Part 2 - Honeymoon

1306 Words
Sinar matahari menembus celah-celah yang ada di jendela. Cahayanya mengenai kelopak mata Yebin. Membuat kelopak yang tadinya tertutup itu kini terbuka. Yebin mengerjap beberapa kali lalu menolehkan kepalanya ke samping agar cahaya tadi tidak mengenai matanya. Tindakan yang salah, karena begitu ia menoleh wajah Jaehoon yang sedang tertidurlah yang langsung ia temui. Yebin hampir saja menjerit. Tapi seketika ia ingat apa yang terjadi. Ia segera menolehkan kepalanya ke arah lain dan menarik nafas untuk menenangkan diri. Semalam, karena kasihan Yebin akhirnya membiarkan Jaehoon tidur di kasur bersamanya.  Setelah berhasil menenangkan dirinya, ia menoleh kembali pada Jaehoon. Menatap wajah tampan yang sedang tertidur pulas itu. "Jaehoon, Byun Jaehoon ...," bisik Yebin. Tak mendapat respon apapun, Yebin pun memberanikan diri untuk menyentuh wajah suaminya. Jaehoon hanya menggeliat saat Yebin melakukan itu. Yebin menusuk-nusuk pipi pria itu dengan telunjuknya. "Byun Jaehoon bangunlah, ini sudah pagi." Perlahan, Jaehoon membuka matanya dan mendapati senyuman Yebinlah yang menyambutnya. Jaehoon membalasnya dengan senyum lemah. "Apa aku sedang bermimpi sekarang ini? Mimpi yang aneh. Ini pertama kalinya aku memimpikan Kang Yebin." "Lalu biasanya kau memimpikan apa?" tanya Yebin penasaran. "Gadis-gadis cantik berpakaian seksi." Duakkk ... Satu tendangan sukses mendarat di perut Jaehoon. Membuat pria itu berguling dan jatuh dari atas ranjang. "Dasar amoeba m***m!" Yebin bangkit dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi dengan langkah yang dihentak-hentakkan. Sedangkan Jaehoon? Ah pria itu masih meringis sambil memegangi perutnya di atas lantai yang dingin. "Hei Kang Yebin! Yang baru saja kau tendang itu suami tahu! Suamimu!" seru Jaehoon kesal. "Persetan dengan statusmu! Mau kau suamiku atau budakku, aku tidak peduli!" balas Yebin dari dalam kamar mandi. Jaehoon bangun dari posisinya. Perutnya masih sakit. Tendangan Yebin memang luar biasa. Diam-diam ia tersenyum, "Ah kurasa pagi hariku akan jadi menyenangkan mulai dari sekarang." *** Yebin masih kesal pada Jaehoon. Karena itu saat sarapan bersama keluarganya, Yebin bertekad takkan berbicara sedikit pun. "Kalian mengambil cuti kuliah berapa lama?" tanya Tuan Kang. Jaehoon menjawab, "Tiga minggu. Ada apa Ayah Mertua?" "Apa kalian sudah memutuskan akan berbulan madu kemana?" Yebin tersedak saat mendengar pertanyaan ayahnya. Bulan madu katanya? Yebin melupakan hal ini! "Kami belum memutuskannya." ucap Jaehoon. "Kalian hanya cuti sebentar, mengapa kalian belum menentukan kemana kalian harus berbulan madu?" tanya Nyonya Kang. "Aku dan Yebin tidak terlalu memikirkan hal itu. Lagipula aku dan Yebin hanya mengambil cuti tiga minggu karena Yebin sudah mengambil cuti saat ikut dengan kalian beberapa waktu yang lalu. Ia akan sangat ketinggalan pelajarannya kalau ia mengambil cuti yang lama lagi." jelas Jaehoon. Tuan Kang dan Nyonya Kang tersenyum. Mereka merasa puas karena Jaehoon benar-benar memikirkan Yebin. "Baiklah kalau begitu mari mempercepat ini," Nyonya Kang berucap riang, "Kalian akan menginap di rumah orang tua Jaehoon malam ini dan keesokan harinya kalian bisa bersiap-siap untuk bulan madu. Jadi nanti malam pikirkanlah baik-baik kalian akan kemana. Mengerti?" Yebin melotot pada ibunya. Ia tahu ibunya mengerti kalau ia marah. Tapi Nyonya Kang sepertinya mengabaikan hal itu. "Baiklah kalau begitu." Kini Yebin berganti memelototi Jaehoon. Pria itu bahkan tidak terpengaruh dan melanjutkan makan malamnya dengan tenang. 'Sial!' *** "Bulan madu katanya? Bulan madu pantatku! Itu hanya membuang-buang uang saja! Walau kami berbulan madu atau berbulan lebah pun takkan ada yang berubah." Yeonsoo mendengarkan curhatan Yebin dalam diam. Ia sedang dalam mode adik yang baik saat ini. Biarkan Yebin selesai memuntahkan kekesalannya dulu. Setelah itu baru Yeonsoo mengeluarkan pendapatnya. "Anggap saja kau sedang liburan gratis. Lagipula Kak Jaehoon bilang ia yang akan menanggung semuanya kan?" "Tapi membayangkan bepergian berdua dengan pria menyebalkan sepertinya benar-benar membuatku frustasi." "Pria menyebalkan yang kau maksud itu suamimu sekaligus orang yang kau cintai," cibir Yeonsoo, "Kak Yebin, kau harus memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Mintalah bulan madu ke luar negeri." "Memanfaatkan kesempatan apa? Memangnya apa yang bisa kudapatkan?" "Kau bisa mencarikan adikmu ini pasangan gay di sana," hidung Yeonsoo kembang kempis, "Bukankah itu kesempatan yang bagus?" Klik ... Yeonsoo mengernyit kala suara itu terdengar, "Halo? Kak Yebin! Halo?" "Aissh, Kakak mematikan telponnya." gerutu Yeonsoo. Minkyu yang mendengar gerutuan Yeonsoo pun merangkul gadis itu. "Ada apa? Mengapa kau terlihat kesal?" tanya Minkyu. "Kak Yebin mematikan telponku karena aku menyuruhnya mencarikanku pasangan gay saat berbulan madu nanti." gerutu Yeonsoo. Minkyu menaikkan sebelah alisnya. Memilih untuk tak berkomentar apapun. Ia melepaskan rangkulannya dari pundak Yeonsoo dan kembali menggoreskan pensilnya di atas kertas gambar. "Apa yang kau gambar?" tanya Yeonsoo menyenderkan dagunya di bahu Minkyu agar bisa melihat gambar pria itu. "Eh? Rambut dan gaun gadis di gambarmu ini ...," Yeonsoo menatap Minkyu jahil, "Ini Han Hyeri bukan?" "K-kau sok tahu sekali!" Minkyu berusaha menutupi gambarnya, "A-aku mau menemui Senior Jungmyeong dulu." Yeonsoo mengernyitkan keningnya melihat reaksi Minkyu. Tapi kemudian ia terkekeh. "Tentu saja aku tahu, itu gaun yang Hyeri pakai di pernikahan Kak Yebin. Bagaimana bisa aku melupakannya," Yeonsoo mengambil ponselnya untuk menelpon Yebin kembali, "Tapi apa yang terjadi di antara mereka? Tak biasanya Minkyu menggambar orang lain selain aku dan Senior Jungmyeong." *** "Tidak diangkat!" Yebin melempar ponselnya ke atas ranjang. Seokjoong tak mengangkat telponnya walau ia terus saja berusaha menelpon pria itu. "Kak Seokjoong benar-benar jahat! Ia bahkan tak hadir di pernikahanku!" Sorot mata Yebin berubah sedih. Padahal ia sudah menganggap Seokjoong sebagai kakak laki-lakinya.Tapi Seokjoong sekarang seperti sedang menghindarinya. "Ada apa denganmu? Mengapa kau belum berkemas?" tanya Jaehoon. "Kak Seokjoong tidak mengangkat telponku." adu Yebin. 'Tentu saja ia tak mengangkat telponmu! Ia patah hati karenamu!' batin Jaehoon. Tapi tentu saja ia tak mengucapkannya secara langsung. "Sudahlah, pergilah berkemas. Nanti sore kita harus ke rumah orang tuaku. Ingat?" Yebin mengangguk pelan dan mengambil kopernya dari atas lemari. Ia lalu mulai mengemasi barangnya. "Yebin-ah," "Hm?" "Apa kau sudah memutuskan ingin berbulan madu kemana?" tanya Jaehoon, "Jepang? China? Paris? Hawai? Bali?" "Kemana pun tidak masalah bagiku." Ucap Yebin acuh. Jaehoon berdecak, "Aku juga sebenarnya tidak mau melakukan ini. Tapi bukankah aku sudah berjanji akan menjadi suami yang normal untukmu? Aku akan berbulan madu denganmu, menjagamu, memenuhi segala kebutuhanmu ...," "Mencintaiku," Yebin menoleh pada Jaehoon, "Bisakah kau melakukan itu?" Jaehoon terdiam, ia menghela nafas. "Untuk yang itu ... mungkin aku takkan bisa melakukannya," ucap Jaehoon jujur, "Lagipula banyak pasangan yang bisa bertahan walau mereka tak saling mencintai. Masalah kita berdua hanyalah orientasi seksualku. Kita tidak bisa berhubungan intim karena aku tak tertarik padamu—ah, tapi bukan berarti kau bukan wanita yang menarik. Di mata pria normal mungkin kau sangat menarik. Dan kalau kita tak melakukan 'itu' kita takkan pernah memiliki keturunan. Kau tahu itu bukan?" Benar juga, setelah bulan madu mereka selesai nanti pasti ia akan sering ditanyai mengenai hal ini. Astaga! Seharusnya Yebin memikirkan ini sejak awal dan bukannya langsung berteriak bahwa Jaehoon telah mengambil keperawanannya yang membuat mereka berdua terjebak dalam hubungan rumit seperti ini! "Jaehoon-ah, bagaimana kalau kita berpura-pura berbulan madu lalu kabur ke tempat yang jauh? Dengan begitu kita tidak perlu pusing memikirkan hal ini." saran Yebin. "Dan membuat kita berdua menjadi buronan seumur hidup kita? Apa kau gila? Kalau ingin kabur, kabur saja sendiri sana!" "Lalu sekarang kita harus bagaimana? Aisshh!" "Ah sudahlah! Jangan pikirkan hal ini dulu! Untuk saat ini ayo pikirkan kita akan bulan madu kemana." "Apa-apaan itu! Bukannya kau yang lebih dulu membahas hal ini?" gerutu Yebin, "Aku sudah bertanya tentang ini pada Yeonsoo. Tapi bukannya memberiku saran, anak itu malah memintaku mencarikannya pasangan gay saat kita bulan madu nanti." "Yeonsoo memang selalu begitu bukan? Ah, bicara tentang Yeonsoo ...," Jaehoon bangkit berdiri dan memeluk Yebin dari belakang. Yebin yang tiba-tiba mendapat serangan seperti ini tentu saja panik dan salah tingkah. "Ia memintaku melakukan ini padamu setiap hari," Jaehoon mengecup pipi Yebin  "Yeonsoo bilang ini bisa membuatmu bahagia dan bisa membuatku terbiasa menyentuhmu. Dengan begitu aku bisa perlahan-lahan kembali normal. Aku tak tahu ini benar-benar bekerja atau tidak, tapi jika itu bisa membuatmu bahagia ... aku akan dengan senang hati melakukannya. Jadi kumohon jangan merasa menyesal karena menikah denganku." *** Makassar, 30 Januari 2017 Dipublikasikan di dreame 19 Juli 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD