Part 2 - Bookstore

1986 Words
Woojin memijat pinggang kakeknya dengan perasaan terpaksa. Ia pikir kakeknya akan memarahinya. Nyatanya tidak sama sekali. Woojin curiga kakeknya juga mengira ia gay. "Kakek pilih yang mana? Yoona atau Sunny?" tanya Yeonsoo. "Yoona!" "Ah, Kakek kita sehati!" ucap Yeonsoo histeris. Kedua orang itu ternyata sama-sama menyukai SNSD. Karena itu mereka akur begitu. Bahkan kakeknya terlihat lebih akrab dengan Yeonsoo dibandingkan dengannya. "Suatu saat nanti kita harus menonton konser bersama." ucap Kakek Park. "Eum! Tentu saja!" Woojin berhenti memijat. Ia menghadap ke arah foto neneknya yang terpajang di dinding ruang tamunya. "Nenek, lihat kelakuan Kakek setelah kepergianmu! Ia bahkan berani mengajak gadis muda untuk menonton konser bersamanya." adu Woojin. Kakek Park sontak bangun dari posisi tengkurapnya dan memukul kepala Woojin dengan keras. "Jangan mengatakan yang tidak-tidak dasar cucu durhaka! Aku hanya mengakrabkan diri dengan cucu baruku." ucap Kakek Park membela diri. Woojin mendesis. Tapi tak mengatakan apapun. Ingin melawan pun tak mungkin. Ia takut nanti kakeknya malah menyebutnya durhaka lagi. Ia beralih pada si biang masalah, Yeonsoo. "Mengapa kau memasak dan membuat dapurku kacau?" tanya Woojin kesal. "Maaf, aku lapar dan tak ada makanan. Aku sudah mengatakan padamu aku tak bisa memasak, kan? Oh iya Kak, telurku tadi masih ada?" tanya Yeonsoo. "Sudah kubuang." Yeonsoo menoleh pada Woojin dengan mata yang berkaca-kaca. Oh tidak! Tidak lagi! "Huaaaa aku lapar! Telurku!" rengek Yeonsoo. "Kau mau makan makanan sampah itu? Itu benar-benar gosong. Semua bagiannya berwarna hitam." ucap Woojin membela diri. Yeonsoo masih menangis. Kakek Park menatap Woojin kesal. "Bagaimana bisa kau dengan santainya membuat wanita menangis?" desis Kakek Park. Yeonsoo menatap Kakek Park dengan mata berkaca-kaca, "Kakek~" "Ah sudahlah! Berhenti menangis dan pergilah ke meja makan! Aku sudah memasak makanan untukmu." ucap Woojin kesal. "Yeayy!" Yeonsoo berlari ke meja makan. Setelah itu terdengar bunyi gedebuk yang keras. Kedua pria yang duduk di ruang tamu itu mengabaikannya. Woojin menghela nafas karena kakeknya menatapnya dengan pandangan menuntut. "Sekarang apa yang akan kau lakukan?" "Kakek, Yeonsoo adalah adik Yebin. Kau tentu tahu Yebin sangat berjasa telah menolongku dulu. Sekarang giliranku menolongnya." ucap Woojin serius. "Bukan itu maksudku!" protes Kakek Park. "Lalu apa maksudmu?" tanya Woojin tak mengerti. "Dimana sopan santunmu? Hanya Yeonseo yang kau buatkan makanan? Kakek juga lapar!" rengek Kakek Park. Woojin menghela nafas. Inilah tak enaknya memiliki kakek dengan kepribadian ajaib. *** Woojin sengaja keluar terakhir dari kelasnya. Ia ingin melihat apa Seungwan menunggunya. Ternyata Seungwan benar-benar menepati janjinya. Gadis itu menunggu Woojin di depan kelas. "Woojin-ah, ingin pergi sekarang?" Seungwan mengecek ponselnya lalu memperlihatkannya pada Woojin, "Temanku merekomendasikan toko buku yang lengkap. Tapi tempatnya sedikit jauh. Kau ingin pergi kesana?" Woojin melihat alamat dari tempat yang dimaksud Seungwan, "Eumm, baiklah." Woojin diam-diam bersorak dalam hati. Semakin jauh tempatnya berarti semakin lama Woojin bisa bersama Seungwan. *** Mereka sudah sampai di toko buku yang Seungwan katakan. Perjalanannya memang cukup jauh namun Woojin bahagia selama perjalanan itu. Seungwan adalah orang yang supel dan memiliki banyak bahan pembicaraan yang membuat Woojin tak bosan dan canggung. Lonceng yang tergantung di pintu berbunyi saat mereka masuk ke dalam toko. Woojin mengedarkan pandangannya. Melirik buku-buku yang berjejer di rak. "Selamat da—Astaga!" Yeonsoo membelalak saat yang masuk ke toko itu adalah Woojin. Woojin sama terkejutnya dengan Yeonsoo. Yeonsoo siap-siap mengambil langkah seribu. Sayangnya ia kalah gesit dengan Woojin. Pemuda itu berhasil mencengkram kerah belakang seragamnya. "Kak Woojin, lepaskan aku!" jerit Yeonsoo. "Mengapa kau bolos sekolah dan ada di sini hah! Dasar gadis tengik!" marah Woojin. "I-itu karena—Hei! Kakak Bermuka Dua!" teriak Yeonsoo sambil menunjuk tepat ke arah Seungwan. Seungwan melotot. Woojin menoleh padanya. Lalu kembali lagi pada Yeonsoo. Yeonsoo memanggil Seungwan dengan sebutan apa tadi? Kakak Bermuka Dua? Yeonsoo menepis tangan Woojin dari kerah belakangnya. Ia mendekati Seungwan yang mulai menutupi wajahnya dengan tas. "Ahh, benar! Kau Kakak Bermuka Dua!" seru Yeonsoo. "Hei! Kang Yeonsoo kau ingin bekerja atau tidak? Mengapa kau bersantai di sana?" tegur pemilik toko. Ia menyapa Woojin dan Seungwan dengan senyum ramah. "Maaf bila salah satu pegawai saya mengganggu kenyamanan kalian, silahkan melihat-lihat dulu." ucapnya. Ia berbalik pada Yeonsoo, "Kau bocah nakal, bantu Heejoo di belakang." "Tapi Kak Jungwoon—" "Cepat sana!" perintah Jungwon. Yeonsoo mendengus dan meninggalkan mereka. Mungkin ini hanya perasaan Woojin, namun ia melihat mata Seungwan sempat membola saat sang pemilik toko menyebutkan nama Heejoo. Tunggu! Heejoo? Woojin merasa familiar dengan nama itu. Mungkinkah salah satu kekasih Baekhyun? "Woojin-ah apa bisa kita mencari toko buku lain saja?" pinta Seungwan. "Mengapa? kita sudah sejauh ini." Mendengar penolakan Woojin, Seungwan menjadi semakin gelisah. Hal itu membuat Woojin semakin penasaran, ada apa sebenarnya? *** Yeonsoo sudah selesai dengan pekerjaannya. Saatnya pulang! Awalnya ia akan bersemangat bila waktu pulang tiba. Tapi sekarang semangatnya hilang karena takut pada Woojin. Ia mengendap-endap, mengintip apakah Woojin sudah pulang atau tidak. Ah aman! Saatnya pulang! "Mau kemana kau?" ucap seseorang. Yeonsoo tak perlu menoleh untuk tahu siapa itu. Ia meringis lalu menoleh dengan wajah datar. "Pulang." "Baiklah! Kau pulang bersamaku!" Woojin langsung menyeret Yeonsoo ke arah mobilnya. Woojin marah, benar-benar marah. Alasan mengapa Yeonsoo dititipkan pada Woojin adalah karena sekolahnya. Ia tak bisa terima bila Yeonsoo bolos sekolah hanya demi bekerja di sini. "Kau! Sejak kapan kau bekerja di toko buku ini?" marah Woojin. "Ah itu ... Errr sejak perusahaan ayahku mulai tidak stabil mungkin?" ucap Yeonsoo canggung. "Jadi selama itu kau tidak sekolah?" semprot Woojin. Yeonsoo menelan air liurnya gugup. Takut bila Woojin melaporkan hal ini pada Yebin. "T-tentu saja tidak! Aku bolos baru hari ini. Biasanya jadwalku tiap pulang sekolah." elak Yeonsoo. "Sebenarnya untuk apa kau bekerja? Hah?! Apa kau butuh uang? Berapa yang kau butuhkan? Aku akan memberikannya padamu! Aisshh, Yebin akan membunuhku bila ia tahu aku membiarkan kau bekerja saat kau tinggal bersamaku!" marah Woojin. Kegugupan dan ketakutan Yeonsoo langsung hilang mendengar kata-kata Woojin. Ia merasa terusik karena Woojin seakan-akan mengatakan dirinya itu pembawa masalah. "Walaupun aku butuh uang pun aku takkan meminta padamu! Aku juga sadar diri! Aku sudah banyak merepotkanmu! Tenang saja, Kakakku takkan tahu mengenai hal ini." ucap Yeonsoo kesal. Woojin mengacak-acak rambutnya, kesal. Bukan maksudnya untuk membuat Yeonsoo tersinggung. Tapi apa yang ia katakan tadi memang akan terjadi bila Yebin tahu mengenai pekerjaan Yeonsoo. Woojin menghela nafas. Tenang Park Woojin, tenang. Percuma ia marah-marah pada gadis bebal ini. Omelannya hanya akan masuk di telinga kiri dan terpental keluar. Tak sampai ke telinga kanan. Karena bila masuk ke telinga kanan pasti akan ada yang terselip walau hanya sedikit sebelum keluar kembali. Eh? Mengapa Woojin jadi membicarakan telinga? "Mengapa kau memanggil Seungwan dengan sebutan Kakak Bermuka Dua?" Woojin mengganti topik. "Eumm itu ... Dia seniorku dulu. Dia galak, kasar dan senang mengucilkan siswi lain. Tapi dimata para pria dan para guru ia sangat cantik, baik dan juga anggun. Karena itu aku memanggilnya Kakak Bermuka Dua." jelas Yeonsoo. Yeonsoo mendekatkan tubuhnya dengan Woojin. Menatap mata pria itu dengan tatapan serius. Membuat Woojin sontak mundur agar wajahnya tak terlalu dekat dengan Yeonsoo. "Aku tahu kau mungkin sedang mencoba kembali menyukai wanita. Itu hal yang bagus, tapi aku tak rela bila wanita itu adalah Kak Seungwan! Kau sudah baik padaku, aku takkan membiarkanmu menjadi korbannya!" ucapnya serius. Woojin berdecak dan mendorong dahi Yeonsoo dengan telunjuknya. "Jangan ikut campur dengan urusan cintaku! Ah ada satu pertanyaan lagi. Siapa Heejoo?" Yeonsoo membulatkan bibirnya dan mengerjap sebelum memandang Woojin seakan-akan Woojin adalah alien. "Dia itu kuliah di universitas yang sama denganmu, Kak! Kalian bahkan selalu berada di kelas yang sama! Ah, ternyata benar kata Kak Yebin, kau orang yang tak pernah memperhatikan sekitarmu." cibir Yeonsoo. "Hei, kau pikir nama Heejoo itu hanya dimiliki oleh satu orang? Aku mana tahu kalau Heejoo yang ini adalah Heejoo yang sekelas denganku." Woojin mengelak, mencari alasan. Yeonsoo mengendikkan bahunya. Ia mengambil ponsel dari dalam tasnya. Yeonsoo mengernyit saat membaca pesan dari sahabatnya. Tiba-tiba ia mendapatkan ide cemerlang. Ia menatap Woojin dengan tatapan menilai. "Ada apa? Mengapa kau menatapku?" tanya Woojin heran. Ia menyalakan mesin dan mulai menjalankan mobilnya. "Kak Woojin, karena kau sudah tahu mengenai pekerjaanku di toko buku ... Aku ingin berterus terang padamu. Sebenarnya aku masih memiliki satu pekerjaan lain lagi." "Ada lagi?! Kau ini benar-benar!" marah Woojin. "Aku berjanji takkan ketahuan, tapi kau harus membantuku!" Yeonsoo memasang wajah memelas. "Mengapa aku harus? Membantumu hanya akan membuatku kesulitan." cibir Woojin. "Kau harus karena jika kau tak membantuku, aku akan berbohong pada Kak Yebin bahwa kau yang memaksaku bekerja! Kau tahu betapa hebatnya aku dalam berakting. Bahkan para artis dalam drama tak bisa menyaingiku." ancam Yeonsoo. *** "Ya, taruh tanganmu di pinggang Kak Jaehoon! Ya!" Dengan foto ini ia akan kaya! Banyak orang yang akan membayar untuk foto berkualitas tinggi seperti ini. Yeonsoo tertawa senang. Inilah pekerjaan lainnya. Yeonsoo adalah pemilik sebuah blog yang berisi fanfiction dan segala tentang gay. Dari blog itu ia bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya tanpa harus menggunakan uang yang dititipkan keluarganya untuknya. Yeonsoo terus mengambil gambar Jaehoon dan Woojin yang saling berpelukan. "Yeonsoo-ya, kau bisa menjamin pelangganmu takkan menyebarkan identitas kami bukan? Jika sampai tersebar maka mati kau!" ancam Jaehoon. Tentu saja Jaehoon khawatir mengenai masalah ini. Saat ini ia masih memiliki sepuluh kekasih yang cantik-cantik. Jika beredar kabar mengenai dirinya yang gay dilengkapi dengan bukti fotonya dengan Woojin, maka habislah ia. "Kau tenang saja, Kak. Aku sudah membuat perjanjian dengan para pelangganku. Foto-foto kalian hanya akan menjadi koleksi mereka." ucap Yeonsoo. Yeonsoo berhenti memotret dan membuka laptopnya. Woojin dan Jaehoon melepaskan pelukan mereka dan saling memandang jijik. "Mengapa aku harus ikut dalam penderitaanmu?" bisik Jaehoon. "Kau juga sahabat Yebin, berarti adiknya juga tanggung jawabmu. Aku tak ingin menderita sendirian di sini." balas Woojin. Jaehoon mendengus kesal. Tiba-tiba Yeonsoo berdiri di depan mereka dengan wajah berbinar. "Kak Jaehoon, aku menyukai pandanganmu tadi. Kau terlihat sangat mencintai Kak Woojin! Ah atau mungkin kau memang benar-benar mencintainya." ucap Yeonsoo. "Aku tak mencintainya! Jangan sembarangan menyimpulkan kau! Aku hanya mampu mengontrol mataku untuk menatap seseorang seperti itu. Kau tahu, aku ini seorang pria dengan banyak kekasih. Jadi aku harus memiliki tatapan seolah-olah aku mencintai mereka semua." ucap Jaehoon. Yeonsoo mengangguk-angguk sok mengerti, ia mencibir, "Ya ya, mau sampai kapan kau menyembunyikan hubungan kalian dariku? Dasar gay denial." Jaehoon mengangkat tangannya menyerah. Percuma ia berdebat dengan gadis ini. Yeonsoo akan terus menganggapnya sebagai seorang gay dan percuma saja ia menyangkalnya. "Kak Woojin, mengapa pandangan matamu payah begitu di setiap foto? Kau seperti merasa jijik. Mengapa kau bersikeras berakting begitu di depanku? Aku sudah tahu hubungan kalian." Sama seperti Jaeoon, Woojin tak menanggapi ucapan Yeonsoo karena tak ingin berdebat. Ia menghela nafas. Apapun agar ini cepat selesai! "Baiklah mari foto ulang." "Bagus, sekarang saling berpandangan. Ya begitu! Posisi seperti ingin berciuman!" ucap Yeonsoo. Mereka mengikuti intruksi Yeonsoo. Tatapan penuh cinta ya? Woojin mana bisa menatap Jaehoon dengan tatapan seperti itu? Ah ada satu cara agar ia bisa melakukannya. Ia mulai membayangkan bahwa yang ada di depannya adalah Seungwan. Ya, Seungwan yang tersenyum manis padanya. Lihat bibir itu, senyum itu ... Woojin sangat menyukainya. Woojin jadi ingin menciumnya ... Woojin mendekatkan wajahnya hingga bibirnya dan Jaehoon hampir bersentuhan. Menyadari gelagat aneh Woojin, Jaehoon melotot horor dan mendorong Woojin menjauh. "Hei hei, kau mulai gila? Park Woojin aku tahu diriku sangat menawan dan memiliki daya tarik yang tak bisa ditolak. Tapi aku tak tahu itu juga berlaku pada pria!" marah Jaehoon. "I-itu karena aku membayangkan Seungwan tadi!" "Hei, itu lebih parah lagi! Kau ingin menciumku karena membayangkan Seungwan? Kau ingin aku menjadi pelampiasanmu? Hei, aku pria! Pria!" Sementara kedua orang itu mulai bertengkar, Yeonsoo melompat-lompat riang. Foto tadi pasti sangat laku! Apa pedulinya dengan Woojin dan Jaehoon yang mulai saling tonjok? Yang jelas ia akan mendapatkan uang yang banyak! **** Makassar, 29 Juli 2016 Dipublikasikan di dreame 19 Juli 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD