Didapuk Jadi Penjaga

2199 Words
Bryan berjalan santai di kantor kepolisian. Dia datang terlalu awal. Sebenarnya Bryan terdaftar sebagai anggota yang menangani kasus penyelundupan narkoba. Ada mafia yang menyelundupkan narkoba jenis sabu-sabu seberat 2 kuintal di pelabuhan. Sabu-sabunya ditemukan polisi, tapi pelakunya belum diketahui. Kepolisian sudah mempunyai gambaran pemilik sabu-sabu itu. Mereka membentuk tim untuk mengusut kasus ini dan Bryan berada di dalamnya. Harusnya pagi ini Bryan melakukan penyelidikan bersama timnya, tapi tengah malam tadi namanya dicoret dari daftar. Tiba-tiba atasannya mengalihtugaskan dia untuk mengusut kasus tabrak lari Markus Liem. Bryan keberatan, tapi dia bisa apa? Atasannya itu tidak terlalu keras, tapi teguh pendirian. Kalau sudah bilang A, akan tetap A walau ada hujan badai sekalipun. “Brey, kau datang terlalu pagi?” Husky voice mengalun di udara. Bryan melenggang santai tanpa mau menanggapinya. Dia duduk di salah satu kursi entah milik siapa. Kursi itu masih kosong pagi ini. “Kapten belum datang. Kau akan bertemu dengannya, kan?” “Dari mana kau tahu aku akan bertemu dengannya?” “Semua orang tahu kau dialihtugaskan oleh Kapten.” Padahal pemindahan tugasnya dini hari tadi, sekarang semua orang sudah tahu berita itu. Berita buruk selalu menyebar lebih cepat daripada wabah. Bryan berdecak kesal, membuat Luo tertawa senang. “Sudahlah. Lagipula kau sering menangani kasus besar. Sekali-kali coba pecahkan kasus kecil.” “Aku sudah pernah melewati fase itu.” “Aku tahu!” Seorang OB lewat. Luo memanggilnya dan memesankan kopi hitam untuk Bryan dan dirinya sendiri. Itu bentuk respek darinya agar Bryan bisa mengatasi gejolak batin karena Kapten seenak jidat memindahtugaskan temannya itu. “Kau jangan sedih begitu!” “Aku tidak sedih.” “Kau terlihat setengah hati menangani kasus ini.” Bryan menghela napas bosan di depan Luo. Seakan mengatakan pada dunia bahwa begitulah nasib detektif polisi yang punya atasan nyeleneh seperti atasan mereka. “Nona Liem itu salah satu pemegang saham perusahaan periklanan terbesar di negara ini.” Luo mengabaikan Bryan yang menyipitkan mata sengit padanya. Dia segera melanjutkan, “Kudengar dia orang yang hebat. Dia cantik, pintar, dan kaya. Kau tak akan menyesal bertemu dengannya.” Kalau saja kasus ini diserahkan padanya, Luo akan senang. Tidak akan membuat reaksi kebosanan seperti yang ditunjukkan Bryan. Kasus tabrak lari bagi Bryan sama dengan kasus mengutil barang, terlalu kecil. Tapi Luo tahu kalau temannya itu hanya tidak mengerti seni dalam memilih kasus. “Jangan anggap remeh kasus tabrak lari. Pecahkan saja kasusnya, siapa tahu kau dapat bonus dari perusahaan periklanan itu.” “Aku tak gila uang sepertimu!” “Tapi kau tak akan menolak kalau diberi uang, kan?” Bryan tidak menjawab yang artinya membenarkan. Siapa juga yang tidak mau uang, bahkan orang yang sudah kaya raya saja masih terus mencari uang. “Ngomong-ngomong kau sudah mengambil berkas kasus itu?” “Sudah.” Bryan menyamankan posisi duduknya. Menyandar dengan santai sambil menyilangkan kakinya. “Pagi tadi dua petugas mengantarkannya padaku.” “Kau sudah menyiapkan pertanyaan untuk Nona Liem nanti?” Bryan tidak menjawab karena saat itu OB datang memberikan kopi mereka. Setelah berterima kasih dan menunggu OB itu pergi, mereka meneruskan pembicaraan. “Kalau kau bertemu dengannya nanti, katakan padanya kalau pihak kepolisian turut menyesal atas kejadian itu. Semoga dia cepat sembuh,” kata Luo sambil menggeser kopinya mendekat. “Kau juga boleh menyisipkan namaku!” “Aku baru saja dari rumah sakit.” “Menemui Nona Liem?” Luo agak kaget. Bryan hanya mengangguk dengan malas. “Kenapa pagi-pagi sekali? Kau menyalahi prosedur!” Padahal Luo berharap ucapan semoga cepat sembuhnya bisa disampaikan Bryan pada wanita itu. “Kau ini ... ya sudah lah,” sesalnya. “Jadi, bagaimana Nona Liem itu?” “Seperti yang kau bilang, dia terlihat pintar dan kaya. Sayangnya tidak cantik.” “Apa dia jelek?” Luo mulai waspada. Ketika Bryan tidak menjawab, berarti pernyataan itu benar. “Sayang sekali!” sesalnya. Meski wajahnya putih pucat, Markus jelas tidak cantik. Dia tampan. Bryan tidak tahu ketampanan itu natural atau buatan tangan manusia. Yang jelas Markus tipe lelaki yang akan disukai banyak wanita, termasuk teman-teman wanita di kantor ini. Setidaknya begitu yang bisa dideskripsikan Bryan setelah melihat Markus untuk pertama kalinya. Dia hanya tidak ingin memberitahukannya pada Luo secara jelas. Luo mengangkat cangkir kopinya. “Yang penting dia kaya.” Lalu meniupnya sebentar sebelum dicicipi. “Dia kaya. Sepertinya ... tubuhnya juga bagus.” Luo mengangguk-angguk lagi sambil menyeruput kopinya. “Aku tahu orang seperti apa tipenya. Yang pasti bukan sepertimu!” Luo menaikkan sebelah alisnya, membuat Bryan tersenyum m***m dan terlalu percaya diri. Rekan Bryan itu mulai berpikir, kalau dia bukan tipenya, kemungkinan besar Bryan sendiri juga bukan. Karena Luo merasa beberapa tingkat lebih tampan daripada Bryan. “Dia tipe orang kelas atas.” Bryan sangat beruntung dapat kasus itu, pikir Luo. Dia mencebikkan bibirnya. “Aku tahu. Wanita kaya cuma untuk orang kaya juga, begitu maksudmu!” Bryan menggeleng. “Sebenarnya ...,“ Bryan mulai merenung. Mencoba mengingat kembali kejadian tadi, di mana Markus menunjukkan ekspresi tidak suka dengan kedatangannya. Seharusnya lelaki itu tidak pantas dapat respek dari orang lain. Luo menyeruput kopinya, tapi dia cukup antusias. “... yang kau sebut Nona Liem barusan, dia itu laki-laki!” Luo tersedak. Kopi di mulutnya muncrat, mengenai benda-benda di atas meja. Kertas, map, monitor, keyboard, dan benda-benda lain. Semuanya basah. Untungnya Bryan menyingkir tepat waktu. Ternyata korban tabrak lari bermarga Liem itu laki-laki. Luo memang salah mendengar berita dari orang. Tapi sesalah-salahnya dia, Bryan lebih parah. Sudah tahu Liem itu laki-laki, masih mengatakan tubuhnya bagus, seleranya tinggi. Bryan benar-benar kurang ajar, menginterogasi orang sambil menjelalatkan matanya. Luo jadi curiga, jangan-jangan Bryan juga menerawang ke balik pakaian rumah sakit yang dikenakan orang itu? Masih terbatuk-batuk Luo meletakkan gelas kopinya di meja. “Hati-hati, nanti kau tersedak!” tutur Bryan sambil tersenyum miring. Padahal dia tahu Luo sudah tersedak. *** Bryan sudah menyampaikan keluhannya pada Kapten Bay. Bryan menanyakan alasan atasannya memindahtugaskan dirinya. Kapten Bay tidak memberi alasan yang jelas kecuali kalimat ‘semua masyarakat berhak mendapatkan pelayanan yang sama dari kepolisian’. Ketika tabrak lari semalam terjadi, tidak ada polisi senior yang nganggur untuk menangani kasus itu. Sedangkan anggota yang ditugaskan untuk menyelidiki penyelundupan narkoba sangat banyak. Kalau Kapten Bay menarik Bryan dari kasus itu, tidak akan berpengaruh juga pada penyelidikan kasus narkoba. Bryan sudah protes sedemikian rupa. Dia tahu siapa pun pasti mau menangani kasus tabrak lari itu asal Kapten yang menunjuk, tapi bukan dirinya. Kalaupun tidak ada polisi senior yang bisa ditunjuk lagi oleh Kapten Bay, ada banyak polisi di kantor. Kenapa tidak mereka saja? Polisi-polisi baru pun harus diberi kesempatan menangani kasus. Dengan menolak protes Bryan, agaknya Kapten Bay menyimpan alasan lain untuk kasus ini. Sekarang Bryan sedang menunggu di luar ruang rawat Markus. Ditemani seorang polisi berseragam, duduk di jajaran kursi tunggu. Markus telah selesai dioperasi pergelangan kakinya. Dia baru saja dipindahkan kembali ke kamar rawat dan sedang diperiksa dokter. “Detektif Trevor!” panggil dokter yang baru saja keluar dari ruang rawat Markus. Bryan yang sedang sibuk memikirkan tindakan ganjil atasannya, terpaksa mendongak. “Saya sudah selesai. Tuan Liem tidak diberi obat tidur. Anda bisa menemuinya sekarang.” Bryan berdiri. Mengangguk untuk berterima kasih. Setelah dokter dan perawat pergi, Bryan mengode polisi yang bersamanya untuk masuk ruang rawat. Markus sedang memejamkan mata ketika mereka masuk. Bryan tahu Markus tidak tidur karena mereka ada janji tanya jawab lanjutan. Ketika Bryan mengambil kursi dan meletakkannya tempat di dekat ranjang Markus, si empunya ranjang membuka matanya. “Kuharap Anda tak jadi datang siang ini, Detektif,” kata Markus lemas. Dia memang butuh istirahat, tapi janji temu dengan Bryan menghalangi niatnya. “Aku sangat mengantuk.” “Berapa lama biasanya Anda bisa tidur?” “Satu dua jam? Kenapa? Anda mau membiarkanku tidur dulu sebelum ditanya-tanyai lagi?” Bryan melirik pada polisi berseragam yang duduk di sofa dekat pintu. Polisi itu tadi bercerita kalau sebenarnya hari ini dia cuti. Dia berencana mengunjungi ibunya di kota sebelah. Lagi-lagi karena Kapten Bay, acara cuti itu dibatalkan. Semua orang tau Kapten Bay itu kepemimpinannya tidak diragukan, hanya kadang-kadang dianggap semena-mena oleh anak buahnya. Hampir seluruh anak buahnya mengeluh atas sikapnya itu. “Hei, Lee!” Bryan menunjuk si polisi. Polisi itu seketika menegakkan tubuhnya. “Kau masih berniat mengunjungi ibumu?” “Saya sedang bertugas, Pak!” katanya mantap. “Kau baru saja dibebastugaskan untuk hari ini. Pulanglah dan kembali kemari besok pagi!” perintah Bryan. Dia segera berterima kasih sekaligus berpamitan, lalu meninggalkan ruangan dengan langkah ringan. Polisi itu tahu dia tidak benar-benar dibebastugaskan. Itu cuma bentuk belas kasihan dari Bryan. Diterima saja. Lagipula kapan lagi bisa mendapatkan kesempatan seperti ini? Setelah polisi tadi meninggalkan tempat, Bryan beralih pada Markus. “Kau juga kubebaskan sementara. Kalau mau tidur sepanjang sore, lakukan sekarang!” Markus mengerutkan dahinya. Bryan tipe detektif yang sopan kalau ada orang lain di dekatnya. Ketika mereka hanya berdua, dia kelihatan aslinya. Seperti tebakannya tadi pagi, formalitas tidak sempurna yang diperagakan Bryan, ternyata untuk menutupi ketidaksopanannya ini. “Aku akan berada di sini sepanjang hari.” “Ada yang salah denganmu, Detektif?” Untuk tidak bersikap formal, Markus pun tidak akan sungkan lagi. “Kau berubah sikap hanya dalam waktu semenit.” “Panggil aku Bryan. Aku tidak terlalu suka berbasa-basi. Aku ditugaskan mengawalmu sepanjang hari sampai kasus ini berakhir.” Itulah tugas yang berusaha Bryan tolak mati-matian tadi pagi. Kapten Bay menyerahkan sebuah surat yang berisi tugas khusus untuk mengawal Markus Liem sepanjang hari sampai kasus tabrak lari ini selesai. Bryan tidak setuju. Dia tidak terima, tapi dia kalah berdebat. Kapten Bay mengancam tidak akan pernah mengikutsertakannya dalam kasus-kasus besar kalau Bryan mangkir dari tugas ini. Dia seperti turun pangkat dari detektif profesional jadi bodyguard biasa. Inilah yang membuat mood Bryan jadi buruk setengah hari ini. Karena mood-nya sudah buruk, ada baiknya dia istirahat sejenak agar kelakuannya tidak menjadi-jadi lalu mempermalukan diri sendiri. “Aku tidak tahu apa istimewanya dirimu sampai atasanku menyuruhku mengawalmu?” tuturnya. Tidak jadi duduk di dekat Markus, dia berjalan ke sofa yang barusan ditinggalkan si polisi. Dia duduk di situ. “Akan kusimpan pertanyaan ini. Nanti kutanyakan lagi setelah kau selesai beristirahat.” Bryan melonggarkan dasinya, kemudian merebahkan tubuhnya di sofa. Dia memejamkan mata dan menutupi muka dengan lengan kirinya. “Kau tidak sopan sekali!” Bryan tidak menjawab. Dia sering dikatai demikian oleh teman-temannya, dikatai sekali lagi tidaklah berefek buruk padanya. “Atas dasar apa atasanmu menyuruhmu menjagaiku?” “Aku juga tak tahu. Dia menyembunyikan semua alasannya dariku,” jawab Bryan masih dalam posisi rebahannya. “Sepertinya kasusmulah yang menyebabkannya.” “Kasusku?” ”Akan kuceritakan padamu beberapa fakta yang sudah didapatkan kepolisian soal kasusmu. Itu pun kalau kau mau menunggu satu dua jam lagi.” Markus mendecih lirih. Dia tahu apa yang akan dilakukan Bryan. Dengan posisi itu, Bryan pasti akan mengambil sesi tidur siang yang seharusnya tidak dimiliki seorang detektif. “Aku akan tidur sejam. Kalau tak ada sesuatu yang penting, jangan bangunkan aku!” Bukankah tadi Bryan yang menawarkan istirahat padanya, kenapa sekarang dia yang akan tidur? Markus menggerutu dalam hati. Markus membiarkan Bryan tidur sesuai yang diinginkannya. Ketika perawat datang membawakan makan siang yang terlambat, itu sudah satu setengah jam Bryan tertidur. Brian tidak terganggu ketika perawat melakukan banyak pergerakan dalam ruangan. Baru setelah Markus dan perawat ngobrol ringan sambil makan, Bryan mulai terusik tidurnya, lalu bangun. “Sebelum aku tidur, kau masih bisa menggerakkan tanganmu, kenapa sekarang harus disuapi?” Bryan menanggalkan jasnya, kemudian menggulung kedua lengan kemejanya sebatas siku. “Apa itu semacam pelayanan khusus?” lanjutnya sambil menarik keluar dasinya yang sudah longgar. Perawat itu tersenyum menanggapi pertanyaan Bryan. Suara yang Bryan keluarkan semacam ejekan untuk Markus, tapi terdengar seperti suara orang yang sedang iri di telinga perawat itu. “Memang masih bisa menggerakkan tangan, tapi bahu kanan Tuan Liem terluka dan dokter menyarankan untuk meminimalkan pergerakannya, Pak.” Bryan tidak ambil pusing kalau memang itu benar. Dia mengabaikan perawat itu dan Markus dengan memilih masuk kamar mandi. “Saya pikir saudara Anda iri pada pelayanan rumah sakit yang Anda terima,” katanya pada Markus. Markus mengerutkan dahi. Apa mereka terlihat mirip sampai dikatakan bersaudara? Tidak habis pikir, tapi Markus mencoba maklum. Kadang-kadang orang bisa salah tebak, apalagi dengan sikap Bryan barusan. “Dia bukan saudaraku.” “Benarkah? Tapi dia sama tampannya dengan Anda.” Bryan tidak tampan, dia dekil dan bau. Dari dekat pun Markus bisa lihat ada bekas jahitan di atas mata lelaki itu. Membelah alis sampai pelipis. Itu mengurangi nilai ketampanan seorang pria. Belum lagi sikapnya yang tidak sopan. Lelaki seperti itu jelas bukan saudaranya. “Kalau dia tampan bukan berarti dia saudaraku.” “Teman Anda ...” “Dia juga buka temanku!” potong Markus cepat. Dia serius, tapi entah kenapa si perawat tersenyum misterius. Bukan saudara dan bukan teman. Lalu apa? “Ke ... ka ... sih, ya?” tanyanya dengan suara kecil. Perawat itu tersenyum canggung ketika Markus mendelik padanya. Kemudian mengucapkan maaf dengan suara yang kecil pula. Zaman sekarang memiliki kekasih sesama jenis bukan tabu lagi. Sebagian besar masyarakat bukan menentang, tapi lebih kepada tidak peduli. Di lingkungan keluarga si perawat sendiri ada orang-orang yang berkencan dengan sesama jenis. Tentunya di luar lebih banyak lagi. Salah satunya pasien yang dirawatnya sekarang. Mereka sepasang kekasih dan sedang bertengkar. Begitulah pendapat si perawat sekarang ini. “Perhatian sekali sampai meninggalkan pekerjaan untuk menunggui Anda di sini. Sebuah hubungan pasti melewati pasang surut. Kadang-kadang memang begitu, tapi dengan saling mengerti, semua masalah akan mudah dilewati.” Bicara apa si perawat ini? Markus tidak mengerti. Markus sebal sampai merajuk pada perawatnya. Perawat segera mengemasi piring, memberi air dan obat untuk diminum Markus sebelum dia pergi. Saat itulah Bryan keluar dari kamar mandi. “Saya akan kembali dua jam lagi sesuai permintaan Anda tadi.” Markus mendecakkan lidahnya keras. Itu permintaannya sebelum dia dioperasi. Dia merasa badannya sangat lengket, dia butuh mandi atau pembersihan ala orang sakit, tapi sekarang waktunya sedang tidak tepat. Ada Bryan yang akan berada di ruangan ini sepanjang hari. Dia tidak mau dibersihkan di hadapan detektif itu. “Saya harap Anda masih di sini dua jam kedepan, Pak!” pinta perawat itu pada Bryan. Markus langsung melotot padanya. Tapi pelototan itu hanya dibalas dengan senyum ramah dari perawat. Bryan tidak tahu apa yang diminta perawat itu, tapi dia menjawab, “Aku akan di sini sampai tengah malam.” Sesuai dengan tugas yang sudah diberikan Kapten Bay padanya. “Baguslah, saya butuh bantuan Anda nanti.” Markus melotot lagi pada perawat itu. Perawat mengira Markus memang sedang ada masalah dengan Bryan, makanya tidak mau mengakui kalau dia ada hubungan dengan Bryan. Markus tidak mau Bryan ada di sini karena masalah itu. Tetapi demi kebaikan Markus, Bryan patut ada di sini menurut si perawat. Untuk itu perawat mengabaikan pelototan Markus. Dia keluar dari ruang rawat lebih cepat untuk menghindari pasangan yang menurutnya sedang bertengkar itu.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD