1. Pengantin Yang Ditinggalkan

1913 Words
 Aku menatap pantulan seorang gadis yang mengenakan gaun pengantin putih begitu indah dengan tatanan rambut begitu cantik, bunga melati dan mawar merah yang menghiasi rambut pirang si pengantin menambah keanggunan si mempelai. Make up natural hasil karya make up artist kenamaan membuat wajah cantik si mempelai semakin terlihat sempurna. Tapi, semua keindahan dan kecantikan itu seakan tak berguna lagi karena hanya lelehan air mata yang menjadi penghias wajah cantik itu. Aku menatap bayangan itu, bayanganku sendiri yang bersimbah air mata kesedihan. Sakit… sangat sakit, bayangan diri yang ku lihat di cermin membuat rasa sakit itu semakin menjadi. Mata biru terang itu harusnya memancarkan kebahagiaan hari ini, tapi, yang ada hanya tetesan air mata yang terus berjatuhan dari mata itu. Wajah berkulit pucat itu seharusnya memancarkan kebahagiaan, tapi yang ada hanya wajah semakin pucat dengan pipi basah dengan air mata.          Aku berada dalam kamar yang sudah dihias sedemikan cantiknya layaknya kamar pengantin. Mataku memandang miris tempat tidur yang sudah di hias sedemikian rupa ala hiasan untuk pengantin. Aku mengalihkan pandanganku ke sekeliling kamar itu, hanya senyum miris yang bisa aku ukir di sela air mataku yang juga belum kering. Seharusnya hari ini adalah hari paling bersejarah dihidupku. Tapi, bukan sejerah seperti ini yang aku harapkan menjadi takdir hidupku. Aku tertawa lirih, adakah hal yang lebih menyesakan dari ini? Belum cukup pernikahanmu batal, acara pernikahan yang sudah kau siapakan sendiri, menjadi milik orang lain. Milik orang yang merebut posisimu. Adakah yang lebih menyakitkan dari ini?   ***********         " Rien, kakak ingin membicarakan hal penting" ucap seseorang yang suaranya sangat ku kenali.         Aku berbalik kearah suara yang memanggilku, aku tersenyum melihat kak Zhoumi calon suamiku berdiri tegak menatapku. Dengan senyum yang masih mengembang di bibirku aku berdiri menyambut kedatangannya,tapi dia hanya berdehem sedikit sambil membenarkan letak dasinya.       Aku menatapnya heran, kak Zhoumi terlihat gusar menatapku berulang kali dia membenarkan letak dasinya yang sudah sempurna. ' Apa dia gugup mengahadapi pernikahan ini sama sepertiku?' pikirku. Aku tersipu malu karena pemikiranku sendiri, kurang dari satu jam lagi aku dan kak Zhoumi akan menjadi suami istri. Ah aku tak tahu aku ini menapaki bumi atau melayang saking bahagianya, Kak Zhoumi cinta pertamaku,satu-satunya pria yang aku kenal dalam hidupku sekaligus pria satu-satunya yang mengisi pikiran dan hatiku akan menjadi pendamping hidupku oh my god jika aku mimpi tolong jangan bangunkan aku. Aku tersenyum dengan pikiranku sendiri sampai suara kak Zhoumi menyadarkanku, jika orang yang sedang berada dalam pikiranku ada dihadapanku sekarang.         Aku kembali menatap ke arah kak Zhoumi yang terlihat risau, tiba-tiba dia mendekat ke arahku dan menggapai tanganku lalu berlutut dihadapanku. Aku terkesima melihat apa yang kak Zhoumi lakukan, hatiku meloncat kegirangan mungkinkah kak Zhoumi akan melamarku seperti di film-film romantic? Meskipun sekarang kami akan menikah kak Zhoumi belum pernah melamarku secara langsung karena pernikahan ini di prakarsai oleh orangtua kami.          " Carien, maafkan kakak... kakak tidak bisa menikahimu" ucapnya sambil menunduk.         Jederrr... rasanya baru saja petir menyambar kepalaku mendengar ucapan kak Zhoumi. Aku masih terdiam ketika kak Zhoumi berdiri sejajar denganku.Syok, mungkin itulah yang sedang aku alami sekarang hingga aku tidak sanggup berkata-kata. Saat ini aku harap ada orang yang membangunkanku dari mimpi tak masuk akal ini.         " Maafkan kakak Rien, kakak mencintai wanita lain rasanya tak adil jika kita melanjutkan pernikahan ini karena yang ada kedepannya kita hanya akan saling menyakiti. Kakak tidak bisa menyakitimu karena kakak menyayangimu seperti adik kandung kakak sendiri"          Aku masih mematung mendengar semua perkataannya, aku tidak tahu dimana jiwaku berada sekarang semuanya terasa terenggut begitu saja dari ragaku.          " Kakak berharap kamu mengerti dengan keputusan kakak" ucap kak Zhoumi sambil meremas tanganku yang masih dia genggam.        Entah kekuatan darimana aku dapat tersenyum dan mengangguk menyanggupi permintaannya. Ini gila…benar-benar gila, aku tak tahu apa yang kurasakan saat ini. Kejutan yang diberikan Zhoumi benar-benar membuat jantungku serasa berhenti berdetak.         " Kakak sudah bicarakan semua ini pada ibu dan semua keputusan ada di tanganmu, jika kamu mengijinkan kakak akan menikahi wanita yang kakak cintai hari ini dan ibu juga bapak akan setuju jika kamu setuju."         Aku menatapnya tak percaya setega itukah kak Zhoumi padaku? Dia ingin menikahi wanita yang dicintainya di hari berharga yang telah ku siapakan sedimikian rupa untuk hari sepesialku. Aku benar-benar tidak bisa merasakan apa-apa lagi sekarang, golok mana golok biar ku sabet tuh kepala. Aku masih menatapnya, mataku teralih pada orang-orang yang menatap ke arah kami, aku tak tahu sejak kapan semua orang ada di sini mendengarkan perbincangan kami. Dari semua orang aku bisa melihat bu Nayla yang menatap sendu kearahku dan Naomi yang sudah bersimbah air mata. Semua terasa gelap bagiku, sekuat tenaga aku berdiri tegak agar aku tidak pingsan di hadapan semua orang yang menatap kasihan padaku.         " Ini Cindy wanita yang kucintai" ucap Kak Zhoumi sambil menuntun seorang gadis kehadapanku.         Aku menatap gadis itu dan tersenyum hambar ke arah wanita itu. Cindy wanita itu adalah salah satu model di butikku, aku tak menyangka jika dialah wanita yang dicintai kak Zhoumi. Sepertinya dia sudah mempersiapkan diri untuk pernikahan ini, karena bahkan dia sudah mengenakan gaun pengantin dan lucunya gaun itu salah satu rancanganku. 'oh gosh... seret wanita itu dari hadapanku' jeritku dalam hati. Tapi pada kenyataannya aku melepas cincin pertunanganku dengan kak Zhoumi dan menyerahkannya ke tangan wanita itu dengan senyuman yang entah terlihat seperti apa, bahakan aku sempat-sempatnya mengucapkan selamat pada mereka dengan senyuman yang tak pudar dari wajahku.         Aku berjalan menjauh menuju kamarku, dapat kurasakan sebuah tangan menggenggam tanganku erat dan sebuah pelukan di punggungku selama aku berjalan menuju kamarku.   **********         Air mataku terus merebak tanpa bisa kutahan, tangisan-tangisan kecil keluar dari mulutku. Kak Naomi terus mengelus pundakku dengan banjir air mata juga. Aku tahu, aku bodoh menangisi orang yang jelas-jelas tidak mencintaiku. Mungkin orang itu juga sedang bahagia dengan wanita yang dicintainya. Tapi, air mataku sulit untuk ku hentikan. Aku patah hati, tapi rasa malu lebih mendominasi sebenarnya. Bagaimana bisa dia tega melakukan ini padaku?         " Maafkan kak Zhoumi yah Rien, aku pastikan kak Zhoumi akan menyesal telah melakukan ini padamu" ucap kak Naomi menyumpahi kakaknya sendiri.         Aku berbalik menatap kearahnya, memandangi versi wanita dari kak Zhoumi, kak Naomi adik kak Zhoumi yang hanya terpaut dua tahun lebih tua dariku. Kami-kami sama-sama bersimbah air mata, aku mendekat dan memeluknya menumpahkan rasa sakit yang menggerogoti hatiku, hari ini aku benar-benar tak sanggup lagi menahan tangis pilu yang keluar dari mulutku. Terluka, tersakiti dan terhina itulah rasa yang memenuhi hatiku saat ini.           Suasana ini benar-benar kontras, diluar sana sepasang anak manusia sedang berbahagia menikmati pernikahan mereka, disini dua orang gadis menangis tersedu menghadapi nasib buruk yang sangat kejam.         " Tetaplah didalam kamar dan tenangkan dirimu aku akan keluar sebentar dan akan segera kembali" ucap Naomi sambil menghapus air matanya dan pergi meninggalkan aku sendirian.         Di kesendirianku aku masih tetap menangis hingga rasanya d**a ini sesak, hanya nama tuhanku yang kusebut berharap Allah akan selalu memberikan aku kekuatan untuk menghadapi segala cobaan darinya. Lantunan istigfar terus kesebut untuk menenangkan diriku, setelah lelah menangis aku membersihkan diriku, membersihkan kamar, sholat dan tidur.         Entah sejak kapan aku tertidur pulas hingga suara tangisan seseorang menarikku dari dunia mimpi. Aku mengerejapkan mata dan melihat sumber suara itu, dan ternyata bu Nayla sedang menangis tersedu di sampingku. Aku berbalik menatap kearahnya yang larut dalam tangisan.         " Maafkan ibu Rien, semua salah ibu hingga kamu harus melewati hal menyakitkan seperti ini. Ibu yang salah, ibu yang memaksakan kehendak ibu untuk menyatukan kalian" ucapnya sambil terisak.         Aku mendekat dan memeluknya, ibu Nayla ibu kandung Zhoumi dan Naomi sekaligus wanita yang sudah lebih dari 10 tahun menjadi ibuku setelah kepergian orangtuaku. Ibu Nayla terus menangis dalam pelukanku, aku membisikan kata tidak apa-apa berulang kali meskipun sekarang air mataku juga ikut menetes mengikuti tangis pilu bu Nayla.         " Ibu malu, apa yang harus ibu katakan pada orangtuamu di akhirat nanti, mereka menitipkanmu pada ibu tapi justru ibu membuatmu terluka seperti ini" ucapnya masih dengan isak tangisnya.         " Tidak apa-apa bu, semua sudah berlalu ini sudah takdir yang digariskan Allah untukku, bukan salah ibu atau siapapun, semua akan baik-baik saja seiring waktu, mungkin Allah punya rencana lain untukku bu" ucapku berusaha bijak meskipun dalam hati tetap saja rasanya sangat menyakitkan.         Ibu Nayla mengangguk sedih dan kembali memelukku.        " Apapun yang terjadi kamu tetap anak ibu, dan akan selalu begitu." ucapnya parau.        Aku menenggelamkan diriku di pelukan hangat bu Nayla, pelukan yang selalu memelukku menggantikan pelukan bunda yang tak bisa kurasakan lagi. Pelukan hangat ini biasanya menenangkanku tapi kali ini pelukan ini sarat dengan rasa bersalah yang mengguar didiri bu Nayla.         Malam semakin larut, bu Nayla masih setia tidur disampingku, aku menatapnya dengan sedih, gurat-gurat kesedihan juga masih tetlihat di wajah lelapnya bu Nayla. Aku tahu bagaimana perasaan bu Nayla saat ini, dia tipe ibu yang sangat mencintai anak-anaknya dan pasti melakukan apapun untuk kebahagian mereka. Bu Nayla pasti menghadapi dilema di hatinya di satu sisi dia pasti bahagia dengan kebahagiaan putranya di sisi lain dia pasti merasa bersalah padaku karena kebahagiaan putranya derita bagiku. Bu Nayla mengurusku sejak orangtuaku meninggal dalam sebuah kecelakaan 11 tahun lalu, dia menyayangiku dengan baik meskipun aku hanya anak tiri dari adiknya pak Hans, suami dari bu Nayla. Bu Nayla mengatakan jika dia tidak ingin kehilanganku karena itulah dia ingin aku menjadi mantunya. Dia berpikir jika kami tidak akan terpisah jika aku menjadi istri dari putranya. Tapi sekarang, karena keinginan itulah justru membuatku merasakan sakit hati yang luar biasa.         Keluarga pak Hans dan ibu Nayla menerimaku dengan baik di rumah ini oleh karena itu sebisa mungkin aku tak ingin membuat mereka khawatir. Meskipun kami tidak terikat ikatan darah, mereka mau membesarkan aku. Sudah sewajarnya bukan jika aku berbuat baik pada mereka sebagai tanda terima kasihku. Hidup sebagai anak angkat, membuatku lebih sadar diri, jika mereka mau membesarkanmu saja sudah untung.   Pagi ini setelah kekacauan besar kemarin, aku bersikap seperti tidak terjadi apa-apa meskipun luka di hatiku masih menganga. Aku menyapa ceria semua orang yang menungguku di meja makan, dapat aku rasakan atmosfir kecanggungan disini tapi aku berusaha tetap tersenyum bahkan aku menyapa Cindy dan kak Zhoumi yang terlihat kikuk melihat kedatanganku. Semua mata tertuju menatapku dan aku hanya membalas mereka dengan senyuman manisku. Terlahir sebagai anak bule dengan mata biru, rambut jagung dan kulit pucat, membuatku terbiasa menjadi pusat perhatian. Menjadi pusat perhatian di meja makan ini, bukanlah hal yang membuatku terlalu risih. Dibesarkan diantara warga pribumi, wajah mencolokku selalu menarik perhatian. Aku tahu mereka menatapku karena pasti sangat mengkhawatirkanku, tapi setidaknya dengan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa mereka tidak akan terlalu merasa bersalah. Aku ini membuat mereka percaya jika apa yang terjadi kemarin sama sekali tidak mempengaruhi hidupku. Meskipun pada kenyataannya tasa sakit itu ada dan mengendap di hatiku tapi biarlah hanya aku yang merasakannya, biarlah hanya aku yang tahu sedalam apa rasa sakit hatiku. Berpura-pura bahagia bukanlah hal sulit bukan, apalagi setelah ini mungkin perasaan itulah yang akan sering mampir ke dalam hidupku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD