d u a

1063 Words
Rena menatap ke luar jendela yang sengaja ia buka sedikit, suasana hening di dalam mobil tentu sudah sering terjadi jika ia pergi bersama kakak laki-laki pertamanya itu. Berbanding jika ia pergi dengan Reinan Nozawa kakak keduanya yang humoris, dan tidak sedingin lelaki di sampingnya ini sudah pasti mobil akan penuh dengan teriakan mereka yang tak jarang mendapatkan tatapan aneh dari para pengendara lain. "Tadi itu temen kamu? yang sering Mama bilang itu?" ucap Kenno Nozawa membuka suara. Rena mengangguk, lalu menatap kakaknya seakan bertanya, 'kenapa?' "Aneh," ujar Kenno membelokkan setir mobilnya memasuki area perumahan elit tempat mereka tinggal. “Bukan aneh kak, tapi unik,” sanggah Rena. “Up to you, namanya siapa?” "Sellaluna Nugroho." Kenno terdiam, pikirannya berputar mengingat-ingat nama itu, seperti tidak asing. Mobil mereka memasuki gerbang hitam yang menjulang tinggi dengan pekarangan rumah yang luas. Kakak beradik itu memasuki rumah yang bergaya Eropa disambut oleh beberapa maid. "Assalamualaikum, kami pulang," ucap Rena mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu disusul oleh Kenno. "Waalaikuksalam, ayo Rena ganti baju dulu kita mau pergi," ucap Nia mamah Rena. Rena bangkit dibuntuti oleh Mamanya, mereka akan menghadiri sebuah pesta kecil yang sudah rutin diadakan keluarga besar Rena jika ada waktu senggang. Keluarga Nozawa memang selalu mementingkan waktu keluarga jika memang banyak yang memiliki waktu luang. Terlebih keluarga mereka banyak yang tinggal satu kota, jadi tidak ada salahnya untuk berkumpul mumpung masih ada waktu, kan? —— Setelah dua jam menghadiri pesta kecil-kecilan, kini Rena family tengah berkumpul di ruang keluarga rumah mereka sendiri. "Ren, tadi kamu udah kasih oleh-oleh kakak, kan, ke Sella?" tanya Reinan antusias ia sudah mengenal baik Sella, teman adiknya itu sangat lucu menurutnya. Pertemuannya yang tanpa sengaja saat mendengar Sella menyanyi di kamar adiknya membuatnya terkekeh geli dan langsung jatuh cinta dengan suara merdunya meski tidak terlalu jelas karena kamar Rena kedap suara, dan saat itu pintunya tidak sepenuhnya tertutup jadinya terdengar dari luar meski sedikit samar. "Udah, Kak," jawab Rena seadanya. "Terus ... terus dia bilang apa?" "Bilang makasih gitu." Reinan lesu seketika. "Cuma itu doang?" tanyanya lagi dan mendapat anggukan Rena. "Kakak ngarep banget dapat yang lain," ujar Rena yang di hadiahi cengiran khas Reinan. Kenno hanya mendengarkan meski otaknya penuh dengan tanda tanya oleh-oleh apa yang diberikan kepada gadis aneh itu. "Kamu kasih oleh-oleh ke Sella, Kak?" tanya Via— Nyonya Nozawa, menatap anak keduanya. "Hehehe ... iya mah," jawab Reinan. "Mamah juga bikinin Sella sandwich, udah dikasihin kan, Dek?" tanya Via pada putrinya. Via sudah menganggap Sella seperti putrinya sendiri. Karena berkat Sella, Rena yang semula sering bersikap sombong dan hampir tidak pernah menjalankan ibadah karena salah pergaulan itu kini berubah menjadi gadis yang baik, hampir tidak pernah bersikap seperti dulu lagi, untuk sekedar melawan orang tua-nya pun Rena sudah tidak berani, gadis itu akan diam seperti berpikir sebelum mengutarakan sesuatu agar tidak menyinggung lawan bicaranya. "Iya, udah Mah. Katanya 'makasih' dan besok mau main." "Uwahhh ..." pekikan dari Reinan mengundang tatapan mereka, namun tak di pedulikan oleh sang empunya yang berlari ke kamar. --- Sella menatap Ayah dan Bundanya yang tengah mengomel, lagi-lagi karena masalah yang sama. Ia pulang terlambat karena hukuman yang diberi oleh pak Bandon tadi, beruntunnya ia menolak ajakan Ujip untuk mengantarnya pulang. Jika tidak mungkin kedua orang tua-nya sudah mencincang habis dirinya, oh, tidak mereka bukan psycho. "Maafin Sella, Bunda, Ayah," ucapnya dengan menunduk lesu. Arman menghela nafas lalu menatap sang istri— Etty, seperti memberi kode untuk menghentikan omelannya. "Baiklah, jangan diulang lagi dan jika pulang telat usahakan hubungi orang rumah!" tegas Arman kepada putri semata wayangnya. Sella mengangguk dan bangkit memeluk Etty dan mencium pipi kedua orang tua nya dengan sayang, sudah menjadi kebiasaannya sedari kecil jika berbuat salah. Ia segera berjalan menuju kamarnya setelah Etty menyuruh untuk mandi. Sella menghela napas lega, untung saja sang Abangnya belum pulang mengurus kerjaan, jika sudah bisa-bisa ceramah dadakan itu akan berlangsung lama. Sella merebahkan tubuh di kasur empuknya setelah selesai membersihkan tubuh, sedikit lelah karena hukuman itu. Tok ... Tok ... Tok ... Sella beranjak membuka pintu kamar yang diketuk dari luar, terlihat sang Bunda yang sudah berpakaian rapi. "Sella, bunda sama ayah mau keluar sebentar nganterin jahitan punya Tante Windi, mungkin pulangnya sedikit malem soalnya mau mampir ke rumah sahabat lama ayah, kalo mau makan beli aja ya di warung Eci," ujar Etty menyerahkan uang dua puluh ribuan. "Hati-hati di rumah, sebentar lagi juga Abang pulang, bunda pamit, Assalamualaikum." Sella menganggukkan kepalanya menjawab salam Etty, tak lupa ia berkata untuk berhati-hati. Sella menutup pintu kamar saat mendengar pintu utama ditutup, ia melangkah untuk mencabut charge hpnya. Dihidupkan-nya benda pipih yang canggih itu, lalu beranjak menuju teras rumah untuk menunggu sang Abang pulang, tidak lupa juga ia membawa serta headsetnya. Di teras rumahnya terdapat kursi panjang yang sedikit lebar, lumayan buat rebahan jika lelah duduk, Sella menyumpalkan headset hitam itu di kedua telinganya lalu menghidupkan kumpulan lagu-lagu Jawa kesukaannya. Playlist: 1. Tatu 2. Cidro 3. Bojo anyar Lagu ketiga sudah selesai ia putar, tidak ada tanda-tanda kepulangan Abangnya, Sella mengelus perutnya yang baru saja berbunyi warung di depan rumahnya belum tutup. Segera ia beranjak mengunci pintu dan berjalan keluar gerbang menuju ke warung makan milik temannya, Eci. "Assalamualaikum, Ci!" Sella memasuki warung makan itu dengan binaran saat matanya menatap sayur kesukaannya yang masih tersisa banyak. "Waalaikumsalam, bunda lagi pergi ya, Sell?" tanya Eci yang diangguki. "Eci, Sella pesen orek tempe sama sayur daun singkong ya, minumnya es teh aja." Sella duduk di depan etalase sayur. Menunggu pesanannya sesekali menjawab pertanyaan dari Eci yang mengatakan jika ia jarang bermain ke warung makannya. "Maaf ya Ci, soalnya Sella sedikit sibuk kalo pulang sekolah biasanya langsung tidur karena capek," ujarnya meringis tak enak, Eci ini temannya sejak ia balita. Bunda dan ibu Eci sering mengobrol sambil memomong mereka. Eci mengangguk paham sambil menyerahkan sepiring nasi beserta t***k bengeknya di depan Sella. ia juga sedikit sibuk sebenarnya, Sella dan Eci sama-sama kelas sebelas, namun beda sekolah. Saat suapan terakhir ia mendengar deru mobil milik sang kakak yang ingin masuk gerbang rumahnya. Segera saja ia beranjak keluar setelah meletakkan uang dua puluh ribuan dan berpamitan kepada Eci. "Abang!!!!!" Sella berteriak girang, lalu menyebrang jalan yang sepi untuk membukakan gerbang rumahnya yang setinggi pinggul orang dewasa. Keluarnya Sella dengan tergesa-gesa bertepatan dengan masuknya sosok laki-laki berpakaian formal yang memasuki warung makan itu. Sebelumnya laki-laki itu tampak mengernyit seakan pernah mendengar suara gadis yang berlari tadi. "Strange girl."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD