02. Cinta Tak Berbalas

1079 Words
Jika boleh jujur, sebenarnya Dino juga tak suka saat Lisa—gadis yang sedang menunduk dalam di sebelahnya ini—memanggilnya dengan sufiks -kun. Walaupun sudah mendengarnya ribuan kali, tapi tetap saja Dino tak suka jika panggilan itu keluar dari mulut Lisa. Aturan mengenai sufiks -kun di Jepang dan diterapkan di sekolah sampai ke rumahnya ini membuat Dino kesal setengah mati. Memang terdengar bagus di telinga, apalagi jika ada seorang gadis yang memanggilnya dengan nada yang lembut, tapi Dino sama sekali tak tertarik jika yang memanggilnya itu adalah Lisa. Sambil bersungut ria, Dino segera menaiki sepeda miliknya dan bersiap untuk meninggalkan area sekolah yang sudah sepi. Jadwal pelajaran terakhir sudah lewat dua jam yang lalu dan Dino telah menunggu satu jam lebih. Sepertinya hanya ada dia dan gadis membosankan ini saja lagi yang tersisa di sekolah—oh, dan jangan lupakan paman Gofur yang senantiasa menjaga sekolah ini siang dan malam. Beliau berjasa sekali, meski tak paham dengan sistem sekolah tempatnya bekerja, tapi beliau tetap menjalani tugas dengan tepat waktu. Dino membetulkan sebentar posisi duduknya, tak lupa pula dia menaikkan sedikit celana panjang biru tua yang sudah ditetapkan khusus oleh Furukawa High School. Kalau dia tak menarik celananya sedikit ke atas saat bersepeda, mungkin saja nanti celananya akan sobek karena ada tekanan dari otot kakinya. Hampir saja Dino menggerutu dan memarahi celana ketat yang dipakainya itu, namun semua itu urung dia lakukan karena Pemuda itu kemudian menoleh sebentar ke arah gadis dengan nama belakang Hogward yang kini menatapnya dalam diam. Lihatlah, betapa membosankannya gadis ini, pikir Dino kesal. "Cepat naik," perintah pemuda itu. Tegas dan tajam, seperti tak menyisakan kelembutan sedikit pun di dalamnya. "Hei, kuhitung sampai tiga." "Jangan sampai kau lambat naik ke boncengan, atau kau kutinggal lagi seperti yang kulakukan pagi tadi padamu." "Cepat naik!" Dino benar-benar menggertak gadis malang itu, dia tak pernah main-main terhadap ucapannya. Apa yang ia katakan, harus segera dilaksanakan dan yang dia katakan itu benar terjadi. Pagi tadi, saat keduanya berangkat ke sekolah bersama-sama, dalam perjalanan gadis itu melakukan hal konyol. Lisa berhasil membuat Dino menjadi tak sabar setelah menunggu selama beberapa waktu. Berulang kali Dino memanggil namanya, namun gadis itu sama sekali tak mendengar ataupun menyahut panggilannya itu, dan karena sudah terlalu lama menunggu, Dino pun memutuskan untuk meninggalkan Lisa sendirian di tengah jalan, tanpa belas kasihan. Itulah yang terjadi jika tak mendengar ucapan seorang Dino Leckner. Lisa bergeming, dia turut hanyut dalam pikirannya sampai kemudian dia teringat perlakuan Dino tadi pagi. Dia tahu dia salah, tapi Lisa hanya tak menyangka jika Dino sampai hati meninggalkannya seorang diri di jalanan yang sepi. Padahal sekolah masih cukup jauh dari rumah, sedangkan kawasan tempat tinggal mereka dipenuhi hutan yang cukup lebat. Alasan Lisa memberhentikan sepeda yang mereka tumpangi adalah karena gadis itu melihat seekor anak kucing yang merangkak di tengah jalan. Lisa pikir, anak kucing yang belum bisa berjalan itu pastilah terpisah dari induknya. Tanpa pikir panjang, Lisa pun meloncat dari sepeda dan membawa anak kucing itu dengan hati-hati. Sembari mencari induk kucing di sekitar tempat itu. Begitu menemukannya, Lisa langsung mengembalikan anak kucing tersebut kepada induknya dan menatap makhluk berbulu lembut itu dengan tatapan haru. Lisa memang tak bisa melihat hal yang bisa memancing air matanya keluar dan jatuh ke tanah, dia tak akan sanggup. Karena asyik dengan dunianya sendiri, Lisa pun tak sadar jika saat itu Dino sedang memanggil-manggil dirinya, meminta sang gadis untuk segera pergi dari sana. Lalu ketika gadis itu sudah sadar, dia mulai melihat ke arah Dino. Punggung pemuda itu perlahan menjauh dari pandangan Lisa. Dino marah dan meninggalkannya. Itu sudah sering terjadi. Lisa hanya bisa tersenyum kecut, lalu tanpa mau menunggu pemuda itu menunggu lebih lama, ia pun dengan segera duduk di kursi belakang. Naik ke boncengan sepeda kesayangan milik Dino. Pria itu bisa saja menggunakan jenis kendaraan lain untuk berangkat ke sekolah, namun Dino tak menginginkannya. Mereka dengan segera pergi meninggalkan gerbang sekolah yang sudah sepi itu, jam pulang telah lama usai. Jika kembali mengingat hal itu, Dino pun merasa kesal. Keduanya lantas beranjak tanpa banyak kata, tanpa banyak suara. Benar-benar hening. Larut dalam pemikiran mereka masing-masing. "Dino-kun," panggil Lisa dengan suara pelan di tengah perjalanan mereka. Tak ada yang tak nyaman dengan keheningan, kecuali Lisa, dia tak suka hening karena keheningan itu membuatnya tak nyaman. "Hm." Hanya terdengar gumaman tak jelas dari sang pemuda. Entah Dino mendengar panggilan tersebut atau tidak. Namun, sepeda terus berjalan dengan lambat. Membawa seorang gadis SMA memang agak sulit, tubuh mereka cukup berat. "Hmm, begini ...." Lisa merasa sulit mengatakan. Jika ia teruskan, ada kemungkinan Dino tak akan suka saat mendengarnya. Namun, tak ada salahnya mencoba, bukan? "Dino-kun, ba-bagaimana kalau kita berdua pergi dan mampir sebentar ke ... toko buku yang baru saja dibuka di dekat stasiun bus itu?" Lisa begitu gugup, dia sudah berhasil menyuarakan isi hatinya di belakang boncengan sepeda Dino. Ini sebuah kemajuan karena dia tak langsung dibentak oleh pemuda itu. Sebelumnya dia tak boleh berbicara saat perjalanan pulang, karena Dino berkata hal itu akan mengusik konsentrasinya. Namun, Lisa akan terus mencobanya. Jika tak bisa di hari ini, dia akan kembali mencobanya di dua hari lagi. Jika tak bisa di dua hari lagi, dia akan kembali mencobanya lima hari lagi. Jika Lisa tak melakukannya, maka sepanjang perjalanan mereka hanya akan diisi oleh keheningan seperti biasa. "Dino-kun?" panggilnya sekali lagi. Jalan sepi sekali, inilah pulau Kalimantan. Rasanya seperti tinggal jauh di pedalaman. Sesekali tubuh Lisa akan tersentak saat sepeda yang diboncengi oleh Dino melewati jalan yang tak rata, atau pada saat melewati lubang-lubang kecil di tengah jalan yang saat itu mereka berdua lewati. Untuk sejenak, terdengar helaan napas kasar dari boncengan di depan. Dino mendengkus dengan ekspresi masam. "Perlu jalan memutar untuk menuju stasiun bus dekat tempat toko buku yang kau maksud itu, dan aku ingin SEGERA pulang," jawab Dino dengan tegas. "Sekarang ... juga." Dino benar-benar memberi penekanan di kata 'segera', agar gadis yang duduk di boncengan belakang lebih mudah mencerna maksudnya. Lagi pula, jika Lisa tak mengerti apa yang dia sampaikan, dia bisa kembali mengingatkan gadis itu pada kejadian pagi tadi. Tentang Dino yang meninggalkan Lisa berjalan seorang diri di pinggir jalan. * Pojok kata yang akan muncul dan yang muncul * Yokatta na : Syukurlah, dalam bahasa Jepang. Seifuku : Seragam sekolah Jepang yang dirancang berdasarkan pada seragam angkatan laut bergaya Eropa dan pertama kali digunakan di Jepang pada akhir abad ke-19. Sekarang, seragam sekolah tersebut umumnya dipakai di berbagai sistem publik dan sekolah swasta di Jepang. Kata Jepang untuk jenis seragam ini adalah seifuku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD