpelukan dalam tangis.             “Ah, papa. Ini salah kita karena telah mengabaikan Rachel. Putri kita juga menderita, tapi kita malah meninggalkannya sendirian dirumah ini.” Widya melepas pelukannya dengan enggan. Dia lalu membimbing Rachel agar duduk di kursi terdekat bersamanya. Dia kembali meraih Rachel kedalam rangkulannya. Rasanya dia tak ingin melepaskan Rache dari jangkauannya.             Darius melepas kacamatanya dan memijit pelipisnya pelan. Kepalanya terasa berdenyut-denyut. Sudah setahun ini dia tak bisa beristirahat dengan tenang. Pikirannya kacau. Perasannya hancur. Benar, semua orang di keluarga Nadean terpuruk. Putra tertua yang begitu dibanggakan tiba-tiba hilang tanpa jejak. Membuat rumah itu diselimuti duka.             “Rachel... Papa tahu, kami sebagai orang tua sudah keterlaluan padamu. Maaf karena kami kurang peka, sibuk mengatasi rasa sakit kami sendiri. Tapi...” Darius memandang putrinya dengan sayang. Mereka memang keliru. Sangat sangat keliru.             “Tapi kenapa kamu masuk ke SMA Red Orchid nak? Apa yang ingin kamu lakukan disana?” Tatapan Darius terlihat khawatir. Dia sudah kehilangan Raymond. Dia tidak ingin hal buruk juga terjadi pada Rachel.             Rachel menegakkan tubuhnya. Dia memang tidak mengatakan apapun pada orang tuanya. Karena mereka tak pernah punya waktu. Mereka menghindari rumah ini. Mereka menghindari semua kenangan yang akan mengingatkan mereka pada Raymond. Sampai mereka jadi melupakan keberadaanku.             “Aku akan mencari kakak.” Jawab Rachel singkat.             “Apa?!” Widya dan Darius bertanya bersamaan, well lebih tepatnya berteriak. Mereka tidak menyangka putri mereka yang manis mau melakukan hal berbahaya seperti itu.             “Rachel, tempat itu berbahaya. Tidak seharusnya kamu berada disana. Biar papa yang mencari keberadaan kakakmu. Jadi bersabarlah, ya.” Darius berusaha membujuk Rachel agar membatalkan niatnya.             Sudah satu tahun Darius menyewa beberapa detektif sekaligus untuk mencari Raymond. Dia tidak pernah menyerah. Tapi, Raymond benar-benar hilang tanpa jejak. Dan yang paling membuat Darius geram, pihak sekolah seakan tak acuh pada kasus ini. Mereka tidak memberikan informasi yang membantu. Bahkan melarang orang luar untuk memasuki area sekolahan. Jelas sekali mereka menyembunyikan sesuatu.             “Sudah setahun papa mencari tapi tak membuahkan hasil apapun kan? Rachel tidak bisa terus duduk diam tidak melakukan apapun. Rachel tidak bisa hanya menunggu sedangkan kakak masih dalam bahaya. Rachel ingin berusaha semampu Rachel. Rachel akan membawa kakak pulang.” Air mata kembali membasahi pipi Rachel. Dadanya begitu nyeri bila harus membicarakan tentang kakaknya. Kakak yang begitu disayanginya.             “Tapi Rachel, ini bukanlah hal yang bisa diatasi anak-anak. Yang ada dihadapan kita adalah orang jahat. Bahkan papa, yang punya cukup harta dan kuasa masih tak berkutik di hadapan penjahat ini. Satu tahun papa habiskan hanya untuk berputar-putar di tempat. Tidak ada kemajuan sedikitpun. Apalagi kamu, gadis kecil papa. Hentikan apapun rencanamu Rachel. Papa mohon padamu.” Darius memandang Rachel dengan penuh kekhawatiran. Dia tidak ingin ada anaknya yang berada dalam bahaya lagi.             “Tidak pa, keputusan Rachel sudah bulat. Rachel sudah berlatih ilmu beladiri selama beberapa bulan. Rachel juga belajar menggunakan berbagai macam senjata. Rachel sudah melakukan persiapan dengan matang pa, jadi jangan khawatir.”             “Beberapa bulan? Apa kamu pikir yang kamu hadapi itu preman pasar? Mereka pastilah orang-orang berkuasa kalau sampai papa saja tidak bisa melacak mereka. Dan orang seperti itu bisa dengan mudah menyewa pembunuh kelas dunia. Lalu bagaimana kamu akan mengatasi itu dengan kemampuan beladiri yang hanya kamu pelajari beberapa bulan?” Darius mendesah marah. DIa tahu, putrinya tidak akan bisa di goyahkan kalau dia sudah mengambil keputusan. Dia sangat keras kepala, persis seperti dirinya.             “Rachel tidak sendiri pa, jadi tenanglah. Tolong percaya pada Rachel. Papa bisa mengirim bodyguard atau apalah kalau papa memang khawatir pada keselamatan Rachel. Yang jelas, Rachel tidak akan berhenti. Kita tidak akan bisa mendapatkan informasi apapun kalau kita tidak masuk ke sekolah itu. Rachel akan mencari petunjuk dari dalam. Jadi papa harus mendukung Rachel.”             “Rachel, tak bisakah kamu pikirkan lagi keputusanmu? Mama khawatir nak.”             “Maaf ma, pa. Rachel tidak akan berhenti. Rachel ingin mencari kakak. Tolong jangan hentikan Rachel.”             Kedua orang tua itu saling menatap. Mereka tahu putrinya tidak akan menuruti kata-kata mereka. Namun mereka tidak ingin melepaskan anaknya ke dalam bahaya.             “Baiklah.” Kata Darius setelah mereka lama terdiam. “Ayah akan berusaha menyusupkan orang papa ke sekolah itu untuk melindungimu. Meski akan sulit, papa sudah pernah mencobanya namun terus gagal. Karena mereka akhirnya selalu ketahuan. Dan papa akan menginstal senjata modern pada benda-benda milikmu yang harus kamu bawa kemanapun. Mengerti?”             Rachel mengangguk mengerti. Setidaknya mereka mendukung apa yang ingin dilakukan Rachel. “Terima kasih pa.”             “Sekarang beristirahatlah. Papa akan mendiskusikan ini dengan tim khusus yang papa sewa untuk mencari kakakmu. Papa harus memastikan keselamatanmu sayang.” Darius berbicara dengan nada penuh kekhawatiran. Tidak mudah baginya menyetujui keinginan Rachel.             “Baik.” Rachel beranjak menuju kamarnya. Dia menjadi semakin lega, dengan dukungan papanya, dia berharap, pencariannya akan menjadi semakin cepat.                                                                                     **********             Zachery white, pemuda blasteran yang berprofesi sebagai reporter website yang cukup besar dan terpercaya itu duduk menghadap komputernya dengan serius. Dia sudah mengumpulkan fakta selama setahun ini tentang kasus hilangnya adiknya. Namun, semuanya hanya fakta umum yang bahkan tidak menyinggung kasus itu. Mereka, entah siapapun yang ada di balik kasus itu, benar-benar menutupinya dengan sempurna.             “Sekarang aku akan mencari dari dalam. Bersabarlah Diana.. Kakak pasti akan segera menemukanmu...” Zachery mengusap foto adiknya dengan lembut. Matanya basah oleh air mata.             Zachery menjajarkan 5 foto penghuni asrama setahun lalu. Teman-teman Diana. Ada 2 anak perempuan dan 3 laki-laki. Zachery menyusun biodata kelima orang itu dengan baik. Siapa tahu dia akan mendapat petunjuk dari sana.             Foto pertama adalah adiknya, Diana White. Adik satu-satunya Zachery. Keturunan Indonesia-Inggris. Tinggal berdua dengan kakaknya setelah ayahnya meninggal 3 tahun lalu, dan ibunya kembali ke Inggris untuk meneruskan bisnis keluarganya. Kepribadiannya tomboy dan tidak mudah bergaul. Namun akan menjadi sangat setia kawan jika sudah dekat dengan seseorang.             Foto kedua adalah Raymond Nadean. Kakak Rachel. Jenius matematika yang di gadang-gadang akan menjadi pemenang olimpiade tingkat dunia tahun ini. Anak seorang konglomerat yang cukup berpengaruh di Indonesia. Dia anak yang ramah dan memperlakukan semua orang dengan lembut dan santun.             Foto ketiga adalah Mikayla. Dia berasal dari keluarga kurang mampu. Namun dia anak yang cerdas dan menguasai hampir semua mata pelajaran. Dia belajar sangat giat agar bisa masuk asrama Red Orchid dan bisa mendapatkan beasiswa untuk ke universitas. Dia satu-satunya korban yang kembali 2 hari setelah kejadian hilangnya penghuni asrama itu. Namun keadaannya memprihatinkan. Badannya penuh lebam dan mentalnya terganggu. Dia tidak bisa berkomunikasi, tatapannya kosong dan kadang-kadang histeris menjerit-jerit.             Foto keempat adalah Saga Dyllano Pasha. Dia anak mantan gubernur. Politikus yang cukup berpengaruh. Namun dia cenderung introvert dan tidak nyaman dengan tatapan orang lain. Makanya dia sering memakai hoodie untuk menutup kepalanya dan selalu membiarkan rambutnya menjuntai menutupi matanya. Namun di balik sikapnya itu, dia seorang jenius IT. Kemampuan programernya luas biasa. Dan dia akan menjadi sangat bersahabat dengan orang yang sudah dekat dengannya.             Foto kelima adalah Fagan Pratama. Dia berasal dari keluarga biasa. Namun berkat kemampuan bisnis Fagan yang luar biasa. Dia dan ketiga saudaranya berhasil membuka brand fashionnya sendiri di usia nya yang sangat muda. Berkat itu mereka menjadi orang kaya baru dan merajai bisnis Fashion dalam negeri. Fagan anak yang cukup populer dan supel. Namun cenderung cuek pada permasalahan orang lain.               Zachery memejamkan matanya dan memijit pelipisnya. Menatap layar komputer terlalu lama membuat matanya terasa perih.             “Hahhhh!! Anak-anak yang hilang itu background keluarganya tidak main-main. Dan sudah pasti mereka sudah melakukan segala cara untuk menemukan anak-anak mereka. Namun, mereka masih tetap kalah dengan penjahat itu. Sehebat apa orang yang sedang ku hadapi ini sebenarnya?!”             Zachery mematikan komputernya dan mulai membuka buku. Dia harus belajar lagi pelajaran-pelajaran SMA demi penyamarannya di SMA Red Orchid. Meski sudah berlalu bertahun-tahun, Zachery masih cukup mengerti pelajaran tingkat SMA. Dia cukup pintar dan mudah mengerti pelajaran. Jadi dia tidak mengalami kesulitan untuk kembali mengulang semua pelajaran itu.             “Aku harus masuk ke asrama Red Orchid, bagaimanapun caranya.”                                                                                     ******* -to be continue-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD