Part 1 - She Is Abnormal

1582 Words
Sebenarnya, Woojin termasuk pria yang kadar ketampanannya diatas rata-rata. Ia juga termasuk ke dalam golongan kaum berdompet tebal. Hanya saja ... entah mengapa Woojin hingga saat ini belum memiliki kekasih. Bukan, bukan berarti tak ada wanita yang meliriknya. Yah banyak wanita yang meliriknya. Hanya melirik, tapi tak tertarik. Nasib ya nasib~ Jika kalian bertanya apa saat ini apakah ada gadis yang Woojin sukai ... Jawabannya ada. gadis itu anggun, cantik dan juga berperilaku baik. Gadis tu satu jurusan dengannya di fakultas hukum. Bibir merah muda gadis itu pun sering melengkungkan senyum yang sangat Woojin sukai. Namanya adalah Son Seungwan. Karena sadar Seungwan terlalu sempurna, Woojin tak pernah berani mendekat. Ia memilih untuk berguru pada Jaehoon, sang playboy kelas kakap yang merangkap menjadi sahabatnya. Jaehoon berhasil membuatnya dekat dengan Seungwan, walau hanya sebagai teman biasa. Karena itu, Woojin semakin sering berdekatan dengan Jaehoon untuk meminta saran. Karena Woojin selalu bersama Jaehoon, orang-orang mulai salah paham mengenai kedekatan mereka. Itu didukung dengan Jaehoon yang mulai berhenti mendekati para gadis dan fokus membantu Woojin. Orang-orang jadi mengira mereka adalah pasangan gay. Semua salah paham, termasuk Yebin. Yebin adalah sahabat Woojin dan Jaehoon. Mereka bersahabat sejak mereka masih berada di SMP. Hanya saja, biasanya Woojin memang lebih dekat dengan Yebin dibandingkan dengan Jaehoon. Mungkin karena itu Yebin salah paham. Woojin menghela nafas, menatap ke arah dosen yang sedang menjelaskan materi. Ia berusaha fokus, walau sebenarnya saat ini pikirannya terbang dan melayang entah kemana. "Psstt pstt Park Woojin!" bisik seseorang. Woojin menoleh. Matanya membelalak. Jaehoon ada di sini? Jaehoon menyengir, lalu menunjuk ke pintu dan mengucapkan 'Kutunggu diluar' tanpa suara yang langsung ditanggapi dengan anggukan oleh Woojin. Terkadang Chanyeol geli sendiri dengan tingkah Jaehoon. Padahal Jaehoon bisa menghubunginya lewat ponsel. Bahkan sampai menyusup masuk seperti ini? Jaeohoon memang sahabatnya yang ajaib. Saat kelasnya selesai, Woojin menghampiri Jaehoon yang senyum-senyum sejak tadi. "Ada apa? Kenapa senyummu aneh begitu?" tanya Woojin. "Aku tak menyangka kalau di gedung fakultasmu banyak gadis-gadis cantik. Kalau aku tahu sejak awal, aku pasti akan sering datang ke sini." ucap Jaehoon. "Dan membuat orang-orang semakin salah paham? Jangan menyusup lagi atau nanti akan kubuat kau ketahuan dan diusir." ancam Woojin. "Dasar tak berperi keplayboy-an!" gerutu Jaehoon. Woojin mengabaikan gerutuan Jaehoon. Woojin sudah cukup lama bersahabat dengan Jaehoon untuk tahu bila ia menanggapi pria itu, Jaehoon akan semakin menjadi-jadi. "Oh iya aku hampir lupa dengan tujuan awalku ke sini! Bagaimana dengan Yeonsoo? Apa ia membuatmu repot tadi pagi?" tanya Jaehoon. Woojin memutar bola matanya kesal. Ia tak ingin membicarakan hal ini! Benar-benar tak ingin membicarakannya. "Ada apa?" tanya Jaehoon. "Dia ..." #flashback Tinggal dengan Yeonsoo benar-benar membutuhkan kesabaran dan pengendalian diri yang baik. Woojin bersyukur dirinya yang tinggal dengan Yeonsoo dan bukannya Jaehoon. Mungkin bila Jaehoon yang tinggal bersama Yeonsoo, pria itu sudah menerkam Yeonsoo hidup-hidup. Yeonsoo menganggapnya gay. Karena itu, Yeonsoo bahkan tak malu berkeliaran di dalam apartemennya hanya memakai handuk. Gadis itu tak tahu saja Woojin panas dingin menahan diri. "Hei, bukankah sudah kukatakan padamu? Pakai bajumu!" marah Woojin. Yeonsoo duduk di kursi meja makan. Menopang dagu memperhatikan Woojin yang sedang memasak. "Memangnya kenapa? Aku sudah lapar, Kak. Aku tak bisa menunggu lagi!" rengek Yeonsoo. "Pakai bajumu atau tidak akan ada sarapan untukmu?" ancam Woojin. Yeonsoo merengut lalu berlari ke kamarnya. Woojin menghela nafas lega, ia menatap ke bawah. Ia benar-benar harus mandi air dingin setelah ini. "Kak Woojin!" teriak Yeonsoo. "Apa lagi?" tanya Woojin kesal. "Bisa buatkan aku bekal?" Yeonsoo keluar lagi dari kamarnya. Masih dengan menggunakan handuk. "Kau tak bisa buat sendiri?" tanya Woojin. "Ayolah! Kumo—kyaaaa!" Yeonsoo jatuh ke lantai karena tersandung sofa. Woojin menoleh karena khawatir. Matanya membelalak. Astaga! Handuk Yeonsoo terlepas! Woojin segera menutupi matanya dengan tangannya. Woojin berteriak seperti wanita, "Kyaaaa! Pakai handukmu!" Yeonsoo berdiri dan melirik ke tubuhnya. Ia memakai kembali handuknya dengan santai. "Kenapa histeris begitu, Kak? Bukankah walau aku telanjang dan menari di depanmu kau takkan tertarik karena kau gay?" tanya Yeonsoo polos. Woojin menurunkan tangannya dari matanya dan menunjuk Yeonsoo sambil melotot, "Kau!" "Apa?" tanya Yeonsoo tanpa rasa bersalah. "Aku akan membuatkanmu bekal jadi cepat ke kamarmu dan pakai bajumu!" bentak Woojin. Yebin mengendikkan bahunya dan berjalan ke kamarnya. Woojin mengacak-acak rambutnya kesal. Aku bersumpah tadi ia melirik ke arah racun tikus di pojok ruangan. Mungkin ia ingin memasukkannya ke dalam bekal dan sarapan Yeonsoo. "Park Woojin dia adik sahabatmu, dia adik sahabatmu. Jangan membunuhnya ... Jangan membunuhnya!" Woojin bergumam sambil membuatkan Yeonsoo makanan walau ia masih mencuri-curi pandang ke arah racun tikus itu. #flashback off Jaehoon tertawa terpingkal-pingkal. Woojin mendelik kesal. Jaehoon kelihatannya sangat menikmati penderitaannya. "Wuaa kalian sedang membicarakan apa?" tanya seseorang. Sontak kedua pria itu menoleh. Jaehoon terkekeh karena Woojin sepertinya mulai salah tingkah. "Hai Seungwan-ah. Kami sedang membicarakan adik Yebin yang mmbbffttt ..." Sebelum Jaehoon menyelesaikan kalimatnya, mulutnya segera dibekap oleh Woojin. "Kami sedang membicarakan mengenai adik Yebin yang juga tak tahu Yebin ada dimana sekarang." ucap Woojin. Seungwan tersenyum prihatin. "Kalian pasti cemas. Kuharap ia segera memberi kalian kabar agar kalian tak khawatir lagi." ucap Seungwan. Lihat itu! Lihat itu! Bagaimana Woojin tak jatuh hati dengan Seungwan yang seperti itu? Jaehoon menepis tangan Woojin dari mulutnya. Ia berdecih karena Woojin masih terdiam dengan wajah bodoh. Mungkin terpesona oleh Seungwan. Tiba-tiba Jaehoon mendapatkan ide yang bagus. "Oh iya Woojin-ah bukankah kau kesulitan dengan skripsimu? Sudah bab tiga bukan? Seungwan-ah bisakah kau membantu Woojin?" pancing Jaehoon. Woojin menoleh pada Jaehoon sambil melotot. Jaehoon mengedipkan matanya pada Woojin seolah berkata 'percayakan segalanya padaku'. Seungwan tersenyum, "Tentu saja aku bisa." "Sebenarnya aku dan Woojin ingin ke toko buku besok. Sayangnya aku lupa bahwa aku memiliki janji lain dengan temanku. Bisa kau menemaninya? Kau pasti tahu buku-buku apa saja yang bisa jadi refrensi untuk skripsinya." jelas Jaehoon. "Kalau kau tak mau juga tidak apa-apa—" "Tentu saja aku mau." potong Seungwan cepat. Ia melirik ke arah jam tangannya, "Ah aku sudah terlambat! Baiklah Woojin-ssi sampai jumpa saat jam pulang besok!" Seungwan berlari meninggalkan kedua pria itu. Woojin menatap punggungnya dengan wajah datar. Jaehoon menepuk bahunya. "Besok adalah kesempatanmu. Pergunakan dengan baik." "Byun Jaehoon," panggil Woojin. "Ya?" "Jari-jariku gemetaran. Aku bahkan tak bisa merasakan kakiku." "Hiee?" *** Woojin pulang dengan hati yang berbunga-bunga. Ingatkan ia untuk memasakkan Yeonsoo sesuatu yang enak malam ini. Berkat percakapannya dengan Jaehoon mengenai anak itu, ia jadi bisa berkencan dengan Seungwan. Eh? Bukan kencan, ya? Hanya jalan-jalan untuk mencari buku? Ah terserah. Yang jelas Woojin menganggapnya sebagai kencan. Bibir Woojin yang tadinya melengkung dengan bahagia langsung membulat melihat siapa yang ada di depan apartemennya sekarang. Yang terburuk dari yang terburuk! Kakeknya! Woojin menghampiri kakeknya dengan panik, "Kakek?! Mengapa Kakek ada di sini?" "Aku hanya ingin menengok cucuku. Apa itu salah? Cepat buka pintunya." Kakek Park menatap cucunya itu. Woojin segera mencegat kakeknya. Kakeknya tak boleh tahu kalau Yeonsoo tinggal di apartemennya. "Kakek, kau tak ingin pulang saja? Kudengar dari Kak Seokjoong kalau Kakek sedang tidak enak badan. Akan lebih baik jika Kakek di rumah saja, ya?" Kakek Park menggeleng. Ia menyengir. "Tidak mau! Aku ingin melihat-lihat keadaan apartemenmu dulu sebelum pulang. Lagipula kau lihat bukan? Kakek baik-baik saja! Lihat ini!" Kakek Park mulai menari-nari sambil bernyanyi lagu 'Catch Me If You Can'nya SNSD. Woojin menepuk dahinya karena kakeknya mulai menggila. Krak! "Aduh! Aduh pinggangku!" keluh Kakek Park. Woojin segera membantu kakeknya. "Kakek! Bukankah sudah kukatakan padamu? Jangan menari-nari lagi! Kau sudah tua!" omel Woojin. "Tapi aku masih berjiwa muda! Aduh kau masih mau membiarkanku di sini? Apa aku tak mengajarimu sopan santun?" Kakek Park menjitak kepala Woojin, "Bawa aku ke dalam!" Woojin meringis dan memapah kakeknya ke dalam. Ia berdoa agar Yeonsoo belum pulang. Jika pun gadis itu sudah pulang, Woojin berharap gadis itu tak berbuat onar dengan keluar dari kamarnya. Woojin menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari Yeonsoo. Baiklah! Aman! Woojin memapah kakeknya ke sofa. Setelah mendudukkan kakeknya ia segera berdiri. "Aku akan mencari obat urut untuk pinggang Kakek. Tunggu di sini sebentar, ya?" pinta Woojin. "Baiklah tapi cepatlah!" Woojin mengangguk. Sebenarnya selain untuk mencari obat urut ia juga berniat mencari Yeonsoo. Dimana anak itu bersembunyi? "Psstt puss puss Yeonsoo-ya keluarlah~" Woojin masuk ke dalam kamar Yeonsoo. "Kak Woojin, kau sudah pulang? Ini bagaimana mematikannya?" teriakan Yeonsoo terdengar di luar. Woojin segera berlari ke luar. Terlambat! Kakeknya melihat Yeonsoo. Dan lebih parahnya, gadis itu berkeliaran hanya menggunakan tanktop tipis dan hotpants. Mata kakek Park melotot begitu pun Woojin. Woojin segera berlari untuk menutup mata kakeknya. "Apa yang kau lakukan?!" marah Woojin. "Apanya?" tanya Yeonsoo bingung. "Kau ... Pakaianmu itu! Seharusnya kau pakai celana!" "Ini juga celana! Lagipula mana aku tahu kalau ada tamu!" Seandainya Woojin punya empat tangan, pasti ia bisa menutupi telinga kakeknya juga. Sayangnya Woojin hanya punya dua. "Ah iya! Bagaimana cara mematikan kompor? Telurku gosong!" rengek Yeonsoo. "Astaga dapurku!" Woojin melepaskan tangannya dari mata kakeknya dan berlari ke dapur. Kakek Park masih melotot. Yeonsoo balas menatapnya dengan pandangan polos. "Kakek, tutup matamu! Kang Yeonsoo pakai pakaian yang pantas!" teriak Woojin dari arah dapur. Oh baiklah, kakeknya datang dan melihat Yeonsoo di apartemennya dengan pakaian yang bisa membuat orang berpikir yang tidak-tidak. Setelah ini kakeknya pasti akan menceramahinya mengenai masalah ini. Nasib ya nasib~ *** Makassar, 22 Juli 2016 Dipublikasikan di dreame 19 Juli 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD