Bab 1: Siapa Aku?

887 Words
Aku terbangun di kamar yang besar, penuh dengan bau obat dan alat medis. Ingatanku sangatlah sedikit tentang apa yang terjadi, bahkan tentang diriku. Aku masih bertanya-tanya, siapakah aku?   Seorang pemuda, kurang lebih usia ku tampak membaca bukunya. Dia memakai baju serba putih dan pedora hitam, yang dimana pedora itu merusak keselarasan bajunya. "Kau sadar akhirnya?" tanya pemuda itu. "Iya," jawabku lirih.   Aku hanya bisa melihatnya bingung. Lalu pemuda itu tampak mendekatiku. Mata kirinya ditutupi, seperti seorang bajak laut. "Bagaimana ingatanmu, Ahya Sholihin?" tanya pemuda itu.   Aku hanya bisa tertegun. Namaku adalah Ahya Sholihin? batinku.   "Kakak ingin pergi ke sekolah kamu dulu, ada yang kakak urus," ucap pemuda yang mengaku sebagai kakakku. "Iya... Ka," jawabku dengan senyum tipis di wajahku.   Dia bergegas menuju pintu dan membuka pintu kamarku, lalu berhenti sebentar. "Oh ya, nama kakak mu ini adalah Sholihin Fath, panggil kakak Fath aja," ucap kakak itu. "Kak... Sholihin Fath..." ucapku terbata-bata. Dia hanya tersenyum ke arahku lalu membalikkan badannya keluar dari ruanganku.   Aku melihat ke sekelilingku. Yang ku lihat hanyalah infus dan obat-obatan. Aku merasa lelah...   Tak ku sadari, akhirnya aku tertidur.   ***     FATH Aku datang ke sekolah SMA ku dulu dengan membawa beberapa dokumen dan berkas. Ya, aku ingin mengurus data Ahya Sholihin dengan para guru sekolah ini, sekolah SMA Januari, sekolah SMA ku dulu.   Di ruang guru, ada seorang wajah yang cukup ku kenal, ya, dia teman SMA ku, Khalid. Entahlah berapa lama sudah kami tidak bertatap muka setelah kelulusan bulan lalu. Aku bersalaman dengannya.   "Hey Khalid!" ucapku santai sambil bersalaman.   "Wah wah wah, sang juara ternyata!" balas Khalid tak kalah santainya.   "Gimana kabar lo?" tanya Khalid ke arahku.   "Tumben make lo, biasanya pake kamu," balasku. "Kabar ku baik aja lah," jawabku. "Kamu?" Tanyaku ke arahnya.   "Tak kalah baik lah!" jawab Khalid. "Ngapain lo ke sini?" tanya Khalid lagi.   "Mengurus administrasi Ahya," jawabku santai.   "Oh, ok bro," jawabnya santai. Dia pergi keluar dengan salinan nilai UN, sepertinya buat urusan administrasi kuliah.   Aku masuk ke ruang kepala sekolah dan menghadap pak kepsek. Tapi, ternyata beliau tidak ada. Akhirnya, aku mengurus administrasi dengan pak Abdullah, wakil kepsek disini.   Saat aku selesai, aku pun bertanya keberadaan kepala sekolah. "Pak kepsek lagi ada panggilan dinas di luar," jawab Pak Abdullah. "Makasih pak buat infonya, salam untuk beliau," jawabku dengan sopan. Aku menyalimi tangan beliau dan pergi keluar.   Saat aku menuju pagar, aku bertemu dengan junior-junior ku, Ali dan Faisal. "Kak Fath!" ucap Ali dan Faisal bersamaan. "Kalian, apa kabar?" tanyaku pada mereka. "Baik kak!" jawab mereka. "Zakaria ada kabarnya kak?" tanya mereka.   Aku tak membalas, serasa seperti terkena kilatan petir. Sepertinya mereka tampak menyesal menanyakan tentang itu. Ya, mereka baru saja membangkitkan ingatan masa lalu ku bersama sepupu ku 'yang sudah wafat', Zakaria. "Maaf," ucap mereka. "Tak apa-apa," balasku, "kakak permisi dulu," sambungku seraya pergi dari sekolah.   Di depan pagar, aku bertemu dengan beberapa siswi kelas XII IPA 5. Sebagian dari mereka cukup mengenaliku dengan sangat baik sampai sekarang. Salah satu dari mereka mendatangiku.   "Kak Fath!" ucap siswi itu. "Ya?" jawabku santai. Mereka masih berlari mendatangiku.   "Kak, apa ada kabar soal Zakaria kak, baik keluarganya atau apa gitu?" tanya siswi itu kala mereka berada di hadapanku. "Luna!" Senggol siswi di sampingnya. "Hey Cherry! Aku berhak tanya!" balas siswi bernama Luna itu ketus. "Sadri Lun, sadri!" Balas siswa bernama Cherry itu. "Nita! Lo belain gue atau Luna?" Pandang Cherry ke temannya yang lain, Nita.   "Ga usah berantem," ucapku. "Dia sudah tiada, kakak tidak mau membahasnya lagi," ucapku datar. Pikiranku masih sedikit melayang. "Kak... Kami mohon kebenarannya kak, kami yakin Zakaria Ahya masih hidup kak!" Balas Luna. "Sudah, yang mati tak akan kembali," jawabku tegas. "Tapi kak... Amalia sering absen kak semenjak kejadian itu kak. Dia tak pernah tersenyum dan juga menjadi sangat tertutup!" balas Nita, yang langsung mendapat jitakan dari Cherry dan Luna. "Ouch!" ucap Nita. Aku menarik napas panjang.   "Yang mati tak akan kembali," jawabku, mengulang pernyataanku tadi. "Tapi, kalau yang mati itu sebenarnya masih hidup?" tanya seseorang di belakangku. Aku membalikkan badanku. Mereka semua juga melihat ke arah orang itu.   Di sana ada seorang siswi, yang wajahnya sangat murung. Matanya redup seperti putus asa. Kecantikannya tertutupi oleh kesedihan di wajahnya. "Berarti dia tidak pernah mati. Tapi maaf, Zakaria Ahya mati bersama dengan kecelakaan itu," ucapku sambil meninggalkan mereka. Aku bisa melihat siswi tadi hanya bisa berlinang air mata.   "Kak Fath," ucap seseorang di belakangku. Aku membalikkan arah. Ya, suara tadi ternyata suara siswi yang berlinang air mata itu. "Pedora kakak... Putih menandakan kesucian.... Selama ini, kakak selalu memakai pedora hitam... Semenjak kejadian itu... Apa yang membuat kakak hari ini memakai pedora putih?" tanyanya sedikit terbata-bata. "Aku tidak bisa tenggelam dalam kesedihan selamanya kan?" balasku santai, dengan senyum penuh arti. Mereka hanya bisa heran mendengar jawabanku. Aku pergi meninggalkan mereka, tanpa mempedulikan reaksi mereka.   Aku tahu, kecelakaan yang mereka bahas adalah kecelakaan beberapa bulan lalu, yang 'merenggut nyawa' sepupu ku, Zakaria Ahya. Zakaria Ahya adalah seorang siswa yang pintar, sering membawa pulang trophy kemenangan untuk sekolah dan menjadi rebutan cewe. Kalau orang dapat satu aja kadang sulit, dia itu sudah pada baris cewe. Sekolah ini sangatlah lain saat dia ada. Tapi, semua itu sudah berlalu. Zakaria Ahya 'mati' dalam kecelakaan itu. Dia sudah tiada, dan yang sudah tiada, tidak akan kembali. Sementara itu, siswi tadi adalah perempuan yang menyukai Zakaria Ahya, dan ternyata, Ahya pun menyukainya. Bukan sekedar suka, tapi lebih dari itu. Kalau takdir berkata lain?   ***   Ahya Aku melihat pintu itu terbuka. Ternyata, Kak Fath yang pulang dari urusannya.   "Bagaimana kak?" tanyaku lirih. "Kau istirahat dulu, coba untuk memulihkan ingatanmu," ucap kak Fath. "Baiklah," jawabku lirih.   Aku melihat ke sekitarku. Kak Fath masih membaca buku tentang psikologi. Aku tidak tahu jurusan apa yang dia pilih, tapi sepertinya sebuah jurusan yang bersifat sosial.   Aku kembali menutup mataku dan tidur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD