Sarang Setan

978 Words
Kriekk... Pintu kamar terbuka perlahan, menghasilkan decitan pelan. Farhan memasuki kamar yang masih gelap itu. Ia meraba saklar dan menyalakan lampu. Terlihat seorang wanita hamil yang terbaring di atas kasur. Perutnya yang besar menandakan ia tengah hamil tua. Wanita itu tidur dengan nyenyaknya, hingga tak tahu kalau hari sudah terang. "Renatha ... bangun sayang. Kamu sudah sholat subuh?" Farhan membangunkan istrinya yang masih molor. "Mas ... perutku sakit nih." Renatha, istri Farhan membuka matanya perlahan. Ia baru bangun dari tidurnya. Entah kenapa dia selalu bangun kesiangan. Mungkin karena ia sedang hamil, jadi kesehatannya kadang berubah. Tapi, anehnya ketika ia disuruh suaminya mendirikan sholat, dia selalu merengek dengan mengatakan kalau perutnya sakit. Dan itu tidak hanya alasannya belaka, tapi perutnya memang benar-benar sakit. Farhan selalu membawanya ke dokter. Dan dokter hanya bilang kalau Renatha kecapekan. padahal hari-hari Renatha selalu dihabiskan untuk istirahat dan tidur. Farhan berpikir itu semua mungkin karena efek hamil yang sudah menginjak 9 bulan, dan beberapa minggu lagi akan bersalin. Jadi, sikap istrinya bisa berubah-ubah. "Ya sudah. Kamu istirahat saja. Nanti aku bawa kamu ke dokter. Siapa tahu bakalan maju lahirannya." Farhan mengusap rambut istrinya dengan lembut, lalu mencium keningnya. Farhan sangat mencintai istrinya. Bagaimana tidak, Renatha sangat cantik dan baik padanya. Sebelum mereka menikah, banyak para pria menginginkan Renatha menjadi istrinya. Tapi hanya Farhan yang Renatha pilih sebagai suaminya. Bahkan, sempat ada kabar burung kalau ustadz Azam juga pernah menjalin hubungan dengan Renatha. Sebatas mantan pacar. "Aku belikan makanan di luar saja, ya. Kamu nggak usah masak, kamu kan lagi sakit. Nanti saja kalau kau sudah melahirkan, kita akan makan bersama-sama. Kita pasti bahagia." Ucapan Farhan hanya dibalas dengan senyuman manis Renatha, dan pelukan kasih sayang. *** Di rumah Azam, Safira tengah mencuci piring dengan kesal. Ia kesal dengan sikap istri pertama Azam yang selalu berbuat kerusakan. "Kalau bukan karena Bang Azam, sudah kuusir wanita itu dari sini!" gumamnya. Istri pertama Azam bernama Karina. Dia wanita yang misterius. Tak ada yang tahu kenapa dia bisa sakit. Dia jatuh sakit secara tiba-tiba. Dokter mengatakan kalau semua organ dalamnya patah, dan lumpuh. Bahkan ia tak bisa berbicara. Dia hanya terbaring lemas di atas kasur dan menunggu kapan ajalnya datang. Tapi anehnya, sudah bertahun-tahun ia masih bisa bertahan. Kalau dipikir secara nalar, orang yang memiliki kelumpuhan seluruh organ dalam, pasti tak akan mampu bertahan lebih lama lagi. Tapi, Karin seperti mendapat keajaiban hingga ia masih bisa bernapas sampai saat ini. Siapa kira kalau setiap napas yang ia hirup itu merupakan kutukan baginya. Safira asik memasak di dapur. Beberapa sayur ia potong lalu ia masukkan ke dalam ember. Ia menyalakan kompor dan menuangkan minyak goreng ke dalam wajan. Ketika ia hendak memasukkan sayur yang akan dimasak, ia terkejut mendapati ember yang mulanya berisi sayur itu kosong. Ia mendengar suara air mendidih. Padahal ia tadi tidak sedang merebus air. Ia terkesiap, melihat sayur tadi tiba-tiba sudah ada dalam panci panas yang berisi air mendidih. "Aku tahu pasti kalian yang melakukannya. Keluar! Keluar! Aku tidak takut padamu!" Entah kenapa Safira mengatakan hal itu. Ia tak sedang berbicara dengan Azam. Tidak ada siapa pun di dapur itu selain dirinya. Tapi seolah ia berbicara pada orang lain. Safira melihat air dalam panci itu terus mendidih. Ia fokuskan pandangan pada sayur-sayur yang memutar-mutar. Tiba-tiba, airnya berubah menjadi darah segar, dan muncul sebuah benda menyerupai tengkorak tapi keropos. Bukan salah lagi, itu adalah tengkorak jenglot yang mendidih di dalam panci.  Safira terkesiap. Hampir ia jantungan. Ia mengelus d**a, sembari menghela napas. "Aku tidak takut pada kalian." Safira melirik ke kanan dan ke kiri. Ia melihat pintu laci atas tempat menyimpan gelas, bergerak-gerak dengan sendirinya. Seolah ada sesuatu di dalamnya. Safira membuka lemari kecil itu dengan perlahan. Begitu pintunya terbuka, ia terkesiap. Seekor tikus hitam meloncat ke arahnya. Bahkan ia sempat terjatuh menimpa ubin. "Sialan!" Karena kesal, ia mengambil sapu di sampingnya, dan langsung memukul tikus itu dengan keras. Crat! Darah segar dari tikus itu muncrat mengenai wajah Safira. Tikus itu mati tak bergerak. Safira terus memukulinya sampai gepeng. Mustahil untuk bangun lagi. Tapi anehnya, perlahan tikus itu bangkit dan berjalan lagi. Namun Safira tak terkejut dengan pemandangan itu. Seolah sudah biasa ia lihat setiap hari. Ia segera mencuci mukanya di keran. Lalu ia keringkan dengan handuk kecil. Ketika ia melihat ke lantai, darah tikus yang mulanya berceceran kini hilang semua. Lantai itu bersih seperti sedia kala. Ia segera meninggalkan dapur. Tanpa disadari, ada sesosok yang selalu memperhatikannya dari tadi. Sesosok berambut panjang dengan wajah hitam, mata putih, dan tersenyum nyengir ke arah Safira. Sesosok itu juga menjulurkan lidahnya yang berlumur darah. Mungkin makhluk itu yang menjilat darah tikus tadi.  "Bang! Aku capek!" Safira menggebrak meja dengan keras. Azam yang sedang tiduran di sofa langsung terbangun. Ia heran melihat tingkah istrinya. "Apalagi sih, Safira. Kamu ini selalu marah-marah. Lama-lama Abang bisa gila kalau sikap kamu seperti ini terus." "Justru aku yang gila, Bang. Makhluk gaib yang selalu tinggal di rumah ini tak ada habisnya menggangguku!" "Astagfirullah, Safira. Apa maksudmu?" "Jin! Rumah kita ini sudah kemasukan Jin. Semua itu karena istri pertamamu yang tak bisa mati-mati. Mungkin semua jin dan setan datang untuk menjemputnya. Mereka bersarang di rumah kita, Bang!" Azam menanggapinya dengan biasa saja. Ia tak ambil pusing dengan sifat istri keduanya yang selalu mengada-ada. "Sudahlah. Kenapa kau selalu meributkan hal itu. Setan itu memang ada, jadi sudah hak mereka kalau dia mau tinggal di mana pun." "Tapi dia menggangguku, Bang! Pokoknya aku ingin Karina pindah dari rumah ini. Aku tidak peduli dia mau tinggal di mana. Kalau perlu buatkan dia rumah di kuburan. Biar dia tinggal bersama teman-teman hantunya." Safira kemudian beranjak ke kamar setelah mengoceh di depan Azam. Azam hanya menggelengkan kepalanya, dan mengambil napas berat. Ia tak peduli dengan kata-kata Safira yang sering diganggu makhluk halus. Karena Azam sendiri tak pernah diganggu oleh mereka. TO BE CONTINUED...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD