2

1618 Words
Dara menatap langit malam dari balkonnya. Beberapa bintang muncul malu-malu disana. Menampilkan kilap cahaya mereka. Walaupun tetap saja yang bersinar paling dominan adalah bulan. Hari ini bulannya bulan sabit, Dara paling suka. Soalnya dulu kalo lagi lebaran Ibunya suka bikin kue salju bentuk sabit. Sayangnya aja sekarang Ibunya tinggal diluar kota mengurusi bisnis cakenya bersama Ayahnya yang juga ada pekerjaan di Surabaya. Dara memilih untuk tinggal sendirian di Jakarta karena sudah terbiasa dengan lingkungan ini. Bersama Alfen, sahabatnya dari orok yang juga orangtuanya bersahabat dengan orangtua Dara. Bahkan mereka mengurus bisnis kuliner bersama di Surabaya. Tinggal lah Dara dan Alfen yang tinggal sendirian di masing-masing rumah besar mereka. Rumah Alfen dan Dara hanya dipisahkan tembok kayu kecil ditengah-tengah kebun bunga buatan orangtua mereka sejak mereka kecil dan masih terawat sampe sekarang. Bahkan balkon kamar Dara hanya berjarak setengah meter dari balkon kamar Alfen. Cowok itu tentu saja lagi duduk di balkon kamarnya seperti Dara, menatap ke langit juga. Sesekali iseng ngelemparin Dara pake kulit kacang yang isinya tentu saja udah masuk ke perut Alfen. " Diem kek elahh!!" Dara mulai terusik dengan lemparan kulit kacang dari Alfen. " Lagian diem aja udah kayak emaknya ayam lagi ngeremin telor." Celetuk Alfen sambil terkekeh. Ia paling suka ngejailin Dara. Sehari aja gak ngejailin sahabatnya itu rasanya ada yang kurang. " Bodo ahh." Sebenernya Dara lagi membayangkan wajahnya Dion, si cowok manis dan dingin yang mirip es buah favoritnya itu. Rasanya mau senyum terus kalo udah inget mukanya Dion. Padahal mereka sama sekali gak pernah bicara. Bahkan Dara gak tau gimana senyumnya Dion karena emang cowok itu gak pernah senyum. " Lo sakit ya Dar?" Kali ini Alfen hendak menyebrang ke balkon Dara dan duduk di pagarnya sambil menatap lurus ke gadis didepannya yang masih aja senyam senyum ngeliatin langit. Ia mengkomat-kamitkan surat apa aja yang diingetnya sewaktu belajar ngaji bareng Dara pas mereka kecil yang selebihnya mereka cuma maen petasan disekitar komplek rumahan dan baru balik abis magrib. Biar dikira ngaji terus padahal mah enggak. Giliran ketauan malah disuruh ngaji private dirumah. Eh tapi guru ngajinya gak sabaran karena Dara dan Alfen yang emang bandelnya kebangetan waktu kecil. Sampe sekarang sih hehehe " Gue masih waras bodoh !" Dara menjitak cukup keras ke kepala Alfen. Bukannya kesakitan, cowok itu malah ketawa sambil memegangi kepalanya." Sukur deh kalo masih waras. Takutnya yekan saking frustasinya sama mata kuliah jadi stress mendadak. Ogah ah gue kalo disuruh nemenin lu di rumah sakit jiwa. Mending gue cari sahabat baru." Celotehnya panjang lebar. " Emang ada yang mau jadi sahabat lu lagi selain gue?" Dara menanggapi ocehan gak penting sahabatnya itu dengan santai. Alfen mengusap tengkuknya. " Gak sih. Lagian lu sih aneh! Senyum-senyum sendiri kayak orang lagi kasmaran. Siapa sih yang kejatohan kulit duren tuh saking sialnya disukain sama elu ?" Buk !! Satu jitakan lagi mendarat di kepala Alfen. Kali ini cowok itu meringis karena emang beneran sakit. Sekarang ia tau penyebabnya mereka gak pinter-pinter. Ya karena becandaannya jitakin pala orang mulu. Jadi gesrek kan otaknya. Pelajaran yang harusnya diserap otak malah cuma keluar masuk kuping kanan keluar kuping kiri. " Tapi kayaknya bener gue lagi jatuh cinta." Lagi-lagi Dara tersenyum. Lalu menatap Alfen dengan senyumnya yang masih terpasang. Alfen merinding." Semoga yang disukain sama elu gak sawan ya." Ia bersiap dengan jitakan yang mungkin aja mendarat lagi dikepalanya ini. Tapi Dara gak bereaksi walaupun mata cewek itu melotot karena kesal. Dara melotot." Serius dikit apa sih !" Ia menyerah. Curhat sama Alfen emang bukan hal yang tepat. Masalahnya mereka berdua sama-sama gak pernah pacaran dan jatuh cinta. Gimana dong ? " Iya iya ini gue serius." Alfen mengubah ekspresi wajahnya menjadi seserius mungkin. " Ah tau ahhh ! Balik sono lu !" Dara beranjak dari kursinya dan langsung masuk kekamar. Lalu mengunci pintu balkon kamarnya. Tinggal Alfen sendirian masih duduk disana dan menatap langit. Hari ini pasti tiba kan, Fen. Alfen membatin. Hari ini lagi-lagi Dara kebagian nemenin Alfen maen futsal begitu mata kuliah mereka selesai. Alfen udah ganti baju dengan baju seragam futsalnya yang berwarna biru dongker lengan pendek, lengkap dengan nama Alfen dibelakangnya dan celana pendek yang warnanya senada dengan kaosnya. Seperti biasa juga cewek-cewek penggemar Alfen lagi pada ngiler di sudut-sudut lapangan. Dara terkekeh. Kalo ditampung ada kali bisa buat ngepel dikelasnya ya. Sepintas Dara ngeliat sosok Dion yang berjalan ke arah taman belakang kampusnya. Tempat pertama kali ia ngeliat cowok itu. Apa Dion selalu sendirian? Dara mengikutinya dari belakang. Memperhatikan sosok orang yang beberapa hari ini menjadi buah bibir mahasiswi-mahasiswi centil. Sosok yang beberapa hari ini juga mengusik pertahanan hatinya soal cinta. Ia gak pernah memikirkan soal cinta karena Dara rasa cukup memiliki keluarga yang menyayanginya, juga Alfen sebagai sahabatnya yang selalu ada untuk dia. Tapi pengecualian buat Dion. Sejak Dara melihatnya, ada yang berbeda. Degup hatinya terasa lebih cepat. Tadinya ia mengira kena penyakit aritmia seperti yang diceritakan teman-teman sekolahnya yang sekarang lagi kuliah jurusan kedokteran. Bodohnya Dara bertanya ke mereka soal kenapa jantungnya berdegup lebih kencang. Jelas aja mereka ngejawab dengan bahasa ilmiah yang jelas-jelas otak Dara gak bakal sampe. Intinya Dara jatuh cinta. Ia yakin. Satu-satunya cowok yang berhasil membuatnya jatuh cinta ya si Dion ini. Jadi gini ya rasanya jatuh cinta? Ngeliat orangnya aja udah seneng apalagi diajak ngomong. Kalo ditembak? Mati dong. Iya mati karena kamuh. Jijay !!! Dara memperhatikan dengan seksama wajah Dion. Hidungnya mancung lancip dengan rahangnya yang tegas. Matanya tajam. Dia hampir gak pernah senyum, karena Dara sama sekali gak pernah liat cowok itu senyum. Beda sama Alfen yang cengar-cengir mulu. Udah gak usah dibayangin gimana senyumnya Alfen. Nah kalo Dion ini ? Diem aja ganteng apalagi senyum. Dara melihat mahasiswi-mahasiswi disekitarnya yang juga sebentar-sebentar melihat ke Dion. Sambil sok tebar pesona padahal yang diliatin juga gak ngeh sama sekali. " Ganteng juga. Pendiem. Keliatannya cuek. Kalo sama lu...." Tiba-tiba Alfen nongol disebelah Dara sambil menatap lurus ke cewek itu. Seakan memperhatikan setiap lekukan wajah sahabatnya." Gak ! Gak pantes ! Gue gak ngebayangin cewek pecicilan kayak lu sama cowok cuek macem Dion gitu." Alfen geleng-geleng kepala. " Terus menurut lo ? Gue pantesnya sama yang pecicilan juga kayak lo ? Apa kata dunia ?!!!!" Geram Dara yang wajahnya sudah memerah karena pengintaiannya hari ini terganggu dengan makhluk bernama Alfen. Ia berjalan menjauh daripada ketauan Dion. " Ya gak juga sih. " Alfen buru-buru menyusul Dara yang makin melangkah jauh menghindarinya. Ia gak tahan buat gak ketawa pas ngeliat muka cewek itu memerah karena ketauan lagi ngeliatin Dion." Lo beneran jatuh cinta ya ?" Ia berhenti tepat didepan Gadis itu dan memegang kedua pundak Dara. Dara memalingkan wajahnya. Pipinya merona. Alfen yakin itu. Ia menghela napas. Ada sedikit nyeri merambat di dadanya. Ia gak tau perasaan apa ini. Karena ini pertama kalinya ia tau bahwa sahabatnya sedang jatuh cinta dengan cowok lain. Walaupun hanya sekedar mengagumi dari jauh. " Salah emang ? Bukannya jatuh cinta itu menandakan kalo orang itu normal ? " kali ini Dara membalas tatapan Alfen yang sama sekali gak dikenalinya itu. Tatapan sedih, kecewa ? Tapi kenapa? Alfen nyengir, menutupi raut wajahnya yang mungkin aja menimbulkan kecurigaan sahabatnya. " Iya ya lo normal ternyata. Tadinya gue takut lo cuma bisa nyaman dideket gue doang." Ia merangkul Dara dan mengajak cewek itu berjalan ke lorong kampusnya. Dara mengangkat sebelah alisnya, merasa sikap Alfen sedikit aneh." Pede banget lo ! Awas aja gue punya pacar gue tinggalin lo !" Ia menyikut Cowok disebelahnya itu. " Jahara ya kamu." Alfen menanggapi candaan sahabatnya itu sambil tertawa. Walaupun ada sedikit ketakutan dalam hatinya. Seperti yang mahasiswa-mahasiswa lain lihat, kedekatan Dara dan Alfen sudah biasa bagi mereka. Bahkan banyak yang mengira kalo mereka ada hubungan khusus yang berkedok persahabatan. Tapi Dara dan Alfen cuek aja. Biarin aja orang mau mengira apa yang penting gak mengusik mereka. Sudah menjadi hal biasa kalo orang salah paham dengan hubungan mereka dari SD bahkan hingga sekarang. Dara mengikuti Alfen yang sudah berjalan didepannya kearah parkiran mobil jazz putih milik cowok itu. Satu-satunya kendaraan yang hanya Alfen yang diijinkan mengendarainya. Dara sendiri gak dibolehin bawa kendaraan pribadi karena orang tuanya khawatir. Jadinya mereka menitipkan Dara ke Alfen. Kemana-mana Dara ya selalu sama Alfen. Ada Dara pasti ada Alfen. Mereka udah kayak satu paket hemat. " Mau makan dulu gak ? Gue laper." Ucap Alfen sambil menyalakan mobilnya dan mulai mengendarainya keluar area parkir kampusnya. " Gue juga belom makan siang sih. Kan nungguin lo kelar futsal." Dara mencibir kelakuan sahabatnya yang sama sekali gak peka ini. Alfen nyengir. Lalu memarkirkan mobilnya ke salah satu cafe favorit dekat kampusnya ini. Edelweis cafe. Kafe ini bernuansa hijau tosca dan putih. Perpaduan warna yang cantik menurut Dara. Makanan dan minumannya juga enak, murah, sesuai sama keuangan mahasiswa lah pokoknya. Alfen memilih dua kursi kosong di dekat jendela yang berbingkai hijau tosca itu. Dara duduk di depan Alfen. Seorang pelayan menyerahkan buku menu ke mereka. " Samain aja kayak lo. " Dara gak tertarik melihat buku menu yang pasti isinya itu-itu aja dan pesenan mereka ya pasti itu-itu aja . Gak pernah berubah . " Dua nasi goreng seafood . Satu milkshake vanilla dan satu frapelatte dingin ya mba ." Alfen menyebutkan pesanannya yang memang itu-itu aja seperti perkiraan Dara . Saking seringnya mereka kesini . Setelah mencatat pesanan , pelayan itu langsung pergi . " Jadi selanjutnya apa rencana lo ?" Alfen membuka pembicaraan . " Rencana apa ?" Dara mengernyitkan dahinya , gak mengerti maksud pertanyaan Alfen . " Dion . Lo jatuh cinta kan sama dia . Jadi rencana lo apa buat deketin dia ?" Dara hanya ber-Ohh ria lalu menggeleng . " Gak ada . Cukup jadi secret admirer aja ." Ia tersenyum puas . Sementara Alfen menatap bingung . Bingung harus senang atau sedih .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD