Aku Butuh Privasi

1672 Words
Kate mengeluarkan tangan kanannya dari jendela mobil seakan membelah udara. Senyumnya mengembang menikmati udara London yang sedikit dingin siang ini dan Aaron mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. "Terima kasih." Ucap Kate melirik Aaron yang fokus mengemudi. Aaron menoleh kesamping. "Untuk apa?" Ia balik bertanya. "Gaun ini." Kate menarik gaun putih berbodir bunga  yang ia kenakan tepat di bagian d**a. Aaron membelinya ketika ia tertidur di hotel karena mabuk bahkan Aaron juga membersihkan tubuhnya dari muntahan yang berhasil mengotori gaun abu-abu pemberiannya. Jika Kate mengingat kejadian itu, ingin rasanya ia menyembunyikan wajah di dalam tas kertas yang ada di jok belakang. Malam pertama yang harusnya ia lewati dengan adegan romantis harus ternodai setelah dirinya menjadi seorang pemabuk. Aaron tertawa sebentar sambil melirik. "Apa tadi malam pertama kalinya kau mabuk?" "Eh?" Wajah Kate merah padam dan batinnya berbisik, "Apa aku berbuat hal yang aneh? Menciumnya atau melakukan hal konyol? Tidak! Tidak! Ini sangat memalukan!" Ia berteriak dalam hati dan takut membuat ulah selama ia mabuk tadi malam. "Apa aku melakukan hal yang aneh?" Akhirnya ia bertanya pada Aaron agar tak penasaran lagi dan berharap mendapat jawaban yang tidak membuatnya malu. Wajah Kate memelas meminta jawaban. Aaron menggeleng dan pandangannya menjadi serius. "Tidak. Kau hanya meracau." Jawaban singkat dan makin membuat Kate penasaran. Dahi Kate mengerut. "Meracau? Apa yang sudah ku katakan? Apa ada omongan ku yang menyakitimu?" Kate berharap tak menyinggung Aaron selama meracau apalagi membicarakan tentang malam pertama mereka yang gagal total. "Tidak ada." Aaron menjawab dan pandangannya fokus kedepan. "Huft.." Kate bernafas lega lalu melanjutkan pandangannya ke jendela samping mobil dan tersenyum tipis menikmati udara dingin.  Aaron meliriknya sebentar dan melihat Kate menguap lalu memejamkan mata. "Kau cantik--" Aaron menghentikan ucapannya melihat Kate tertidur lalu kepalanya terjatuh dan bersandar di bahunya. Ia menggeleng dan tersenyum. "Kate Jhonson, kau selalu memberiku kejutan." Gumamnya sambil terus mengendarai mobil. ❤❤❤ "Kate bangun. Kita sudah sampai," Aaron menepuk pelan bahu Kate yang tak lama wanita itu membuka mata dan menggeliat. "Dimana ini?" Tanya Kate terkejut melihat sebuah apartemen berlantai 25 dengan model unik, seperti Casa Mila rancangan Antoni Gaudi. Penuh daya seni dan indah. "Apartemenku." Jawab Aaron lalu turun dari mobil diikuti Kate. Kepala Kate mendongak ke atas dan takjub melihat model apartemen itu hingga tak sadar Aaron sudah memanggilnya dua kali. "Ayolah kita masuk kedalam." Ajak Aaron yang berjalan menuju bagasi mobil untuk mengambil koper lalu menariknya. "Ya. Ayo," Balas Kate berjalan di belakang Aaron. Mereka menaiki lift dan Aaron sudah menekan tombol lantai 23. Kate melirik Aaron. "Sudah berapa lama kau tinggal disini?" Tanyanya. Aaron menoleh sebentar. "Lima tahun. Setelah mendapatkan pekerjaan sebagai Psikolog." Jawab Aaron yang ingat betul saat beberapa bulan setelah menjadi Psikiater di sebuah rumah sakit ternama di London, ia mulai menyisihkan uang untuk membeli apartemen itu demi masa depannya bersama istrinya kelak yang saat itu menyukai seorang gadis. Bukan Lisa. "Pasti apartemen ini mahal," tebak Kate melirik Aaron lagi. Aaron tertawa kecil. "Harga sebanding apa yang sudah aku dapat, Kate. Yang pasti aku nyaman tinggal disini karena kenyamanan tidak bisa dinilai dengan uang. Seperti kau yang nyaman tinggal di Bali." "Bali seperti surga." Sambung Kate. "Pemandangan indah dan penduduk yang ramah membuatku betah tinggal disana. Kau tak perlu membayar mahal untuk tinggal disana, tapi sebuah kenyamanan pasti kau dapatkan di Bali. Percayalah padaku." Ujar Kate menyakinkan Aaron. "Aku percaya itu." Sahut Aaron lagi. "Aku pernah berlibur sekali sebelum mengenal Lisa." "Oh.." Lidah Kate seakan kelu mendengar nama Lisa disebut. Ia paham Aaron selalu mengingat dan mencintai Lisa, tapi entah kenapa kali ini ia merasa tak berati apa-apa di depan Aaron. Hanya sebagai istri pengganti, walau sadar tak boleh cemburu pada orang yang sudah tiada. Sama sekali tak boleh. Cemburu? Mungkin. Walau pernikahannya hanya keterpaksaan saja tapi ada rasa yang tumbuh di hati Kate untuk di cintai dan mencintai, seperti pasangan suami istri lainnya. Tapi Lisa takkan mudah hilang dari hati Aaron dan mungkin selamanya selalu bersemayam disana. Tak tergantikan walau Kate bersedia untuk mencintai Aaron. Seperti saat ini. Aaron dan Kate keluar setelah pintu lift terbuka otomatis di lantai 23. "Ayo," ajak Aaron lagi. Kate berjalan dengan pandangan ke kanan dan kiri. Keren.  Kata itu yang terlontar untuk kesan pertama ketika ia melangkah menyusuri koridor, menuju kamar dan langkahnya terhenti tepat pada kamar nomor 235. Aaron membuka pintu setelah menekan enam digit kunci kombinasi apartemennya. Kali ini bukan kata 'keren' yang terlontar dari mulut Kate tapi, "Amazing," Kate takjub melihat seluruh ruangan Aaron yang rapih dan di dominan warna abu-abu muda. Aaron menunjuk kamar pertama tepat didepan ruang tengah. "Ini kamarmu dan kamarku disana." Ucapnya sambil membuka pintu kamar pertama. Kate terdiam memandang Aaron. "Maksudmu kita tidak sekamar?" Aaron mengangguk. "Ya. Bukankah kita menikah hanya karena--" "Oke aku paham." Potong Kate cepat. "Bagaimanapun juga kita menikah tanpa cinta," Ia memasuki kamar dan pandangannya menyusuri seluruh kamar lalu duduk di bibir ranjang. "Aku menyukai kamar ini. Kau memilih kamar yang tepat untuk ku." Ucap Kate memandang Aaron yang berdiri didekat pintu. "Syukurlah kalau kau suka." Aaron menunjuk lemari baju. "Aku sudah mengisi beberapa helai bajumu disana. Kuharap baju itu muat dan kau suka." "Thanks. Aku akan menjemput bajuku lainnya di rumah Mama besok pagi." Balas Kate bangkit dari ranjang lalu berjalan menuju lemari baju dan membukanya. Beberapa helai blouse, gaun, piyama dan lingerie sudah tergantung disana. Ia melirik Aaron lagi. "Terima kasih untuk semuanya. Aku menyukai pilihan bajumu, Aaron. Menurutku ini sesuai dengan ukuran tubuhku." Kate mengambil sehelai dan menaruh didepan tubuhnya. "Tentu. Ku harap kau suka." Balas Aaron mengangguk pelan. "Istirahatlah. Aku ke kamarku dulu. Kalau kau ada perlu, kau bisa mendatangiku disana, ok?!" "Oke, Aaron." Sahut Kate memasukkan lagi baju itu kedalam lemari. Aaron beranjak dari kamar itu dan menuju kamar belakang dekat pantry, sementara Kate kembali duduk di bibir ranjang lalu setengah tertawa. "Kamar yang berbeda. Aku seperti sedang menumpang di apartemenmu, Aaron. Bukan sebagai istrimu." Ia merebahkan tubuh di atas ranjang menatap langit-langit kamar lalu tersenyum kecut. "Aaron, aku memang bukan Lisa. Tapi aku istrimu. Istrimu.." ❤❤❤ Kate bangkit dari ranjang setelah dua jam lamanya ia tertidur. Ia berjalan menuju lemari hias dan bercermin sambil mengikat rambutnya ke atas. "Aku harus mandi setelah itu minum kopi. Aku merindukan kafein sekarang." Ucapnya lalu beranjak dari kamar menuju kamar mandi tepat disebelah kamarnya. Kate membuka pintu kamar mandi. "Hah! Ups sorry." Ia terkejut lalu kembali menutup pintu setelah melihat Aaron berdiri di bawah pancuran dan melirik ke arahnya. "Ya Tuhan, aku sudah melihatnya." Melangkah menuju sofa sambil menghela nafas. "Telanjang." Lalu duduk di sofa dan bertopang dagu. Wajahnya jadi merah padam mengingat kejadian beberapa detik yang lalu apa lagi saat mereka beradu pandang. Dan tentu saja itu takkan membuat Aaron nyaman sama seperti yang ia rasakan. Menjadi canggung. 'Ceklek' Kate menoleh ke arah pintu kamar mandi yang terbuka dan Aaron keluar dengan kain handuk menutupi pinggulnya sambil mengibaskan rambut dengan handuk kecil. "Maaf, aku tak tahu kalau kau sedang didalam sana." Ucapnya meminta maaf sambil bangkit dari sofa. "Lain kali kau harus mengetuknya terlebih dahulu, Kate. Aku butuh privasi," sahut Aaron lalu beranjak menuju kamarnya. Kate tersenyum kecut, mengangguk lalu bergumam. "Ya. Privasi. Kau membutuhkan privasi, Aaron."  Tangannya terkepal dan sejuta rasa campur aduk didadanya sekarang. Ada rasa kecewa, menyesal, marah dan sedih. Dan Kate sadar ia tak lain seperti orang yang menyewa kamar Aaron, bukan istrinya. "Tenang, Kate. Kau pasti bisa melalui ini semua," gumamnya berusaha untuk tak menangisi hal sepele. Ya, hanya hal sepele. Sebuah privasi. Tak ingin berlarut dengan posisinya sebagai istri pengganti dan untuk tidak mengambil hati atas ucapan Aaron tadi, Kate melangkah dan memasuki kamar mandi. Setelah melepas semua pakaian, ia berdiri di bawah pancuran. Memutar kran lalu membasahi seluruh tubuh dari ujung kepala hingga kaki. Air matanya menetes dan berulangkali berkata, "Aku membencimu, Lisa. Aku membencimu.." Sebisa mungkin Kate menahan isak tangisnya walau rasanya ia ingin menangis meraung dan menyesal sudah menerima wasiat Lisa. Ucapan Aaron sudah menyinggung perasaannya kali ini dan mematahkan hatinya. ❤❤❤ Kate keluar dari kamar setelah mengenakan kaos turtle neck yang dilapisi jaket dan celana jeans. Aaron menyapanya dari arah pantry, sedang menyusun piring di atas meja. "Kau tidak makan? Aku sudah membuat steak untuk makan malam kita," tanyanya melirik Kate didepan pintu kamar. Kate menoleh ke arahnya. "Kita? Oh ya aku lupa jika kita suami istri. Ya, pasangan suami istri penuh privasi," Bisik batinnya lalu menggeleng. "Tidak, terima kasih. Aku mau keluar sebentar." Balas Kate lalu beranjak meninggalkan Aaron yang terdiam. Kate keluar apartemen sementara Aaron menghela nafas sambil memandang dua porsi steak yang sudah siap santap. Tak lama ia tertawa kecil. "Dia pasti marah padaku." Gumamnya dan terpaksa menghabiskan dua porsi steak itu seorang diri sambil mengeluh. Kate menghentikan taksi tepat didepan gedung apartemen. Tak ada tujuannya selain coffe shop dan menikmati kesendiriannya sebagai istri yang kesepian.  Tiba-tiba Kate teringat Suzy yang mempunyai satu hutang pertemuan dengannya. Tanpa menunda waktu Kate mengambil handphone dari saku jaket lalu menghubungi Suzy. Panggilannya tersambung tapi tak di angkat. "Come on, Suzy. Kumohon temani aku malam ini," gumamnya dengan handphone berada di telinga. Kate mematikan panggilan dan kali ini ia menghubungi rumah Suzy yang tak lama Norah, ibu Suzy mengangkatnya. "Kau terlambat, Kate. Suzy baru sepuluh menit yang lalu pergi bersama Mark." Sahut Norah menjawab pertanyaan Kate. "Jika dia tak mengangkat panggilanmu mungkin batrei hanphone nya lowbat," jawabnya lagi. Tidak. Itu tidak mungkin. Dengan jelas panggilan ku tersambung tadi. Dan itu bukan nada panggilan tak tersambung tapi tak di angkat. Batin Kate tak setuju jawaban Norah. "Baiklah, Norah. Aku akan menghubunginya lagi nanti." Balas Kate lalu menutup panggilannya. Sekali lagi Kate kecewa dan sebuah kata mengambang di atas kepalanya.  Privasi.  Demi privasi Suzy tak mengangkat panggilannya dan demi privasi juga ia meninggalkan Aaron menyantap makan malam tanpanya. Dan demi privasi juga harga dirinya terluka hari ini.  Untuk kedua kalinya Kate menangis dan harus menghabiskan malam di Coffee shop seorang diri. Tanpa suami, sahabat atau orang yang mencintainya. Kate menyandarkan kepala di jok kursi mobil sambil mengusap pipinya yang basah lalu berkata, "Aku merindukan Bali sekarang."                
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD