Candy - 1

1421 Words
"Bagusan yang mana? Yang ijo atau yang merah?" "Kalo gue perhatiin, enakan yang merah, deh. Masih seger gitu." "Oke deh." Seorang laki-laki tersenyum lebar menanggapai perkataan dari teman laki-lakinya. Senyum di bibirnya memgembang membuat beberapa siswi yang tak sengaja lewat sempat menahan ilernya agar tak membasihi lantai sekolah. Laki-laki itu menatap lurus ke depan, tepat pada sesosok wanita yang tengah mengenakan sweater rajut bewarna merah berjalan kearahnya. Dari bola mata laki-laki itu, sudah bisa menebak bahwa wanita yang sedang menjadi incarannya itu sangat cocok untuk hari yang sedang panas ini. "Hai?" sapa Arken dengan senyumannya. "Haii juga." Langkah perempuan berhenti dengan senyum malu-malunya, wanita itu  mendongak menatap Arken dengan wajah inconect-nya membuat Arken bersorak girang didalam hatinya. Asikkk! Masih polos nih! -batin Arken. "Kalo boleh tau, tuan putri yang cantik ini siapa namanya?" tanya Arken menyadarkan tubuh atletisnya di tembok. Dua kancing atas bajunya sengaja dibuka guna mempertontonkan roti lapis miliknya. Astaga aurat. "Juli," jawab gadis bernama Juli itu yang kini kegirangan saat sang cassanova sekolah berbicara padanya. "Aku ramal pasti kamu lahir di bulan Juli kan?" tanya Arken percaya diri. Senyuman tipis tersemir dibibirnya. "Enggak. Aku lahir di bulan Juni terus besoknya bulan Juli." Arken menggerutkan dahinya, menggaruk kepalanya bingung. Merasa aneh dengan nama wanita ini, tapi karena sudah terlanjur diujung. Apa boleh buat, sikat terus. Karena tidak ada istilah berhenti dijalan bagi seorang Arken. Pria itu berdehem, seraya menegakan tubuhnya. "Kalo nama aku Romeo. Tau engggak? setelah mencari berabad-abad aku berhasil menemukan Juliet-ku." Pipi perempuan itu bersemu merah mendengarkan gombalan receh bin diskon milik Arken. Laki-laki itu saja tak percaya dengan gombalan tingkat low bisa membuat wanita ini klepek-klepek. Arken tidak menyalahkan perempuan itu sebenarnya, salahkan saja aura tampanya yang sangat hebat. "Aku boleh minta nomor Whatapps-nya gak? Siapa tahu kita bisa lebih deket.” Sisiwi perempuan itu tanpa langsung menunggu terlalu lama segera mengeluarkan ponsel miliknya yang ia simpan disaku kantongnya. Hal itu mengundang decakan dari bibir Keenan, sahabat Arken. “Ck, jangan mau,” ujar Keenan pada adik kelasnya itu membuat siswi itu mengerutkan dahinya. Arken yang melihat itu mendengus. “Kenapa, Kak?” tanya Juli polos. “Jangan dikasih, deh, nomor whatapps kamu. Karena pada akhirnya nanti kamu cuman jadi pononton story wa-nya dia.” “Enggak-enggak, Jul,” sela Arken cepat. “Abang ini cuman iri, Jul.” Tunjuk Arken pada Keenan. “Abang itu udah jomblo dari jadi segumpal darah.” Arken tertawa saat melihat wajah asem milik Keenan. Sebenarnya benar apa yang dilatakan oleh Keenan, perempuan ini pasti berakhir hanya jadi penonton story dia whatapps. Atau jika wanita itu menjadi menyebalkan mungkin akan Arken hapus kontaknya. Arken merasa bersalah, tidak. Seantero sekolah tahu bahwa Arken adalah laki-laki yang tidak bisa cukup dengan satu wanita. Hal itu juga termasuk peringatan. Jika wanita itu menolak Arken, laki-laki itu tidak marah seperti laki-lali famous lainnya yang malah menghina perempuan itu jika ditolak. Arken akan mundur. Namun, beda jika ceritanya Arken menggoda dan wanita itu menerimanya. “Gue cabut ke kelas. Ken. Bosan liat lo gini terus, kapan tobat coba?” Arken terkekeh lantas menjawab. “Tunggu nemu yang cocok.” “Iya, iya.” Keenan memgangguk. “Tunggu kiamat,” ujar laki-laki itu kemudian pergi meninggalkan Arken. Pria itu kembali memfokuskan pandangann sesosok gadis yang kini berada didepanya. Dilihat dari tatapannya gadis itu kini nampaknya ragu untuk memberikan nomornya pada Arken. Ini semua karenan Keenan. “Jadi gue boleh enggak minta no—“ Plakkk! "Aduh.. Duh! Ajigilee bener!" Seorang wanita dengan rambut sebahu tiba-tiba muncul menepuk bahu Arken keras membuat laki-laki itu berteriak kesetanan. "Duileh! Ngapain sih, Min. Tepuk-tepuk, gue bukan nyamuk kali," ujar Arken mengusap-usap bahunya yang memerah dan berbekas cap lima jari milik temannya. "Min? Lo kira nama gue Amin? Bagus-bagus dikasih Mama gue, Yasmine. Seenak jidat lo aja manggil gue Amin." "Yahh... Nama lo sih bagus banget. Enggak cocok sama lo yang kayak bunga bangke!" tawa Arken menggelegar di koridor sekolah membuat siswi-siswi Sma Pegasus tidak melewatkan kesempatan itu. Arken dengan tawanya yang selalu membuat wanita-wanita pingsan. Yasmine menatap sinis Arken. Laki-laki yang telah menjadi sahabat karibnya sejak masuk sekolah dasar itu selalu saja membuatnya emosi. Kadang laki-laki didepannya ini berubah menjadi sosok orang gila dipinggir jalan dan sungguh membuatnya malu untuk mengakuinya sebagai teman. "Kita mau cabut jam berapa? Bosan gue di kelas,” ujar Yasmine santai tanpa beban. Karena bukan hal yang biasa jika mereka bertiga menghilang dari sekolah atau lebih tepatnya bolos. Arken berdecak. "Ckk, kapan sin Min lo tobat. Bentar lagi mau ujian, Min. Tobat-tobat ujian sudah dekat!" ucap Arken sambil menggelengkan kepalanya dengan dramatisir. Tangannya sengaja ia bentu seperti berdoa. "Mau gue pukul lagi gak tuh kepala? Daritadi sok yang paling bener aja!" "Heheh, sabar kali Min. Lo PMS ya? Awas aja lo suruh gue beli roti bersayap. Percuma ada sayap tapi gak bisa terbang. Tapi, sama aja yang kek punya gue. Namanya aja hewan bersayap, tapi gak bisa terbang. Mungkin jodoh kali!" "Sekali lagi lo ngoceh, gue sumpal mulut tuh pake softek!" "Piss, Min!" Arken mengancakan dua jarinya. "Yaudah, kita cabut aja! Kita ketemuan di belakang sekolah. Gue panggil Keenan dulu. Tapi lo yang bayarnya kan?" Yasmine mendengus, lalu mengangguk mendengar ucapan Arken kemudian bergegas meninggalkan laki-laki itu. Tatapan Arken beralih pada gadis yang terkacangi olehnya dan Yasmine. "Honey... Arken yang tampan ini pergi dulu ya! Doakan selamat sampai tujuan, oke!" Dan gadis itu hanya mengangguk dengan wajah bengongnya membuat Yasmine sedih dengan nasib wanita itu. Selanjutnya tubuh gagah Arken telah lenyap dari koridor sekolah. Bukan karena Arken menggunakan pintu kemana saja, melainkan kelasnya hanya beberapa langkah dari koridor sekolah. Arken buru-buru mengambil tasnya, lalu langkah kakinya tertuju pada seorang wanita yang tengah memainkan ponselnya. "Bebs, gue pergi dulu ya. Nanti kalo ada yang nanyain, bilang aja gue ada misi rahasia." Begitulah sifat Arken. Wanita yang cantik dan mulus, seenaknya saja ia panggil bebs, honey, sayang dan lain-lain. Walau sekalipun Arken tidak mengenal nama wanita itu. Orang ganteng bebas. Belum sempat wanita itu menjawab, Arken sudah mengajak Keenan untuk ikut bersamanya. Kali ini mereka butuh hiburan untuk merilekskan otak mereka. "Emang mau kemana kita?" "Kondangan." *** "Laras, lo udah selesai?" "Dikit lagi kelar kok." Perempuan bernama Laras itu kembali melanjutkan aktivitasnya diatas buku besar milik Osis. Sebagai seorang Sekretaris, Laras dituntut untuk menjadi profesional dalam tugasnya. Tentunya sesuai janjinya saat pemilihan. Tidak niatan untuk menjadikan Organisasi ini sebagai alat untuk menjadi penguasa, tidak seperti kebanyakan yang lain terlena akibat jabatan mereka yang tinggi. "Hah... Akhirnya kelar juga." Laras merengangkan otot-ototnya yang begitu kaku karena sudah terlalu lama menulis. "Lo udah selesai?" tanya Dimas, Ketua Osis Sma Pegasus. Kali ini mereka berada di ruang Osis bersama anggota lainnya. "Udah. Emangnya kenapa?" tanya Laras sambil menusuk cilok belado lalu memasukannya kedalam mulutnya. Untung saja ia sempat menitip balanjaan pada temannya yang pergi ke kantin. Setidaknya ini sudah cukup mengeyangkan perut kecilnya. "Lo gantiin Calya Patroli, mau gak?" "Harus banget namanya Patroli ya? Geli gue," ujar Laras mengenai kegiatan rutin di sekolahnya. "Boleh. Gue langsung cabut aja." Laras bangkir dari duduknya lalu berjalan keluar ruangan osis. Patroli yang dimaksud Dimas tadi, merupakan salah satu kegiatan sekolah untuk membabas habis siswa-siswi yang membolos. Patroli dilakukan disetiap penjuru sekolah dan dilaksanakan saat tengah hari. Waktu dimana jiwa-jiwa kebosanan para siswa ingin bolos keluar. Baru saja Laras hendak memasuki g**g kecil sekolah untuk memantau belakang sekolah, Diandra —-sahabat Laras keluar dengan membawa dua laki-laki yang sudah dipastikan ingin membolos. Wajah keduanya penuh dengan keringat dingin, ketakutan karena akan berakhir ketempat dimana semua siswa tidak betah jika berada disana. "Lo patroli, Ras?" tanya Diandra yang kini tengah memegang kerah baju dua laki-laki itu. Laras menganguk. "Gantiin Calya." Lalu tatapannya beralih pada dua laki-laki yang nampaknya masih kelas sepuluh itu. "Langsung masuk BK aja, Dra." Begitulah Laras. Tak pernah main-main jika menyangkut tugasnya. Ia akan langsung memberi hukuman pada pelajar yang melanggar peraturan sekolah. Apalagi yang menjadi palanggarnya adalah siswa yang masih tergolong baru, siswa kelas sepuluh. "Siap, Ras!" Lain lagi dengan Arkenio Perkasa, laki-laki itu kini tengah mengendap-endap mencari jalan agar bisa kabur dari lingkungan sekolah. Laki-laki itu sedikit kesal pada Keenan dan Yasmine yang lebih dulu meninggalkannya. Awas saja mereka, ketemu nanti Arken bakar hidul-hidup. Bagaimana tidak, mereka tega meninggalkan Arken dalam kondisi mencengkam seperti ini. Bukan karena ada hantu ataupun makhluk lainya, ini karena Patroli yang diadakan sekolahnya membuat Arken tidak tenang. "Babay..." Arken melambaikan tangannya pada seorang laki-laki yang tertangkap oleh Patroli sekolah. Untung saja Arken jago sembunyi, karena sudah terlalu biasa bersembunyi dari kejaran penggemarnya. Arken menghitung jarak dari tempatnya bersembunyi, sekitar sepuluh langka dan lompat sedikit. Tadaaaa! Arken sudah bebas dari keadaan mencengkam yang ia rasakan saat ini. Pohon yang menjadi tempatnya bersembunyi, sedikit menyulitkan langkahnya karena ada beberapa ranting kayu yang seperti di sinetorn, jika pemeran utamanya menginjak ranting kayu tersebut maka akan menimbukan bunyi yang menghebohkan satu kampung. Arken menghela nafasnya. "Ayo! Lo pasti bisa, Ken." Arken menyemangati dirinya sendiri. Menghirup nafas lalu menariknya kembali. Ia sudah seperti seseorang yang tengah mengorbankan nyawanya untuk sang pujaan hati. Hitungan ketiga, ia akan berlari untuk sampai di dinding sekolah itu. "Satu..." "Lo mau kemana?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD