Bab 2

1075 Words
Tiga tahun yang lalu... Saat itu aku hanya seorang pegawai kantoran biasa. Aku bekerja di salah satu perusahaan miliknya yang cukup besar. Aku dipercaya oleh atasan sebagai asistennya. Ya, dia mempercayai kejujuran ku dalam bekerja dan kegigihan ku yang tidak pernah absen sekalipun. "Rama." panggilnya melalui saluran telepon kantor. Suara seseorang yang memanggil, ya dia atasanku.  "Ia pak?" tanyaku.  "Datanglah ke ruanganku." Aku menanggapi. Berjalan menyusuri ruangan yang dituju. Sepanjang jalan 'tak sedikit staf dan karyawan lain memandang ke arahku dengan ramah. Wajahku yang katanya tampan selalu menjadi perhatian para karyawan wanita. Aku membalasnya dengan senyuman. Itu salah satu yang menjadikan ku betah di perusahaan itu.  "Ada yang bisa saya bantu Pak?" Saat ini sudah memasuki ruangannya. Ia menatapku sekilas dan beralih kembali menatap berkas-berkas di meja nya. "Duduklah." Aku menurut. "Nanti siang kita adakan rapat penting. Akan ada investor baru yang akan bekerja sama dengan perusahaan kita." ucapnya. Ia menatapku dengan senyuman ramah nya. "Aku mau kamu yang atur semuanya.". "Baik Pak." Aku mengiyakan. Dan hanya itu yang beliau sampaikan. Akupun kembali ke tempat kerjaku. "Ciyeee yang dipanggil terus sama Bos. Mau donk aku sekali aja dipanggil." ucap karyawan lain yang duduk disebelahku. "Aku malah disuruh atur untuk rapat nanti. Kamu mau menggantikan ku?" Dia langsung menggeleng membuat aku terkekeh. "Kamu sudah setahun ini jadi kepercayaannya Bos, pasti sebentar lagi akan naik jabatan." melirik menggodaku. Dia ini selalu ingin tahu dan penasaran. Sampai belum menemukan jawaban yang puas, dia tidak akan berhenti bertanya. "Aminin aja, rezeki Tuhan yang mengatur. Dan soal aku jadi kepercayaannya itu karena real dengan usaha ku sendiri, aku jujur, bertanggung jawab, dan sigap. Makanya contoh aku." Dia mencibir dengan bibir maju ke depan. Tidak terima kalau ternyata alasannya itu. Pasalnya dia walaupun otaknya encer tapi rasa sifat pemalasnya tinggi. Oh nama lengkapku Rama Galireyndra, sudah empat tahun aku bekerja di perusahaan ini, dan baru satu tahun kemarin aku diangkat menjadi asisten atasanku. Tidak butuh waktu sedikit untuk mencapai ke tahap ini. Awalnya aku hanya pegawai magang, kemudian pegawai kontrak, beralih menjadi tetap dan sekarang menjadi asisten. Ku habiskan tenaga, keringat, dan waktu. Tidak ada kata lelah dalam hidupku. Setiap kali mengingatnya aku selalu bersemangat kembali. Sungguh aku bertekad ingin menjadi orang sukses, agar bisa membahagiakannya.  Aku hanya tinggal sendiri di kost yang lumayan murah, untuk menghemat pengeluaran. Sifat diriku yang suka berhemat ternyata menguntungkan. Karena itu aku bisa mengatur keuangan dan segala kebutuhan tanpa mengeluarkan banyak biaya. Orang tua ku sudah lama meninggal. Ibu meninggal ketika melahirkanku, Ayah pun meninggal setelah usia ku lima tahun.  "Baiklah karena semua sudah hadir, saya akan memulai rapatnya." Kini aku berada diruangan beserta Atasan dan Investor juga asistennya. Aku menerangkannya dengan sangat lancar. Sepertinya aku sudah mengerti dan paham seluk-beluk tentang penanaman saham dan keuangan. Karena selama ini aku yang selalu  menanganinya. Investor itu setuju dan memuji hasil kinerja ku. Bisa dilihat disudut kursi, Bos tersenyum ke arahku. "Kerjamu bagus hari ini." ucap Budi, selaku atasan. Ia menepuk bahuku. "Sebelum pulang, datanglah keruanganku." Beliau berlalu. Aku bertanya-tanya. Apakah Bos akan memberikanku hadiah? Atau bonus? Hehe. Karena sudah membuat Investor itu bekerja sama dengan perusahaan ini? Gumamku. "Gimana tadi rapatnya?" Angga menaik turunkan alisnya. Dia karyawan yang duduk di sebelah meja ku. Bisa dibilang dia teman yang paling dekat denganku di kantor. "Biasa." ucapku seraya mendudukkan tubuhku di kursi. "Hebat bro, selain menarik hati Bos loe juga dengan mudahnya menarik hati Investor itu. Wah Bos tambah bangga sama loe." Dia membereskan meja kerja nya. Seperti nya dia akan pulang, mengingat ini memang sudah jam pulang. Aku tidak menanggapi nya. Aku menerawang menatap langit-langit kantor. Ya aku lelah. "Menarik hati cewek kapan? Gue lihat loe tidak pernah melirik cewek di kantor selama bekerja disini." Dia mulai berkicau lagi. Dan aku malas setiap orang yang membicarakan tentang wanita kepadaku. "Pulang sana! Pacarmu mungkin sudah menunggu." ucapku mencari alasan. Dia terkekeh dan mengangguk maksud dari ucapanku. "Loe belum siap-siap? Lembur lagi?" Melihat ke arahku yang masih duduk diam. "Disuruh atasan keruangannya." ucapku malas menanggapi. "Wuiih beneran loe bakal dapet bonus." Aku yang dipanggil kenapa dia yang heboh. Pikirku. Dia kemudian berjalan melewatiku. "Bagi-bagi." menatap tajam ke arahku. "Pulang duluan bro." teriaknya yang sudah di ujung pintu. "Yo." balasku yang juga beranjak pergi menuju ruangan Bos. Seperti biasa ku ketuk pintu, mendengar jawaban di dalam, aku masuk. Ternyata Bos sedang menunggu ku dia tersenyum ke arah ku membuatku heran, pasalnya dia tidak pernah banyak senyum seperti ini. "Langsung saja ke intinya." Aku yang sudah duduk didepannya siap mendengarkan. "Kamu akan saya angkat menjadi atasan. Lebih tepatnya CEO perusahaan ini menggantikan saya." Sungguh aku terkejut, dan beliau terlihat begitu santai setelah mengatakannya. "A-apa anda serius?" ucapku terbata. Ini sangat tiba-tiba. "Ya, kamu akan menjadi CEO di perusahaan ini. Setelah melihat kinerja kerjamu yang bagus, kamu berhak mendapatkan posisi ini."  Aku? Menjadi CEO? Di umurku yang baru 25 tahun, yang menurutku masihlah sangat jauh dari kata pantas untuk menyandang status seorang CEO. Apa aku bisa menjalankan amanahnya? Tanggung jawab sebagai CEO? Pikiranku menerawang jauh memikirkannya. Aku keluar dari kamar mandi, badan yang sudah letih kini kembali segar. Aku yang sudah memakai kaos hitam lengan pendek dengan boxer berjalan ke arah tempat tidur. Ku rebahkan tubuh di atas ranjang  yang hanya bisa ditempati satu orang. Inilah kontrakan kecil yang aku huni, di dalamnya hanya ada kamar tidur ukuran kecil, kamar mandi, juga ruang tengah dan dapur yang menyatu tanpa ada sekat. Cocok untukku, laki-laki muda dan tidak punya pacar. Ah, mengingat itu aku jadi teringat kembali dengan seseorang yang sedang menunggu ku. Menunggu untuk waktu yang cukup lama. Mungkinkah ini saatnya? Ada rasa keraguan dan juga bahagia. Ragu karena merasa belum pantas menyandang status CEO dan bahagia karena sebentar lagi aku akan memenuhi janji ku pada seseorang. Bos bilang akan meresmikan jabatanku satu minggu lagi. Mengingat harus melengkapi berkas-berkas yang menjadi syaratnya. Aku ingat janji ku dengannya.  "Setelah aku sukses, aku akan datang." Aku mengusap rambutnya pelan. "Untuk?" tanya nya. "Menjemputmu." "Jangan menunggu sukses, kelamaan." dia menggerutu membuat aku terkekeh geli. "Terus?" "Setelah kamu menjadi Bos di sebuah perusahaan." Aku mengernyit heran. Dia melanjutkan kalimatnya. "Kalau sudah jadi Bos, kamu akan kaya dan sukses." berkata dengan wajah polosnya. "Ok, kalau aku sudah jadi Bos di sebuah perusahaan, aku akan datang." Dia mengangguk tersenyum padaku. "Aku tunggu."  Dan seminggu ke depan aku akan datang menjemputnya. Aku benar-benar tidak sabar ingin waktu berlalu dengan cepat. Kutarik bibirku ke atas membentuk sebuah senyuman. Apakah dia sedang menunggu ku juga? Dia, gadis yang sudah menunggu ku selama 12 tahun. Mengharapkanku datang membawa kabar baik padanya. Aku, yang rela mati-matian bekerja keras untuk dirinya, untuk bisa membawa nya. Mungkin Tuhan sudah berbaik hati padaku, dan sekarang bukti nya aku sebentar lagi akan bertemu dengannya.  Si gadis pemalu, ya dia cinta pertamaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD