Bab 2

646 Words
Gilina menghentikan langkah kakinya dan berbalik melihat orang yang ditabraknya, Ia menatap punggung pria itu dan menghela nafas, lagi-lagi Ia bertindak ceroboh akibat berita Ano terluka dan sialnya Ia bahkan pergi begitu saja. Seperti pertama kali Ia bertemu dengan Jilino. Flashback On.... Sebagai murid penerima beasiswa, Gilina hanya ingin menghabiskan waktunya di sekolah Gracias hanya untuk belajar dan belajar, Ia enggan mengikuti segala perilaku dan kegiatan siswa lainnya yang menghabiskan waktu luang mereka untuk menggosip atau memamerkan harta kekayaan yang mereka miliki. "Gili, lo di panggil kepala sekolah" suara bete Hena membuat Gilina menutup bukunya. "Ada apa ya kepala sekolah manggil gue?" Hena menaikkan bahunya dan meninggalkan Gilina begitu saja. Gilina memasukkan kembali buku pelajarannya ke dalam tas sandangnya, dan langsung menuju ruang kepala sekolah. Tok tok tok "Masuk" suara berat kepala sekolah terdengar dan Gilina membuka pintu dengan pelan dan masuk sesuai perintah kepala sekolah. "Bapak mencari saya? Ada apa ya pak" "Gili, Bapak sudah mendengar laporan dari wali kelas  kamu dan Bapak Sukri melaporkan kalo kamu calon yang cocok untuk ikut acara perlombaan bulan depan" Gilina tersenyum, hal ini akan membuka jalannya menjadi dokter semakin terbuka lebar. "Perlombaan apa pak" "Olimpiade matematika, dan menurut Bapak Sukri kamu pantas mengikuti olimpiade itu" Gilina kembali tersenyum dan bahagia, tak sia-sia setahun lamanya Ia mengasah kemampuannya di bidang Matematika. "Tapi, Bapak Sukri juga memberikan rekomendasi satu nama yang juga cocok mengikuti lomba itu" senyum Gilina sedikit demi sedikit menghilang. "Siapa pak" tanyanya penasaran. "Jilino, kamu pasti kenal dia kalian sekelas bukan" Gilina tertawa sinis. "Pantas dia dipilih Pak Sukri, pemilik sekolah ini tidak mungkin tidak ikut, apasih kehebatan dia, setiap waktu pelajaran selalu tidur" gerutunya didalam hati, selama sebulan ini Ia memang tidak mengenal dekat Jilino, mereka baru sekelas dan selama ini Ia hanya mendengar jika Jilino pemilik sekolah ino bahkan Ia jarang melihat batang hidung cowok itu, setiap  bel istirahat berbunyi, Jilino langsung keluar kelas dan tidur di rooftop sekolah. "Kalo boleh saya tau, apa yang menyebabkan Pak Sukri memilih dia" tanya Gilina pelan, kepala sekolah tertawa dan membuka laci mejanya dan menyerahkan salinan nilai Jilino semester lalu. Gilina menatap tajam kertas itu "Ah gak mungkin, kenapa bisa nilainya A semua" Gilina kembali menyerahkan kertas itu kepada kepala sekolah. "jili memang pemilik sekolah ini tapi Ia juga pintar, hanya gayanya yang seolah tidak pernah belajar dan selalu tidur membuat siapapun meragukan kemampuannya, kertas itu kamu pegang aja dan jadikan motivasi agar kamu bisa belajar lebih giat, lusa kamu dan dia akan melakukan tes untuk menentukan siapa yang akan ikut olimpiade itu, belajarlah dan kalahkan dia" Kepala Sekolah memberi semangat, Gilina mengangguk dan bertekad mengalahkan Jilino. "Saya permisi ke kelas dulu pak, bel sudah berbunyi" Gilina meninggalkan ruangan kepala sekolah dengan masih membaca kertas berisi salinan nilai Jilino. "Gila, dia bisa mendapat nilai A dimata pelajaran Kimia, sedangkan aku B+ saja sudah setengah mati mendapatkannya" kagum dan juga iri muncul disaat bersamaan. Brughhhh "Awwwww" Gilina yang tanpa sengaja menabrak seseorang memegang pinggangnya dan mengaduh kesakitan. "Makanya kalo jalan pake mata" suara keras dan juga tak bersahabat membuat Gilina menatap siapa orang yang ditabraknya "Maaf, aku...." belum sempat Ia menyelesaikan ucapannya, orang yang ditabraknya memungut kertas yang berada tak jauh dari Gilina. "Buat apa lo pegang nilai gue"  Gilina akhirnya sadar jika orang yang ditabraknya adalah Jilino, sang saingan. "Gue... gue.." Jilino mendekati Gilina dan memegang dagunya. "Lo, menarik Gili....hahaha kenapa wajah lo ketakutan seperti itu?" Jilino tersenyum, senyum yang selama ini tidak pernah dilihat Gilina selama mereka satu kelas. "Apaan sih" Gilina menghalau tangan Jilino. "Wow galak ternyata, gue kira lo hanya kutu buku, ternyata lo doyan juga ya memeriksa nilai gue, kenapa? Takut kesaingi? Atau lo tertarik sama gue?" Jilino tertawa sedangkan Gilina menunjukkan wajah kesalnya. Ia berdiri dan menendang kaki Jilino. "Ngimpi!!!!" Gilian meninggalkan Jilino yang masih tertawa, setelah Gilina agak menjauh. Jilino menghentikan tawanya. "Akhirnya aku bisa bicara berdua dengan kamu, betapa susahnya mencari kesempatan seperti ini, Gilina" Jilino memang sudah tertarik dengan Gilina semenjak dulu, ketika Gilina tidak seperti gadis lainnya yang tergila-gila serta mengejarnya, bahkan Ia bersikap acuh setiap Jilino berjalan didepannya. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD