Saatnya Tebar Pesona

1848 Words
Saat istirahat siang Julia pergi menuju kantin kecil yang masih berada di area pusat perbelanjaan tempat ia bekerja. Setelah menghabiskan seporsi nasi soto, ia berjalan menuju tangga darurat. Tempat yang menjadi basecamp-nya setelah makan siang. Ia mengeluarkan sebatang rokok dari saku kemeja, uangnya tidak cukup untuk membeli sebungkus rokok hari ini dan terpaksa ia harus membeli secara ketengan. Julia mengisap rokok perlahan sambil mengambil handphone dari saku celana. Ia melihat nomor handphone Rei yang ia dapatkan tadi pagi sambil tersenyum. Akhirnya awal usahanya berhasil. Untuk mendekati calon mangsanya, ia sudah mendapatkan nomor handphone, selanjutnya adalah pertemuan. Julia memulai pencet tombol panggilan. Sekitar tiga detik ia menunggu akhirnya Rei mengangkat panggilannya, "Hallo Mas, gimana motor saya sudah dibenerin belum?" tanyanya tanpa basa basi. Rei terdiam sebentar karena suara gaduh di bengkel membuatnya tidak bisa mendengar ucapan cewek yang sedang menelponnya sekarang. "Maaf Mbak bilang apa tadi?" Ia balik bertanya sambil berjalan menuju ke depan bengkel. "Nih orang bolot banget!" gerutu Julia, bicara sendiri sambil melihat handphone. Ia kembali mendekatkan handphone itu di telinganya lagi. "Motor saya sudah beres belum?!" tanya Julia setengah berteriak. Rei menjauhkan handphone dari telinganya, suara cempreng cewek itu mengingatkannya pada cewek yang memberikan motornya untuk ditambal tadi pagi. Cewek cantik dan sedikit judes. "Oh, Mbak yang tadi pagi? Sudah beres, Mbak," jawabnya. "Tapi bengkel tutup jam 5 sore nanti, Mbak. Pemiliknya lagi ada urusan." Ia memberi tahu. Dan Rei bersiap untuk mendengar keluhan dari mulut cewek itu lagi. Julia terkejut mendengar ucapan Rei, "What ?! Jam lima gue belum pulang. Gimana ini?!" Dan berteriak lagi. Rei mengusap-usap telinga kanannya, ia merasa selaput gendangnya akan bermasalah jika bicara lama dengan lawan bicaranya sekarang, tetapi ia juga akan mendapat masalah besar jika menghiraukan keluhan pelanggan, terlebih lagi cewek yang satu ini. "Yah habis gimana lagi, Mbak. Mau gak mau Mbak harus ambil nanti sore atau besok pagi." Rei menyarankan walau ia ragu tuh cewek mau mengambilnya besok pagi. Julia menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan seketika ia mendapat ide brilian. Ide yang menjadi salah satu planing kedua. Pertemuan. "Ehm gini deh. Kamu tunggu saya sampe jam tujuh malam bisa gak? Soalnya saya kerja di Jakarta, nyampe di Bekasi biasanya jam segitu. Bisa 'kan? Please ...." Julia memohon, kali ini ia melembutkan suaranya, seperti anak kucing minta makan pada tuan-nya. Rei berpikir sejenak, jika jam tujuh malam ia tidak mempunyai waktu kecuali satu jam setelahnya. "Begini Mbak kalau jam 7 saya kuliah malam, jam 8 saya gak ada kelas. Jam 8 aja gimana? Saya tunggu di bengkel," katanya. Yess! batin Julia berteriak senang. Senyumnya mengembang dan segera menyetujui tawaran Rei, sebelum cowok itu berubah pikiran. "Oke, Kita ketemu jam delapan," ujarnya setuju. "Eh tunggu, Nama saya Julia. Disave ya. Bye Rei!" tambah Julia lagi, ia tutup panggilannya lalu berteriak seperti anak kecil. "Yes, berhasil, berhasil, berhasil!" Julia meniru gaya Dora, tokoh kartun di televisi. Handphone Rei masih di genggamannya, ia terheran dengan cewek yang bernama Julia tadi. Ia merasa belum kenalan ataupun memberitahu nama, tetapi Julia sudah mengenalnya. Rei menaruh handphone di saku jumpsuit yang menjadi seragam kerjanya, ia baru sadar seragam yang ia kenakan tertera namanya dengan jelas. Hanya tiga huruf yang tertulis. REI. ❤️❤️❤️ Julia duduk di kursi panjang depan bengkel, ia sudah tiba di tempat itu 45 menit yang lalu. Perutnya sudah berbunyi dari tadi, tetapi dia harus menahan laparnya hingga bertemu Rei. Setengah jam kemudian Rei datang membawa dan menunggangi motor Julia. Ia berhenti dan turun dari motor lalu mendekati Julia, "Maaf Mbak, saya telat. Ada urusan di kampus tadi," ujarnya sambil memberi kunci motor dan nota tagihan bengkel. Julia menerima nota lalu memberi uang 20.000 pada Rei. Ia kaget melihat pakaian yang Rei pakai, semakin tampan saat mengenakan kemeja dipadukan dengan celana jeans. "Ehm, kamu pulang naik apa?" tanya Julia, ia terheran Rei tidak membawa teman untuk bertemu dengannya, tetapi bukankah ini kesempatan? Kesempatan untuk berdua. Rei tersenyum, "Saya bisa naik angkot kok. Rumah saya dekat sini, cuma 3 kilometer dari sini," jawabnya. Ia juga menunjuk ke arah pulang rumah Julia. Julia berpikir lagi. "Kesempatan nih!" bisiknya dalam hati. "Karena kamu sudah nganterin motor saya, sekarang gantian deh saya yang anterin kamu pulang," tawar Julia, ia langsung memberi kunci motor kepada Rei. "Tapi, Mbak--" Julia langsung memotong ucapan Rei yang masih terdiam tidak percaya ."Ya sudah ayo, saya habis gajian. Saya beliin nasi goreng nih, saya sudah lapar." Julia sedikit memaksa, ia menarik tangan Rei untuk menyuruh menungganginya motornya lagi. Rei terpaksa menerima ajakan Julia yang akan mengantarnya pulang. Julia duduk di belakang Rei, ia memegang kedua sisi pinggangnya dan melihat Rei merasa kegelian. Rei membawa motor itu pelan menuju arah pulang rumah Julia. Baru dua kilometer ia kendarai, Julia meminta Rei untuk berhenti di sebuah warung tenda kecil yang menjajakan nasi goreng. "Ayo makan dulu, saya traktir kamu," ajaknya sambil menarik tangan Rei. Rei berjalan di belakang lalu ambil posisi duduk di depannya. Ia memperhatikan Julia, cewek cantik berambut panjang sepunggung. Wanita itu mirip dengan idol Korea. Cantik dan sexy. Lamunan Rei buyar setelah Julia menegurnya. "Sedang atau pedas? Nasi gorengnya?" tanya Julia. Rei tertegun, "Eh? Sedang saja," jawabnya. Julia melihat Rei, ia tidak menyangka jika pria itu seorang mahasiswa. Julia merasa ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai dirinya karena ia benar-benar penasaran. Dan Julia sangat benci dengan penasaran. "Kamu kuliah di mana? Ambil jurusan apa?" tanya Julia. Ia melihat Rei sedang mengetik pesan di handphone. Rei menghentikan menulis pesan dan membalas tatapan Julia, "Di STBA 'J', jurusan sastra Jepang," jawabnya. Mendengar jawaban Rei, Julia merasa takjub. Mempelajari sastra tidaklah mudah, belum lagi harus belajar menulis huruf yang berbeda. Ia menganggap pasti Rei bukanlah cowok yang biasa, tetapi luar biasa. "Semester berapa?" tanya Julia lagi, ia masih penasaran. Rei menatapnya. "Delapan, lagi nyusun skripsi," jawab Rei singkat. Nih cowok ngomong hemat banget, kayak artis aja! Juli merasa Rei curang. Curang karena Rei tidak balik bertanya. Padahal banyak cowok yang penasaran dengannya, walau sekedar tanya tanggal lahir, makanan favorit atau yang lainnya, tetapi Rei berbeda, ia menjawab dengan seperlunya saja. Dan, itu membuat Julia menjadi gusar. Karena itu pertama kali ia jalan dengan Rei, ia harus tampak mempesona dan anggun. Julia menghela napas pelan, berusaha sabar menghadapi Rei. "Hebat!" puji Julia sambil menerima dan memberi seporsi nasi goreng pada Rei. Rei menerimanya dengan baik, "Thanks," Mereka berdua mulai menyantap nasi goreng secara pelan-pelan. Tidak ada percakapan jika Julia tidak memulainya. Hanya dentingan piring dan sendok yang beradu. Tak sampai 15 menit mereka sudah menghabiskan nasi goreng itu, terlebih lagi Julia yang sejak tadi merasakan perutnya keroncongan. Setelah Rei menyeka mulut dengan tisu ia bergegas mendekati tukang nasi goreng lalu membayarnya. Julia yang melihatnya, spontan memanggil Rei dan bangkit dari kursi. "Rei, saya kan yang traktir kamu. Kenapa kamu yang bayar?!" katanya sambil berlari mengejar Rei yang sudah berada di dekat motor. Rei tersenyum, "Maaf, saya gak biasa ditraktir cewek," jawabnya membuat alasan. Julia tidak menerima ucapan Rei. "Tapi saya kan--" "Saya juga habis gajian tadi," potong Rei, masih tersenyum. Julia memasang wajah cemberut, ia merasa harga dirinya terluka. Menurutnya tidak ada salahnya wanita mentraktir pria apalagi tanpa paksaan. Ia tetap bertekad akan mentraktir Rei jika ada waktu berduaan dengannya lagi. "Ya sudah, ayo kita ke rumahmu," ajak Julia, wajahnya masih memperlihatkan kekecewaan pada Rei. Rei kembali menunggangi motor dan memboncengnya lagi. Masih seperti tadi, tak ada percakapan saat mereka di perjalanan. Melihat sikap Rei, membuat Julia segan. Ia binggung, cowok di depannya sekarang terlalu dingin dan terlalu tampan juga. Rei menghentikan motor di depan sebuah Kontrakan berwarna kuning. Jarak rumah Julia juga tidak jauh dari tempat itu, sekitar 500 meter sesudahnya. Rei turun dari motor dan memberi helm pada Julia, "Thanks ya," ucapnya, ia melangkah ke pintu kontrakan lalu membuka kuncinya. Julia turun dari motor, ia memegang perut bagian bawahnya lalu berjalan mendekati Rei yang sudah membuka pintu. "Boleh numpang kencing gak? Kebelet nih," tanya Juli, ia meringis menahan kencing. "Boleh. Silah---" Rei belum menyelesaikan kalimatnya, tetapi Julia sudah ngeloyor masuk ke dalam dan langsung berlari kecil ke arah kamar mandi. "Aaah ... nyamannya." Julia, bicara sendiri saat berjongkok di toilet. Ia merasa lega sudah mengeluarkan air seninya yang sejak tadi ia tahan. Julia keluar dari kamar mandi dan ia mengamati keseluruhan ruangan tempat tinggal Rei, sama seperti kontrakan bujangan pada umumnya. Tak ada sekat, plong ke belakang sampai batas kamar mandi. Semua berbau cowok, di dapur hanya tersedia beberapa piring dan gelas. Rei memakai kompor satu tungku tanpa ada wajan hanya panci kecil yang bisa untuk memasak mie instan. Tiba di ruang depan sudah tergelar kasur busa dan sebuah lemari pakaian plastik. Rei duduk bersila di atas kasur sambil mengetik pesan di handphone. Julia ambil posisi duduk di depannya. Mata Julia masih mengamati isi kontrakkan. Ia melihat dinding melekat foto Rei beserta beberapa temannya, tak ada satu pun fotonya bersama cewek. "Kamu tinggal sama siapa Rei?" tanyanya sambil mengambil sebatang rokok yang ia beli ketika menanti Rei tadi. Rei memperhatikannya dan agak terkejut melihat cewek secantik Julia seorang perokok. "Sendiri," jawabnya singkat. Julia menyodori rokok pada Rei. "Saya gak merokok, Mbak," tolaknya sambil menggeleng. Julia menyulut rokok, ia menaruh sebungkus rokok itu ke dalam tasnya lagi. "Cewek kamu? Gak marah 'kan saya ke sini?" tanyanya berusaha mengorek informasi dari mulut Rei dan bersyukur mendapatkan jawaban yang enak didengar di telinganya. Rei tidak menjawab, ia hanya tersenyum lebar mendengar pertanyaan Julia. "Apa kamu jomblo?" tanya Julia lagi. Julia tak percaya jika Rei seorang jomblo, karena cowok setampan Rei tidak mungkin tidak mempunyai pacar. Di zaman sekarang cowok yang jelek saja mempunyai pacar, apalagi yang tampan seperti Rei, rasanya mustahil ia masih jomblo. Hal itu yang sempat terbesit di pikiran Julia sekarang. Rei menggeleng sambil tersenyum. "Saya gak punya cewek," jawabnya menatap tajam Julia yang terkejut mendengar jawabannya. Senyum Julia mengembang mendengar jawaban Rei, ia merasa ada sebuah harapan untuk mendekati Rei sekarang dan ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Ia harus mendapatkan Rei dengan cara apapun. Harus dapat. Julia mematikan rokok di piring kecil yang sudah Rei berikan tadi lalu merangkak mendekati Rei yang duduk di depannya. "Kalau gitu kamu mau jadi pacar saya?" pinta Julia, to the point. Julia hanya berjarak sejengkal dari wajah Rei. Ia memperhatikan bibir Rei yang agak tebal dan berwarna nude. Bibir itu sangat menggoda hasratnya. Hasrat untuk mengulum bibir Rei. Sudah tiga bulan lamanya ia tidak mengulum bibir pria, dan sekarang bibirnya menjadi gatal melihat Rei. Rei menyeringai mendengar pinta Julia. Ia memundurkan wajahnya dan bangkit dari kasur. Rei berjalan menuju pintu kontrakannya yang terbuka lebar. Ia menutup pintu beserta gorden jendela. Ia menoleh ke arah Julia yang memperhatikannya sejak tadi. Rei mendekati Julia dan mendorongnya ke kasur, ia memandang wajah cantik Julia yang menggoda. Wajah yang berusaha membangkitkan hasrat liarnya. Ia bisa mendengar napas Julia mulai melaju cepat ketika mereka saling beradu pandang. Bibir gadis itu sudah terbuka seakan siap untuk dikulum olehnya. Rei mendekati bibirnya ke telinga Julia, cewek itu bisa mendengar jelas hembusan napas Rei yang membuatnya sedikit geli. Rei membisikkan sesuatu pada Julia yang membuatnya terkejut. "Kalau kamu mau melakukannya jangan setengah-setengah," katanya lalu mendekatkan bibir di telinga Juli. "Tapi maaf ... saya gak tertarik sama kamu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD