3

1908 Words
Hampir tidak ada persahabatan yang benar-benar persahabatan antara laki-laki dan wanita. Begitupun yang dialami Alfen dan Dara. Terutama Alfen. Cowok itu cukup tersenyum melihat wanita yang tanpa sadar selama ini telah menempati ruang hatinya. Mengusir siapa saja wanita yang mencoba masuk ke hatinya. Hanya dia. Dia ... Dara... Si penguasa hatinya. Dara gak pernah sadar dan gak akan pernah sadar. Karena dimatanya, Alfen hanyalah sahabat. Tidak lebih dari itu. Awalnya Alfen gak peduli karena Dara dengan sifat cueknya terhadap laki-laki manapun disekitarnya, gak pernah mikirin perasaan mereka yang diam-diam sebenarnya ingin mendekati Dara untuk lebih dari teman. Namun Dara lagi-lagi bersembunyi dibelakang Alfen, menjadikan Alfen tameng dengan mengiyakan saja pemikiran mereka soal status hubungan mereka yang lebih dari sahabat. Alfen gak masalah. Ia malah senang jadi gak ada cowok yang berani deketin Dara lebih dari sahabat. Tapi untuk kali ini ? Dara yang jatuh cinta duluan. Walaupun Dara belum tau akan bersikap seperti apa, ataukah ia akan berusaha untuk mendapatkan Dion. Akankah Dara bersembunyi lagi dibelakangnya seperti biasanya ? Atau justru memperjelas hubungan mereka yang hanya sekedar persahabatan ke semua orang. Agar Dion gak salah paham. Agar Dara bisa pedekate sama cowok itu. Kenapa sedikitpun Dara gak pernah bisa melihat Alfen sebagai laki-laki biasa, bukan hanya sahabat? Kenapa malah orang yang baru, bahkan belum dikenalinya pun sudah membuatnya jatuh cinta? " Segitu gak keliatannya gue dimata lu ya? Apa saking deketnya sampe gue malah nutupin pandangan lu ke gue?" Alfen bergumam. Ia melempar senyum ke Dara yang sedang duduk memperhatikan Dion dari jauh. Cewek itu balas tersenyum kemudian kembali menatap objek yang membuatnya jatuh cinta beberapa hari ini. " Yooo lanjut lagi." Kevin selaku kapten futsalnya mengintruksikan ke teman-teman satu timnya untuk memulai latihan rutin mereka. Sementara Dara masih betah ditempatnya, memperhatikan Dion dari jauh. Sudah menjadi rutinitas sehari-harinya selama beberapa hari ini. Hari ini Dion keliatan manis dengan kaos hitam dan jeans hitam. Gak lupa jaket kulit coklat muda yang menyelimutinya. Rambutnya kadang acak-acakan diterpa angin sore ini. Bahkan cahaya yang mengarah ke tubuh cowok itu gak sedikitpun mengganggunya. Malah membuatnya semakin berkilauan. Entah apa yang sedang dikerjakannya di laptop. Sesekali hanya suara ketikan dari laptop itu yang terdengar. Merasa diperhatikan seseorang, Dion menoleh kearah Dara. Cewek itu langsung memandang kearah lain. Dion menatap bingung ke cewek yang duduk gak jauh darinya. Ia yakin sekali barusan cewek itu melihat kearahnya lalu melihat kearah lain. Atau perasaannya aja? Bodo amat. Ia kembali menatap layar laptopnya. Bahan skripsian ini harus segera selesai agar ia bisa cepet-cepet sidang. Mengingat cuti satu semesternya kemarin bener-bener membuat waktunya terbuang sia-sia. Kalo aja bukan permintaan orang tuanya, ia gak akan mau mengurusi bisnis itu dan meninggalkan kuliahnya hingga terlantar seperti ini. " Jantung gue ." Dara memegangi dadanya yang kali ini berdegup jauh lebih cepat dari biasanya. Apa pengintaiannya ketahuan sama Dion? Takut-takut ia melirik ke tempat Dion berada. Cowok itu kembali serius dengan laptopnya. Dara bernafas lega." Hampir mati gue." " Mati kenapa ?" Alfen nongol disampingnya sambil mengelap sendiri keringatnya yang menetes dari dahi dan lehernya. Dara memegangi dadanya lagi." Mati beneran lama-lama ini gue." Ia menatap kesal kearah Alfen. Kenapa sahabatnya ini suka banget dateng tiba-tiba sih? " Yailah lebay." Alfen melempar handuk kecilnya yang basah oleh keringatnya ke Dara. Tepat mengenai wajah cewek itu. Dara kembali melempar handuk kecil itu ke pemiliknya." Sialan! Bau keringet tau gak!" " Yeee keringet gue mah baunya ngangenin." " Ngangenin dari Hongkong !" Dara langsung beranjak dari tempat persembunyiannya karena Dion juga keliatan mulai membereskan laptopnya ke tas dan berdiri kemudian melangkah pergi. " Yah pergi kan." " Iyalah udah mau magrib kali. Mending kita juga balik." Alfen beranjak dan merentangkan tangannya. Menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Menghilangkan sesak didadanya. " Kapan tanding futsalnya? " Dara berjalan lebih dulu kearah parkiran mobil Alfen. Cowok itu mengikutinya dari belakang, memperhatikan langkah Dara dan cara cewek itu berjalan. Seperti biasanya. Kakinya iseng. Benda apa aja yang ditemui dilantai pasti dia tendang. Pernah dulu sampe ngenain kepala guru BK yang botak, dan mereka dihukum disuruh ngebantuin OB waktu SMA dulu. Karena katanya kalo ada sampah ya dipungut bukan malah ditendang. Kenapa Alfen dihukum juga ? Ya karena mereka satu paket. Jangan tanya adil apa enggaknya karena udah pasti gak adil. Tapi mereka terima-terima aja kok. Hitung-hitung solidaritas katanya~ " Masih akhir bulan sebelum UTS. Kenapa ?" Alfen menjawab pertanyaan Dara sambil memasang kunci mobilnya dan membukanya. Dara membuka pintu mobil disebelahnya dan duduk tepat disamping Alfen." Gapapa. Kangen aja liat lu tanding futsal kayak jaman SMA dulu." " Bilang aja kalo pesona gue pas lagi tanding futsal tuh terpancar sempurna kan? Sampe lo gak ngedip." Alfen mengedipkan sebelah matanya, menggoda Dara. Tapi yang digoda malah berdecih. " Kepedean lo ! Pokoknya kalo menang traktir ya. Yang mahal !" " Kapan sih gue gak traktir lo ?" Dara tertawa. Bahkan setiap hari traktir lo juga gue jabanin Dar. Asal lo terus-terusan sama gue. Alfen membatin. Selagi masih ada waktu. Selagi Dara masih selalu ada untuknya, Alfen akan memanfaatkan waktu yang berharga ini sebaik mungkin. Karena ia gak akan tau kedepannya seperti apa. Kalo Dara beneran jadian sama Dion ? Apa ia akan ditinggal seperti candaan Dara tempo hari ? Apa Dara akan membiarkannya kesepian ? Demi kebahagiaan orang yang dicintai ya. Kadang harus ada yang dikorbankan. Dalam hubungan persahabatan sekalipun, yang paling mencintai katanya akan menjadi yang paling tersakiti juga. Apa tujuan mencintai hanya untuk disakiti ? Tuhan tidak mungkin setega itu. Menciptakan sebuah rasa yang begitu indah hanya untuk menghadirkan rasa baru yang menyakitkan. Jika mencintai Dara sebegini menyakitkan, Alfen siap untuk sakit berkali-kali. Selagi Dara tetap ada untuknya, itu sudah lebih dari cukup. Karena persahabatan seumur hidupnya jauh lebih berharga dibanding hanya hubungan pacaran yang mungkin aja gak bertahan selamanya kan ? Dengan siapapun Dara nanti, Alfen yakin gak ada yang bisa menyaingi kenangan tentang persahabatan mereka selama ini. Dara gak akan semudah itu menggantikannya. " Gue mau masak ah." Ucap Dara memecah keheningan." Tapi bahannya abis. Ke supermarket dulu ya?" Ia menatap Alfen disampingnya yang sedari tadi hanya diam sambil menatap lurus ke jalan raya yang cukup lenggang sore ini. Tumben. " Request ayam kecap dong." Alfen nyengir. Seperti biasa. Dara mengangguk setuju." Iya iya. Udah waktunya belanja bulanan. Gue lupa." Ia menepuk jidatnya menyadari kebodohannya ini. Padahal salah satu hobynya adalah masak. Efek ditinggal kedua orangtuanya bekerja keluar kota, ia jadi terbiasa mandiri. Kalo lagi gak pengen makan diluar ya mending masak. Irit juga kan. Alfen memarkirkan mobilnya ke salah satu supermarket yang berada gak jauh dari kompleks rumahnya dan Dara. Cewek itu keluar lebih dulu dari mobil disusul oleh Alfen setelah mengunci mobilnya. Alfen memasukkan kedua tangannya ke saku celana jeansnya sambil mengikuti cewek yang sedang mengambil beberapa bahan makanan dan cemilan ke keranjang yang didorongnya. Sesekali ia memasukkan snack favoritnya dan beberapa minuman kaleng. " Kebiasaan deh soda-sodaan mulu. Buncit baru tau rasa lo !" Celetuk Dara melihat beberapa kaleng minuman soda yang dimasukan Alfen ke keranjang belanjanya. " Buncit bukannya seksi ya Dar?" Dara menatap jijik kearah sahabatnya itu. Alfen terkekeh. Lalu membantu Dara mendorong keranjang belanjaannya." Seriusan ntar diabetes lu kebanyakan minum soda." " Jadi udah ketularan Gita hmm ?" Alfen menepuk jidat Dara dengan salah satu wortel yang dimasukkan cowok itu ke keranjang. Iya Gita. Salah satu temen masa SMA mereka yang pinter banget dan sekarang lagi kuliah jurusan kedokteran. " Yeeee apa salahnya kan demi kebaikan lo juga." Dara berdecak sebal karena sahabatnya ini ngeyel banget. " Ciee kamu kok so sweet sih." Alfen malah mencolek dagu Dara dengan gaya menggoda. " Diem deh !!" Dara langsung menghindar dan mendorong duluan keranjang belanjaannya. " Yeee ngambek." Di bagian daging, Dara ngeliat sosok yang sangat dikenalnya. Dion. Masih dengan pakaian yang sama dengan yang cowok itu kenakan dikampus, sekarang ada di depan mara Dara. Lagi belanja juga sama kayak mereka. Bedanya Dion memakai keranjang yang ditenteng, yang udah berisi beberapa sayuran dan daging. Di telinganya menempel ponsel yang ia jepit dengan bahunya, sambil memilih-milih daging ayam potong. " Iya ma... Paha ? ... Iya yang isi 6 kan. Udah.... Apalagi? .... Oke." Dion keliatan sedang menelpon seseorang. " Ya ampun ! Unyu banget sih cowok belanja kayak gitu." Jerit Dara yang ditahan sebisa mungkin, ia menyembunyikan wajahnya dengan sawi yang ada ditangannya yang tentu saja gak bakal menutupinya sama sekali. Malah yang ada orang mengira Dara itu aneh. " Perasaan gue tiap bulan nemenin lo belanja gak ada dibilang unyu tuh." Alfen sok cemburu sambil mengerucutkan bibirnya." Lagian ngapain ngumpet juga. Emangnya dia kenal sama lo ?" Ia merebut sawi yang menutupi sedikit wajah Dara dan meletakkannya kembali ke keranjang belanja mereka. Dara nyengir, menyadari kebodohannya." Iya juga sih." Gak lama Dion langsung melangkah ke kasir untuk membayar belanjaannya. Dara tetap menatap cowok itu sampe Dion bener-bener keluar dari supermarket. " Udah mengaguminya?" Alfen bertopang dagu di salah satu rak bumbu dapur sambil menatap lurus kearah Dara dengan tampang bosan. " Pantes lu jadi model iklan terasi udang." Dara terkekeh sambil mendorong keranjangnya kearah kasir. Sepertinya belanja bulanan hari ini cukup. Alfen menenteng dua plastik besar belanjaan mereka ke dalam mobil. Dara hanya menenteng satu plastik kecil yang berisi sabun-sabun keperluannya. ...... Begitu sampai dirumah Dara, Alfen langsung berbaring di sofa dan menyalakan tivi. Sudah biasa ia menganggap rumah Dara sebagai rumahnya. Dara juga begitu kalo kerumahnya. Sementara Dara langsung ke dapur, membereskan belanjaan bulanannya. Sebenarnya ia bisa aja menyewa pembantu untuk keperluan masak begini tapi ia lebih suka masak sendiri. Pembantu juga ada tapi hanya datang untuk beres-beres rumah aja dan sorenya pulang. Dara lebih suka masak sendiri. Ia menyiapkan bahan-bahan makanan untuk masak ayam kecap permintaan Alfen itu. " Alfen !!!! Bantuin motongin ayamnya kek ! Jangan maunya makan doang lo !!" Teriak Dara dari dapur yang tentu saja Alfen bisa mendengarnya. Karena jarak dapur keruang tivi hanya dipisahkan oleh ruang makan yang tidak terlalu besar. " Aduhhh !! Iya iya !" Alfen beranjak dengan malas. Daripada ia gak dapet jatah makan malem. Akhirnya Alfen membantu Dara memotong ayamnya. Setelah itu Alfen hanya duduk diatas meja makan sambil memperhatikan Dara memasak. Ia paling suka ngeliatin Dara masak, keliatan kayak istri idaman banget. Ya walaupun pecicilan dan galak gitu, masakannya patut diacungin jempol lah. Gak mengecewakan. ...... Dion meletakkan plastik belanjaannya ke dapur, mamahnya sudah menunggu sejak tadi bersama Safa, tunangannya sejak dua bulan yang lalu. Pertunangan yang tentunya gak dia inginkan. Ia langsung masuk kekamarnya dan melepas jaket kulit coklatnya, lalu berbaring. Terlintas dipikirannya tentang cewek yang tadi bersembunyi dibelakang sawi, yang jelas-jelas sama sekali gak nutupin mukanya. Ia inget, cewek itu juga yang sering memperhatikannya dikampus. Jadi kami satu kampus ? Dion mengingat lagi cowok yang selalu bersama cewek aneh itu. Kayaknya sih cowoknya. Kemana-mana mereka kan selalu bareng, bahkan belanja bulanan aja bareng kayak tadi. Enak kali ya menjalin hubungan atas dasar suka sama suka. Bukan paksaan orang tua. " Dion. Kamu mau makan malem bareng atau aku bawain kesini makanannya ?" Safa sudah berdiri didepan pintu kamarnya. Cewek ini begitu sopan dan manis menurutnya. Dion yakin siapa pun cowok bakal dengan mudah jatuh cinta padanya, tapi untuknya itu hal yang sangat sulit. Pertama, Dion gak pernah jatuh cinta. Kedua, Dion gak jatuh cinta sama Safa walaupun cewek ini keliatan sangat baik. " Pada makan duluan aja. Nanti gue nyusul." Ucap Dion akhirnya, selalu dengan nada dinginnya. Untung aja Safa gak pernah mempermasalahkannya. Safa mengangguk mengerti lalu meninggalkan cowok itu. Dion menutup matanya. Lagi-lagi bayangan cewek aneh itu muncul. Dia siapa sih ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD