Nick, Pria Sejuta Pesona

2775 Words
Suara ketukan dari balik pintu tebal itu terdengar lagi. Namun, kali ini sedikit lebih keras daripada tadi. Ini sudah kedua kalinya Riska mengetuk pintu kamar sebelah, tapi sayangnya tak ada respon yang ia dapat dari penghuni kamar. Baik itu sahutan maupun membukakan pintu.  Dengan terpaksa Riska memanggil nama penghuni kamar. “Nick, buka pintunya." Memanggil sekaligus mengetuk pintu itu lagi. "Nick?" Tangannya memutar knop pintu. "Nick, kau bilang akan ....” ucapannya terhenti ketika pintu itu terbuka. “Dia tidak menguncinya.”  Karena penasaran, Riska terpaksa masuk ke dalam kamar meski mengendap-endap seperti pencuri. “Nick kau di mana?” Riska memanggil setengah berbisik sementara pandangannya menyusuri tiap ruangan yang tanpa sekat itu. "Astaga!" Ia terkejut mendapati Nick terbaring terlentang di atas ranjang dalam keadaan bertelanjang d**a dan hanya mengenakan bokser.  Wajah Riska merah padam melihat jelas bayangan kemaluan Nick dari balik bokser hitam polos. Ia juga bisa menilai ukuran Nick lebih besar daripada milik Aldi dan berhasil membuatnya menelan ludah.  Oh my God! Apa yang aku pikirkan?! Sadar, Riska! Riska berdehem berusaha bersikap biasa dan kembali memanggil Nick dengan suara pelan. “Nick, bangunlah. Kau bilang akan mengajakku makan malam di luar, tapi kau malah tidur.” Menghela nafas pelan lalu terdiam memperhatikan wajah Nick yang mengingatkannya pada Aldi. Namun, ia mengakui Nick jauh lebih tampan dan sempurna. Pria itu paket lengkap. Memiliki wajah tampan, tubuh tinggi, pintar dan kaya. Tak hanya itu, Nick memiliki s*x appeal yang tak bisa dihindari wanita manapun yang melihatnya.  Termasuk dirinya. Wake up, Ris. Kau tak boleh terpesona dengannya lagi. Wake up! Riska menepuk pelan kedua pipinya mencoba untuk tersadar. Batinnya melarang untuk terpesona pada Nick walau sadar Nick memiliki sejuta pesona. Meskipun begitu, Riska yakin tidak akan luluh untuk kedua kalinya. Itu pun jika berhasil. “Nick bangunlah.” Kali ini Riska menggoyangkan lengan Nick tapi yang terjadi ia berteriak ketika Nick menarik tangannya dan membuat tubuhnya terjatuh tepat di atas dadanya yang bidang. Jantung Riska berdebar kencang selain merasakan kedua payudaranya sakit. Sangat jelas ia melihat senyum Nick melebar dan kedua tangan kekar itu melingkar erat di punggungnya hingga membuatnya sesak.  “Lepaskan aku, Nick.” Riska berusaha melepaskan diri dari dekatnya wajah Nick. Hangat embusan napas Nick menyapu wajahnya dan membuat desir darahnya melaju cepat. Lagi-lagi Nick membuatnya menelan ludah, pandangannya terpaku pada bibir Nick yang berusaha untuk menggodanya lagi. Shit! Aku benci ini!  Yang Riska bisa saat ini mengumpat dalam hati. Ia merasa dirinya hilang kesadaran dan pasrah dalam dekapan Nick, terlebih lagi merasakan tubuh Nick tanpa pakaian lengkap dan memamerkan otot perutnya yang sempurna. Senyum Nick mengembang dan masih keadaan mendekap erat Riska. “Lepaskan aku, Nick. Dadaku sakit.” Riska mencoba terlepas dari dekapannya, tapi yang ia rasakan tubuhnya semakin menempel erat.   Kepala Nick menggeleng cepat. Ia menikmati moment ini. Moment yang ia tunggu setiap kali berada di dekat Riska. "Tidak. Biarkan aku memelukmu sebentar, Ris. Aku sedang meng-charge tubuhku.” Ia menolak dan sama sekali tidak mengendurkan pelukannya. Helaan napas kesal dan tatapan sinis, menjadi jawaban Riska. Dengan jengkel ia mengatakan, “Kau pikir aku charger, harus mencharge tubuhmu?!” hardiknya, melihat sikap konyol Nick yang tak berubah. “Jangan buat aku membatalkan rencanamu untuk makan di luar, Nick. Jika kau tidak melepaskan aku. Baiklah, aku akan hitung sampai tiga,” ancamnya serius. "Satu ....” Riska mulai menghitung. “Dua ....” Nick belum melepaskan pelukannya. “Ti---” Ucapannya terhenti setelah Nick melepaskan pelukannya cepat. Sambil mendengus, Riska bangkit. Ia bergegas merapikan midi dressnya yang terlihat berantakan sambil menatap Nick yang masih terbaring dengan pose menantang seperti model underwear, memperlihatkan celana dalamnya yang terlihat penuh dan sesak. “Kau mau kita pergi atau tidak?" Memastikan ajakan Nick lagi. "Kalau tidak sebaiknya aku ajak Jeff saja.” Riska melangkahkan kakinya tapi langkahnya terhenti setelah Nick bergegas bangkit, menarik tangannya dan memaksanya menoleh ke belakang melihat Nick berdiri di dekat bibir ranjang. “Kau tunggu aku di sini. Aku mandi dulu,” pinta Nick mencoba serius. Ia bangkit lalu berjalan menuju kamar mandi. Tiba di depan pintu kamar mandi, ia menoleh ke arah Riska yang kini duduk di bibir ranjang. “Kau mau menemaniku mandi? Aku butuh seseorang untuk menggosokkan punggungku.” Nick menutup pintu cepat setelah melihat Riska memegang dan bersiap melemparnya dengan sebuah bantal. “Dasar b******k, dalam keadaan perutku lapar ia masih saja mengajakku bercanda!”  umpatnya kesal lalu berjalan menuju sofa. Meski jengkel dengan ulah Nick, entah kenapa Riska tersenyum tanpa alasan setiap kali mengingat Nick. Malam ini cuaca cerah, bulan bersinar terang dan bintang-bintang menghiasi langit. Pemandangan itu membuat Riska bersemangat untuk makan di luar. Ia duduk menyilangkan kaki di sofa sambil menopang dagu memandangi pemandangan malam melalui kaca pintu balkon. Tak lama pandangannya beralih menuju pintu kamar mandi yang terbuka lalu Nick keluar hanya mengenakan handuk yang menutupi pinggangnya.  Senyum Nick melebar melihat Riska yang tiba-tiba menatapnya kesal. Tangannya bergegas membuka handuk dan tak lama  Riska berteriak.  “Nick!” Riska membuang wajahnya cepat setelah melihat tubuh polos Nick yang berhasil membuat wajahnya merah padam. “Kau sengaja melakukannya di depanku ‘kan?” Ia yakin dengan tuduhannya, terlebih lagi Nick melakukannya di saat mereka beradu pandang. Walaupun pandangan Riska kini tertuju pada pintu kaca balkon, pantulan tubuh polos Nick terlihat berbayang dari sana. Tawa Nick pun pecah melihat respon naif Riska seperti wanita yang tidak pernah melihat pria telanjang. Menurutnya terlihat menggemaskan. “Untuk apa kau terkejut, Ris. Aku bukan satu-satunya pria telanjang yang sudah kau lihat dan kau bukan wanita pertama yang melihatku tanpa memakai underwear.” Ia memberi alasan. Tentu saja sebuah fakta. Menjengkelkan!  Bagi Riska kata itu tepat ia tujukan untuk Nick. “Tentu saja, kau ‘kan sering meniduri wanita,” tuduh Riska lagi. Yang ia dengar tentang Nick memang seperti itu. Kerap meniduri wanita cantik dan tanpa cinta. Itu memang benar, tapi tampaknya Nick tidak setuju kali ini. "No." Melirik Riska yang masih membuang wajah. Ia membuka lemari dan mengambil salah satu bokser dan pakaian lainnya. "Kau salah. Aku ini model. Selain pernah melakukan photoshoot tanpa baju, aku model underwear merk terkenal di dunia. Foto tubuhku sudah terpampang di berbagai majalah fashion, media online bahkan di papan iklan di Eropa dan New York,” jelasnya, sedikit sombong tapi memang benar adanya. Sebagai seorang model akan melakukan kemauan klien setelah melakukan kesepakatan. Tentu saja ada harga dari setiap tubuh yang ia tunjukkan untuk kebutuhan mereka. Mendengar penjelasan Nick membuat Riska tersadar bahwa pria yang masih satu ruangan dengannya adalah model ternama di dunia. Model yang seluruh tubuhnya bernilai ratusan juta rupiah sekali pertunjukan di catwalk. Model ternama yang menjadi incaran wanita-wanita cantik, tapi seorang Nicholas Jose Leandro mendambakan dirinya sejak dulu. Bukan wanita lain. Bukankah Riska beruntung? Dicintai pria istimewa dan sempurna.  Mau tak mau Riska menyetujui penjelasan Nick. Dari ketiga pria yang mencintainya, hanya Nick yang paling ternama dan digilai banyak wanita di dunia. "Ya. Kau benar. Kau model ternama dan kau banyak digilai wanita." Mengakui kebenaran ucapan Nick. Ia sadar dirinya dikelilingi dengan pria tampan dan ternama. Aldi, Ryan dan Nick. Tiga pria yang memiliki ikatan batin dengan dirinya.  Apakah ini karma? Atas perbuatan yang pernah Mrs.Wang lakukan pada Ardi, ayah Riska? Karena kekejamannya semasa hidupnya, kini ketiga cucunya tergila-gila dan mencintai Riska.  Mungkin. “Tapi aku hanya menyukaimu.” Nick mengatakannya dengan sungguh-sungguh lalu melangkah mendekati Riska. Mengenakan kaos turtleneck hitam lengan panjang dan celana jeans, sudah cukup membuat Nick fashionable malam ini. Pesonanya memang berbahaya untuk semua wanita yang melihatnya. Termasuk Riska. “Ayo kita pergi, aku sudah lapar.” Menarik tangan Riska hingga membuatnya bangkit dari sofa. “Hei, tunggu!” Riska mengikuti langkah panjang Nick menuju pintu. "Tidak bisakah kau melepaskan genggamanmu?" "Tidak."  ❤❤❤ Suara deruman kendaraan memenuhi jalan besar yang kini dilintasi berbagai jenis mobil termasuk model SUV yang di dalamnya terdapat dua pria tampan.  Dengan dahi berkerut, pria yang mengemudikan mobil berkata, “Mengapa kau mengajakku kemari, Yan?” Pria yang tak lain adalah Raaj, terheran setelah mengiyakan ucapan Ryan yang tanpa ia sadari mengendarai mobil hingga keluar dari wilayah Jakarta. Pandangannya fokus ke depan walau sesekali melirik Ryan yang sejak tadi tersenyum sendiri. "Aku ....” Ryan melirik Raaj. “Aku merindukannya, Raaj." Memberi alasan logis dari yang ia rasakan sekarang. "Sudah dua minggu aku tidak bertemu dengannya dan selama itu juga dia tidak ke Jakarta. So, kali ini aku yang harus mengunjunginya,” jelasnya dan yakin Raaj mengerti. Kepala Raaj terangguk pelan. "Ok, oke. Aku memahami perasaan dan kerinduanmu pada Riska." Ia pun menanggapi ucapan Ryan. "Bahkan aku mengerti kebahagiaanmu setelah dia menyandang status janda, tapi … apa kau yakin jika Riska mau kembali padamu?" Hanya gurauan walaupun sempat terbesit di pikirannya terutama setelah Riska menyandang resmi status janda. Tampaknya Ryan berpikir sejenak sebelum menjawab. Ia memalingkan pandangannya ke jendela samping dan terkejut. “Stop, Raaj,” pintanya spontan, kepalanya berputar melihat sesuatu di tepi jalan. “What’s going on?” Raaj tak mengerti. Pikirannya masih tertuju pada pembicaraan tadi.  "Apa maksudmu? Kau mau berhenti mendekati Riska?" Setengah tertawa sambil menggeleng.  "No, maksudku hentikan mobilnya, Raaj!" Ryan meminta Raaj menghentikan mobil di bahu jalan sementara pandangannya menoleh ke belakang melalui kaca jendela. "Ada apa, Yan?" Raaj tidak mengerti Ryan memintanya berhenti di bahu jalan, yang ia tahu harus menempuh jarak 5 Km lagi untuk tiba di tujuan. Ia pun menurut dan mengikuti arah pandangan Ryan ke arah jendela, melihat beberapa pedagang yang menjajakan dagangannya di bahu jalan. Dahi Ryan berkerut, memastikan seseorang yang ia kenal sedang berdiri di tepi jalan. Ia pun bergegas membuka jendela mobil. “Aku melihat Riska dengan seseorang memasuki warung nasi goreng, Raaj,” ujarnya yang yakin wanita yang baru saja lihat adalah wanita yang akan ia temui.  “Apa kau tak salah lihat, Yan?” Raaj tidak yakin Riska yang selalu sibuk, menyempatkan waktu untuk makan malam di luar sedangkan yang ia tahu, Riska memiliki banyak orang yang bisa untuk ia suruh.  “Tidak, Raaj. Aku yakin itu Riska.” Setelah Raaj memarkirkan mobil, dengan cepat Ryan membuka pintu lalu turun dan berlari kecil ke arah warung tenda yang menjajakan nasi goreng. Kepala Raaj menggeleng dan terpaksa mengikuti Ryan yang sudah tiba di warung tenda itu. “Ya, Yan. Di benakmu hanya ada Riska saja.”  Kaki Ryan melangkah masuk ke warung tenda dan ia terkejut mendapati Riska bersama Nick sambil bercengkrama. "Riska." Senyum Ryan mengembang melihat mereka berdua yang reflek terkejut. "Hai, Nick." Mengangkat sebelah tangannya ke arah Nick. “Ryan?!” Melihat kehadiran Ryan di tempat yang sama, cukup membuat Riska terkejut. Ia reflek bangkit dan tersenyum menyambut kedatangan Ryan yang tanpa rencana. "Duduklah." Tangannya menunjuk meja panjang di depannya yang terdapat beberapa kursi. "Bagaimana kau bisa tahu kami di sini?" Ryan menghampiri mereka, ia menempelkan kedua pipinya dengan Riska. “Aku melihatmu berjalan ke sini dari dalam mobil tadi,” jelasnya singkat lalu melirik Nick yang juga bangkit. “Kapan kau tiba, Nick?”  Nick membuka kedua lengan. “Sore tadi, Yan.” Memeluk Ryan dan menepuk pelan punggungnya yang kekar. “Kau mau nasi goreng?” tawar Nick sambil melepaskan pelukan. “Tentu.” Ryan mengangguk dan tidak menolak. Kebetulan perutnya memang sedang lapar setelah tiga jam lamanya melakukan perjalanan. “Sebentar aku panggil Raaj dulu.” Ia bergegas keluar dari warung lalu melihat Raaj keluar dari minimarket yang letaknya hanya sekitar lima meter dari mereka. “Kau bersama Raaj?” tanya Nick, setelah Ryan kembali dan duduk di kursi depan mereka. “Ya. Hanya dengan dia, aku bisa menikmati perjalananku ke sini.” Ryan menjawab santai dan sungguh-sungguh. “Dia ....” ucapannya terhenti melihat Raaj. “Kemarilah, Raaj. Kau lihat? Nick sudah kembali dari New York.” Ia antusias memberitahu Raaj dengan senyum lebar. Respon Raaj melihat kehadiran Nick bersama Riska cukup terkejut, ternyata penglihatan Ryan tajam. Bukan semata-mata halusinasinya karena merindukan Riska. Ia pun menyapa dan memeluk Nick laksana kawan lama yang sudah lama tak bertemu.  Mereka berempat berbincang-bincang sembari menanti pesanan mereka yang sedang dibuat. Setelah empat porsi nasi goreng tersaji, tanpa mengulur waktu mereka pun menyantapnya dengan lahap. Nasi goreng itu memang terasa lezat melebihi rasa nasi goreng yang ada di restoran mahal. Harganya pun murah dan terjangkau untuk siapapun pembelinya. Sangat recommended. Selama menyantap, sesekali pandangan Ryan tertuju pada kedekatan Riska dan Nick yang terlihat intim seperti sepasang kekasih. Tentu saja sudah membuatnya cemburu. Setelah menyantap habis nasi goreng, Nick mengulurkan waktu untuk kembali ke resort. Ia mengajak mereka ke sebuah coffee shop yang letaknya tak jauh dari resort. Karena rute dan tujuan mereka sama, Ryan dan Raaj menyetujui. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan menuju coffee shop tersebut.  Tiba di sebuah bangunan nuansa Eropa yang dinding depannya terbuat dari kaca tebal dan warna dasar catnya berwarna merah dan coklat, mereka berempat memasuki coffee shop bergaya vintage itu yang kini ramai dengan pengunjung.  Selain menyajikan minuman yang berbahan dasar kopi dan makanan ringan yang ternama lezat, coffee shop yang di buka dua tahun lalu itu memang menjadi idola bagi para pecinta kopi. Baik wanita dan pria dari segala umur. Namun, kedatangan mereka membuat seisi pengunjung terpaku pada kehadiran Nick yang baru saja memasuki pintu masuk. Para gadis bergegas bangkit dan berlari ke arah mereka sembari berteriak memanggil sebuah nama. “Nicholas!”  Mereka berteriak histeris karena tak menyangka bisa melihat dan bertemu langsung dengan supermodel ternama dunia berada di kota Bogor. Kedua tangan Nick reflek terentang dan meminta Riska untuk berada di belakang tubuhnya. Ia takut rombongan wanita itu melukai Riska, melihat keantusiasan mereka untuk mendekat, memegang dan mengambil gambar dirinya. “Stop!” Nick menghentikan langkah mereka. “Aku akan melayani kalian di luar. Aku tidak mau kalian membuat keributan di sini, ok?” pintanya tegas lalu menoleh ke belakang. “Pergilah bersama Ryan dan Raaj, di sana ada meja kosong. Tunggu aku di sana.” Ia meminta Riska yang tak lama Riska mengangguk setuju. Nick melirik Ryan dan Raaj yang berdiri tak jauh darinya. “Kalian duduk saja di sana. Aku keluar dulu sebentar dan aku harus melayani mereka.” Tanpa mendengar jawaban mereka, ia bergegas melangkah keluar dan diikuti para gadis yang sejak tadi mengambil gambar dirinya dari kamera ponsel. “Yang ingin berfoto denganku, tolong berbaris.” Nick setengah berteriak di halaman coffee shop. Ia tahu fansnya akan menuruti ucapannya untuk bisa wefie bersamanya dan itu terjadi. Mereka berbaris dengan tangan menggenggam ponsel. Saat Nick melayani mereka satu-persatu, salah satu dari mereka ada yang bertanya. “Kakak sudah punya pacar belum?” tanya wanita berbadan tambun, berkaca mata tebal. Sebuah pertanyaan klasik dan tentu saja Nick akan mendapatkan dua respon. Mereka bahagia jika mengetahui dirinya single atau mereka akan patah hati.  Dengan terpaksa Nick menjawab, “Sudah." Lalu menunjuk seseorang. "Wanita yang duduk di sana, itu pacar saya.” Menunjuk ke arah meja dekat barista. Tepatnya ke arah Riska. ❤❤❤ Setelah menghabiskan secangkir kopi dan puas berbincang-bincang, tak terasa malam pun semakin larut meskipun coffee shop semakin ramai dengan pengunjung yang berdatangan.  Setelah Riska menghubungi Jeff, mereka pun harus kembali ke resort untuk beristirahat. Jeff dan bawahannya sudah mempersiapkan kamar di lantai satu yang ia tujukan untuk Ryan dan Raaj sesuai pinta Riska beberapa menit yang lalu.  Tiba di resort, mereka berpisah di dekat tangga. Ryan dan Raaj melanjutkan langkahnya menuju kamar yang berada di dekat taman, sementara Nick dan Riska menaiki tangga menuju kamar mereka di lantai dua. Tepat di lantai dua, depan pintu kamar Riska, Nick menghentikan langkahnya dan mendekati Riska. “Terima kasih malam ini kau sudah menemaniku, Ris.” Senyumnya mengembang, Riska sudah meluangkan waktu untuknya malam ini meski makan malamnya tidak romantis dan tidak berdua. Entah kenapa pandangannya mengarah pada bibir ranum Riska dan memaksa dirinya untuk melangkah dekat dan hanya menyisakan jarak dua jengkal saja. Lagi-lagi jantung Riska berdebar kencang. Ia mendongak menatap kedua mata Nick yang seakan bicara. Namun, ia tidak boleh terlena setelah apa yang sudah ia lakukan siang tadi. Ia pun berusaha bersikap santai, tersenyum tipis lalu mengatakan, “Sama-sama, Nick. Aku masuk dulu. Goodnight.” Sebelah tangannya membuka knop pintu. "Tunggu." Nick mencegah. Tangan kanannya menarik pinggang Riska dan membuatnya berada dalam dekapan tubuhnya lagi. Tatapannya sayu lalu memiringkan wajahnya dan berbisik, “Aku ingin menciummu lagi, Ris.”  Riska terdiam. Matanya terpejam merasakan hangat kuluman bibir Nick. Bibirnya terbuka dan menikmati setiap kuluman Nick yang memabukkan seperti wine.  Aku ingin mabuk sekarang.  Kali ini Riska ingin lebih lama menikmati ciuman Nick meski tidak sadar, seseorang melihat adegan ciuman mereka. Ya. Ryan berdiri di ujung koridor dengan kedua tangan terkepal kesal. Hatinya panas saat melihat Riska membalas ciuman Nick. Batinnya pun berteriak kesal.  Kau telah kehilangan kendali, Ris. Aku tidak akan diam. Aku pastikan akan mendapatkanmu lagi! Aku pasti akan mendapatkanmu lagi!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD