Honeymooner

1490 Words
Danau Como, Itali Utara.  . . Waktu perjalanan yang begitu panjang membuat mereka begitu sampai langsung istirahat, lelaki itu bergerak sedikit sebelum matanya sepenuhnya terbuka. Menguap, ia menatap sekeliling, hotel dengan fasilitas komplet dan pastinya nyaman membuat dia sadar sepenuhnya bahwa dia dan istrinya ada di negara lain, Italia bagian utara.  Deru napas teratur terdengar, Yoga menoleh, melihat April meringkuk di dalam selimut tebal. Tidurnya tampak pulas sekali, tentu saja semalam dia bahkan mengeluhkan perjalanan yang jauh. Padahal sebelum ini, istrinya itu pernah menempuh perjalanan jauh juga saat kuliah di Paris.  Yoga bergerak perlahan, menyingkir-kan helai rambut yang beberapa jatuh menutupi wajah cantik istrinya. “Pril..” Hari sudah pagi, Yoga mencoba membangunkan April dengan cara lembut.  “Heum..” bergumam kecil, dia tidak sama sekali berniat membuka matanya.  “kamu nggak mau melewati setiap detik berharga disini, kan?” Yoga sangat ingat saat mereka dulu selalu berbincang banyak hal, hingga sampai pada hal yang sama-sama di sukai yaitu pelesiran. April menyebutkan beberapa tempat di dunia yang bagi wanita itu seperti surga karena begitu indah. Jika, kelak dia bisa mengunjungi tempat-tempat tersebut, April dengan lantang pernah bilang, bahwa dia tidak akan melewati setiap detik berharga untuk menikmatinya.  Namun, lihatlah istrinya itu terlihat enggan membuka mata barang sedikit pun.  “April, bangun ayo kita perlu sarapan.” Yoga sekali lagi mencoba membangunkan.  April malah merapat pada tubuhnya, “Aku masih ngantuk, Ga!” katanya, lalu kembali terdengar deru napas teraturnya.  Yoga tersenyum kecil, lalu tidak lagi mengganggu istrinya. Dia memilih mendekap tubuh itu, hingga saling memberi kehangatan melalui dekapan dan akan memesan sarapan nanti.  ***  Perlahan kelopak mata itu bergerak, mendapati sinar matahari langsung menyorot masuk dari tirai jendela yang terbuka. Dia mendesah kesal, menarik selimut menutupi kepala. Badannya terasa remuk, perjalanan panjang untuk sampai sini benar-benar membuat dia kelelahan dan menyebalkannya karena sang suami tidak mengerti, sejak tadi terus saja mengganggu tidurnya.  Menyebalkan!  “Ga, kamu nggak ngerti banget sih! aku kan capek!” omelnya kesal, tetapi tidak ada suara yang menyahuti.  "Yogaaaa... silau banget ini! tutup lagi tirainya, aku masih ngantuk banget!" keluhnya lagi-lagi, pada siapa lagi kalau bukan manusia satu-satunya yang sudah pasti ada dikamar, bersamanya. Sang suami—Yoga.  Tidak ada tanggapan.  Matanya langsung terbuka sempurna, bangun dan menyingkirkan selimut, kembali mengernyit saat sinar matahari menyilaukan pandangan-nya.  “udah terang banget, jam berapa sih ini?!" gumamnya, menoleh ke sisi sebelah. Kosong. April masih belum sadar keberadaan dia dimana. Dia duduk lalu merentangkan tangan ke atas, “Hoam!” menutup mulutnya saat menguap lebar-lebar.  “Yoga?!” panggilnya lagi sambil kembali mengerjap-ngerjap sambil meresapi sisa-sisa kantuk yang belum sepenuhnya pergi.  Menarik napas dalam, dia mengerutkan kening sampai matanya membulat sempurna, ia termenung menatap kamar yang di tempati. Bangunan khas romawi membuat April barulah sadar, di mana dirinya berada.  Bergerak, menurunkan kaki dan mulai bangkit. Perlahan kakinya melangkah ke jendela besar tersebut.  Pintu kacanya sudah bergeser, melewatinya lalu terperangah takjub...  "Ya Tuhan.. Amazing.. Wonderful, Indah sekali!" saking takjub dia sampai membekap mulutnya.  Di depannya, pemandangan danau Como, menyejukkan dengan jejeran pedesaan sunyi yang dibangun mengelilingi danau, tepat di bawah kaki pegunungan Alpen yang selalu di tutupi salju, mempunyai iklim subtropis yang khas. Pohon-pohon palam tumbuh bersisian diselingi bunga-bunga yang tengah mekar.  Di depannya ini adalah surga, Yoga memberikan Honeymoon yang terbaik. Menginap di Hotel Tremezzo tepat terletak di pinggir danau Como. Hotel tertua dengan bintang lima, posisi hotel legendaris ini tepat di tengah, dengan desain dan fasilitasnya tentu super mewah, dengan gaya bangunan yang khas Art Nouveau, nilai artistik yang tinggi didukung dengan semua ruangan dihiasi marmer khas Italia dan lis emas Belle Epoque. Yoga memilih kamar deluxe yang langsung menghadap danau yang tenang dengan latar pegunungan Alpen, menambah kesan romantis.  April terus tersenyum lebar, menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. "Segar sekali!" tak henti-hentinya dia bersyukur.  Ini adalah momen terbaik yang dia dapatkan dari semua ketidak sempurnaan pernikahannya. Rasanya dia tidak sabar berendam, disini airnya hangat. Karena terlalu menikmati pemandangan di depannya, dia sampai tidak mendengar langkah di belakangnya, sampai sepasang lengan tiba-tiba sudah melingkar di pinggangnya.  "Apa pendapatmu?" bisiknya, saat berikutnya, dia merasakan kecupan lembut di leher dan bahunya yang terbuka karena April memakai baju tidur terusan Navy, berbahan satin yang panjangnya tidak sampai setengah paha, bertali tipis di masing-masing bahu.  "Tentang ini?" tanyanya.  "Ya.."  "Beautiful view! Thank you very much, my husband." Ucapnya tulus, lalu dia terkekeh kecil. Kemudian, April mendesah saat gigitan kecil terasa disana, Yoga menghisapnya, hingga membuatnya memejamkan mata dengan tangan yang ikut mendekap tubuhnya sendiri, bertumpu tepat berada diatas lengan kekar suaminya.  "Yeah.. Honeymoon Avenue.."  April kembali tertawa mendengar kalimatnya.. "Seperti judul lagu aja!"  Dekapannya semakin erat hingga April menyadari gairah suaminya sudah menyentuh, terasa keras menyentuh belakang tubuhnya.  "Pril.." suaranya yang memanggil dengan serak membuat April semakin menguatkan itu.  "Hm.."  "kita belum melakukannya disini.." katanya, dan entah mengapa itu terdengar menggelitik perutnya, maka dari itu dia tertawa kecil.  Yoga sebenarnya sudah menunggu istrinya bangun untuk mengajak wanita itu menyusuri tempat ini. Tetapi dia hanya lelaki biasa yang penuh hasrat begitu melihat istrinya yang terlihat menggoda dengan gaun tidurnya itu. Yoga bahkan tidak tahu mengapa, dia tidak pernah bisa menahan diri pada April sejak pertama kali dia merasakan kehangatan yang diberikan wanita itu.  “Melakukan apa, hm?” April sengaja memancingnya.  “Apa perlu aku katakan?” April menggigit bibir bawahnya saat Yoga kembali menghisap bahunya dan sedikit kuat, ia yakin akan meninggalkan bekas.  “Kamu mengajakku kesini bukan hanya untuk mengurungku di kamar, kan?”  Yoga terkekeh, dia menyeringai. “tentu saja, jika kamu lebih senang kita di kamar. Aku akan menerimanya dengan senang hati.”  “Yoga!” April mendesah kesal. Yoga tertawa.  “Kamu yang paling tahu apa yang aku inginkan saat ini. I want to eat you..” April sangat mengenal lelaki yang mendekapnya ini, Kata-kata kasar berbau seksual akan ia lontarkan saat terang-terangan menginginkannya.  Yoga kian merapatkan tubuh mereka, April kian tidak berdaya saat napas Yoga terasa di telinga setelah itu menjilat cuping telinganya, membuat napas April tercekat, saat lagi-lagi dia memberi gigitan di sana.  April menarik napas dalam-dalam. Setelah menjadi istri, ini adalah kewajibannya memberikan apa yang suaminya mau dan sejak dulu dia memang tidak pernah bisa menolak Yoga.  Dia harus menunda untuk bisa menjelajah tempat indah ini, karena Yoga lebih dulu mau menjelajahi tubuhnya. "Oke, tapi janji habis ini ajak aku menjelajah tempat indah ini? Promise?"  Yoga ikut tertawa, mengecup pipinya. "Promise. After you pay it. Setelah aku menjelajahi tubuhmu!"  "With my body, hm?" April mencibir, Yoga balas dengan membuat wajahnya menoleh lalu segera menciumnya sebagai tanggapan. Memutar tubuh Istrinya untuk membuat dia mudah mendekap dan mengangkatnya. April melingkarkan kaki di pinggangnya, sementara kedua tangan otomatis melingkari erat lehernya. Sambil melengkah masuk kembali ke kamar, mereka terus berciuman, ciuman menggebu penuh hasrat.  sudut bibir Yoga terangkat "Welcome in Paradise..." bisiknya, saat meletakkan April diatas ranjang, mereka tertawa bersama.  Tidak membuang-buang waktu lagi, Yoga segera menindih tubuh istrinya, beralih menelusurkan ciuman sepanjang pipi, dagu, leher, meninggalkan bekas demi bekas juga gigitan lembut yang berhasil membuat April gelisah, mengerang pelan sampai dia hampir lupa caranya bernapas. Yoga terus membuatnya terengah, lalu tak butuh waktu lama, dalam sekejap semua pakaian mereka sudah terlepas dan saling mengejar kepuasan. Melupakan sarapan yang sudah Yoga pesan dan tertata di meja makan kamar mereka.  ***  April mengguncang bahu Yoga berulang-ulang hingga akhirnya pria itu terlihat enggan membuka mata.  "Hm..." gumamnya, dia terlihat hendak protes.  membangunkan Yoga baru kali ini terasa sulit untuk April, mungkin suaminya kelelahan setelah sesi panas mereka yang dilakukan tidak hanya di ranjang, Yoga benar-benar tidak mau mengakhirinya hanya berhenti saat sarapan yang sudah sangat terlambat. Honeymoon menurut suaminya, ya seperti itu. Bermesraan setiap waktu.  "Wake up! kamu tau sekarang jam berapa?" heran, padahal seingatnya Yoga selalu sigap dan gampang terjaga.  "Di kamar ini nggak ada jam? Kamu bisa melihat ponsel pintarmu yang sudah otomatis waktunya akan berubah sesuai lokasinya, sampai kamu membangunkan hanya untuk bertanya jam?" dia kembali memejamkan mata dan menelungkup.  April mendesah kesal. "kamu sudah janji, Ga!" April menarik lengan Yoga, memaksanya bangun. "Yoga! bangun! kata kamu, kita mau naik perahu ala Venesia, menyusuri danau Como! ini udah menjelang sore."  "kita di sini masih beberapa hari."  "terus?!"  "kita masih bisa melakukannya besok."  "Enak aja! kamu sudah janji, ga! terus aku ngapain jauh-jauh ke Italia cuman lihat kamu tidur doang!" ucapnya tidak terima, Yoga terkekeh kecil April-nya kembali, wanita super cerewet jika sesuatu yang dia inginkan tidak terpenuhi atau saat Yoga terang-terangan menggodanya dulu, April akan cerewet dan berdebat dengannya untuk membuat Yoga menjauhinya.  April mendelik. "Malah ketawa lagi! bangun, aku tunggu sepuluh menit. kalau kamu nggak bangun juga, aku serius akan jalan sendiri dan jangan harap kamu bisa pegang-pegang aku lagi!" ancamnya dengan serius, lalu berbalik untuk memakai baju, dia baru selesai berendam air panas, masih pakai handuk dan memilih membangunkan suaminya lebih dulu. Sejujurnya badan dia juga terasa letih harus mengimbangi keinginan suaminya itu. Tetapi, semangat dia tidak surut untuk menjelajah tempat indah ini.    [to be continued]  JUDUL CERITA : UN PERFECT WEDDING PENULIS : UNAARTIKA
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD