Chapter 3

1227 Words
Nama : Fahri Reksa Putra       Usia    : 18 tahun Status : Single, tapi gadis disekolahnya banyak yang mengaku kalau mereka pacar Fahri.     Job     : Only Sekolah       "Kak dianter pulang lagi?" tanya Fahri sedang menonton tv melihat Ayu masuk dan duduk di sampingnya.           Ayu merebahkan diri di sofa serah meregangkan otot-otot kaku sehabis lelah bekerja. "Kenapa Ri?"          "Kakak suka sama dia?" Fahri memicingkan sebelah mata melihat Ayu.            "Kita hanya teman Ri, dia juga yang selalu jemput kakak. Gak pernah kakak suruh."       "Kakak suka sama dia?" pertanyaan kedua kali membuat Ayu menghela napas pelan.           "Gak tau Ri, dia emang selalu baik sama kakak. Perhatian juga walaupun berlebihan. Tapi kakak gak mau menyimpulkan apa-apa dulu."         "Jangan langsung percaya sama cowok kaya gitu."          "Kenapa?" kali ini Ayu yang melirik Fahri.        "Liat, udah mulai berani ngasih kakak bunga. Pasti ada apa-apa nya. Jangan langsung luluh sama perhatian yang si Om itu berikan. Siapa tahu itu jebakan."          "Fahri, dengerin kakak dulu."          "Fahri tau Om-om kaya dia suka mainin cewek, apalagi ceweknya kayak kakak cantik. Cowok gak bener."           "Ri, kamu belum kenal aja sama Rama. Dia baik kok, coba deh ngobrol atau apa gitu." Ayu merubah posisi duduk dengan menyilangkan kaki di atas sofa. "Dan kamu jangan panggil Rama om-om atau bapak-bapak. Lagian dia gak tua-tua amat, cuma beda tiga tahun sama kakak."              "Udah deh bilang aja kakak suka sama si om itu," sahut Fahri seraya masuk ke kamar. Malas kalau kakak nya itu terus membicarakan om c***l. Ya, Fahri memanggilnya dengan sebutan itu. Walaupun mereka memang belum pernah mengobrol banyak dan memang jarang atau tidak pernah bertemu. Fahri menyimpulkan kalau semua lelaki sama. Hidung belang, playboy, mau enaknya saja.          Termasuk prasangka jeleknya terhadap Rama. Masih ingat kedua kali Fahri dan Rama bertemu? itu juga untuk yang kedua kali Ayu di antar pulang lelaki itu.         ***** Pertemuan kedua kali Fahri dan Rama. Semoga adiknya ini sedang tidak ada, Rama bisa melihat kalau Fahri begitu tidak menyukai Rama. Malah menyebutnya seorang bapak-bapak. Kalau saja tidak ada gadis dihadapannya mungkin sudah di sentil kepalanya, untung Rama menahan diri. Menjaga image dihadapan wanitanya.         Wanitanya? Mungkin sebentar lagi, Rama akan menyatakan cinta padanya.          "Mau masuk pak?" tanya nya menawarkan.         "Boleh, tapi inget kalau ada adik kamu panggil nya Rama saja jangan bapak, ketuaan." Gadis itu malah mengulum senyum.            Benar-benar nyaman, walaupun hanya beberapa petak bahkan lebih besar kamar Rama. Tapi dibuatnya betah berlama-lama disini. Bisa dilihat pintu berwarna pink pasti kamar Ayu dan disebelahnya itu pasti kamar Fahri.          "Kemana adik kamu?" tanya nya seraya mendudukan diri di kursi kecil ruang tamu yang menyatu dengan dapur namun terhalang sekat oleh lemari tv.              "Uhukk." Suara batuk dari dalam kamar, siapa lagi kalau bukan Fahri.             "Lagi belajar." Dengan senyum manisnya Ayu berlalu ke dapur membuatkan teh untuk Rama.         Si adik akhirnya keluar. "Eh ada Om." Penekanan kata Om nya itu begitu terdengar jelas ditelinga. Bahkan wanita yang sedang membuatkan teh menoleh dengan mata tajam ke arah sang adik.            "Ni bocah kalau tidak ada kakaknya gue jitak," gumamnya. Sisi lain Rama akhirnya keluar, dirinya yang kalem dan selalu cool apalagi di depan wanita. Kali ini ia ingin sekali mengumpat habis-habisan. Entah kenapa adiknya ini begitu tidak suka terhadap Rama sejak pertama kedatangannya.          "Ish kamu, gak sopan."           "Biarin kak, emang Om-om kan?" Ayu melempar sendok yang mendarat tepat di kepala Fahri. "Aduuh!" sang adik mengaduh seraya mengusap kepala berulang.         "Iya iya deh, maaf ya Bapak."            Gue bukan bapak loe, gumam Rama kesal. Apa iya gue kaya bapak-bapak? Rama memperhatikan seluruh penampilannya memastikan bahwa ia masih terlihat muda dengan mimik wajah berseri. Fahri yang memperhatikan tertawa meledek.            "Udah pak, jangan diperhatiin terus. Terima aja kalau bapak emang udah bapak-bapak."          "Fahri!" teriak Ayu yang juga kesal melihat tingkah adiknya juga menyesal meminta maaf berulang-ulang pada Rama.            Fahri menghilang dengan tawa puas yang masih terdengar di ujung pintu kamar.           "Maaf ya pak Rama," sesalnya.            "Panggil Rama didepan adikmu. Lihat tadi, adikmu seperti tidak menyukai ku." Rama sedikit menahan emosi namun ia urungkan melihat Ayu yang menunduk sedih.           "Maaf," ucapnya lagi.            "Ada berapa stok kata maaf dalam mulut manismu?" goda Rama yang berhasil membuat Ayu mendongak dengan pipi memerah.         "Sebenarnya adikku itu baik, tapi mungkin dia belum terlalu mengenal kamu."            "Tidak apa-apa, aku mengerti."          Cinta memang butuh perjuangan. Syaratnya ya sabar, jalani dan menunggu hasil dari perjuangan untuk mendapatkan cinta itu sendiri.              Malam mulai larut, Rama masih ingin dekat dengan wanita itu. Tapi ini juga tidak baik buat nya masih menerima tamu semalam ini, apalagi Ayu hanya tinggal berdua. Wanita itu mengantar Rama sampai keluar. Adiknya yang masih sibuk b******u dengan buku-buku tidak menghiraukan Rama.             Biarlah, Rama juga tidak mengharapkan salam atau apapun dari bocah itu. Rama mengulurkan tangan.             "Ayo kita berteman." Ayu melongo menatap Rama. "Aku hanya ingin menjadi temanmu, biar kita punya status dan tidak terlalu canggung." Walaupun nantinya aku ingin lebih dari sekedar teman. Gumam dalam hati.                 Ayu membalas uluran tangan Rama, walaupun hanya membalas dengan anggukan. Rama dapat menyimpulkan kalau gadis itu setuju.            "Dan jangan panggil Bapak." Ayu tersenyum simpul. "Satu lagi." wanita itu masih diam.          "Mulai besok dan seterusnya, aku akan mengantarmu pulang."           "Ta-ta--"          "Tidak ada kata tapi," sanggah Rama. "Itu adalah permintaan."            "Deal?" tanya Rama memastikan. Masih menunggu jawaban Ayu yang hanya diam, mungkin berpikir.             "Baik, deal!" Pendekatan mulai berhasil. Rama pulang dengan rona bahagia di wajah. Sudah lama dirinya tidak sebahagia ini. Apakah ini yang dinamakan Fall in love?               Dan sejak saat itu Rama setiap hari menjemput Ayu pulang. Salah satu triknya untuk lebih dekat dengan Ayu. Gadis itu juga mulai terbiasa memanggilnya dengan sebutan Rama. Beda dengan Fahri, setiap Rama mengantar pulang, mereka tidak pernah menyapa atau mengobrol.         Fahri menganggap Rama buaya buntung, yang hanya cari untung. Namun Fahri selalu siaga terhadap kakaknya, tidak pernah kakaknya itu telat menelpon untuk sekedar mengabari sang adik. Fahri tidak ingin kakaknya menikah dengan lelaki yang tidak baik. Termasuk itu Rama.           Tanpa Rama tahu, sesuatu sedang menunggu nya. Suatu perubahan yang akan terjadi pada dirinya. Akan berbanding terbalik dengan sikap yang dipertahankannya selama ini. Kalem dan sok cool.           Apakah dia sanggup dengan perubahan pada sikapnya? Menjadi laki-laki bucin dan penuh kekonyolan. Wah kok bisa?  Dari kalem dan sok cool menjadi bucin dan konyol? Apa ini karena cinta? Ego? Atau ketulusan?            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD