2. Sahabat

1393 Words
"Wah, tumbenan ngak telat, bu." Ucap Kean atau yang lebih tepatnya sindiran halus, dia takjub karena baru pertama kali melihat Felia datang ke sekolah tepat waktu. Jangan heran dia dari kelas X sampai sekarang nggak pernah datang tepat waktu. Kalau lonceng jam 7 dia bakalan datang jam 8, pokoknya dia akan menambahkan waktu satu jam dari waktu yang di tentukan. "Pak kapten bangunin gue jam 5 pagi." Felia menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya. "Ayah lo udah datang?" Tanya Nirmala. Felia hanya berguman. "Adrian udah masuk sekolah." Ucapan Karel membuat Felia yang tadinya masih mengantuk mendadak segar. Felia langsung berjalan ke kelas Aldrian yang berada di kawasan IPS, tepatnya XI IPS 1 yang tidak jauh dari kelas nya. "Mana Aldrian?!" Tanya nya saat masuk ke dalam kelas itu. Setengah berteriak. Karena tidak ada yang menanggapi dia berjalan ke arah Caca yang terkenal karena kecentilan nya. "Aldrian mana?" "Mana gue tau, emang gue emaknya." Felia memandang tajam ke Caca. "Jawabnya biasa aja! Ngak usah nyolot!" Ucap Felia sambil menggebrak meja Caca. "Eh! Lo biasa aja napa sih? Sok berkuasa banget." Felia melipat tangannya di depan d**a dan mengangkat dagunya. "Ma.sa.lah.bu.at.lo." Ucapnya menekan semua kata yang di ucapnya. Wajah Caca sudah merah padam. "Lo--" "Eis! Jangan main tunjuk, gue paling ngak suka di tunjuk tunjuk." Felia menggeser ke samping jari Caca yang tepat berada di depan wajahnya. "Felia!" Suara dari seseorang yang sedari tadi di tunggu nya. "Ck. Lo datang lama amat." Cibirnya. "Lo yang datangnya kecepatan deh?" "Auh ah. Lo ikut gue ke markas." Markas yang dimaksud Felia adalah kantin. Kantin yang sekarang masih lumayan ramai karen lonceng jam pelajaran yang belum berbunyi. Tapi tidak ada yang berani duduk di meja yang letaknya paling pinggir sebelah kanan. Karena di situ adalah tempat nongkrong nya anak anak Gang yang di takuti di sekolah itu. "Traktir ya." Aldrian mendengus, tapi dia mengangguk tanda meng'iya'kan permintaan Felia. Felia dengan cepat langsung memesan di abang bakso, dua mangkok bakso untuk nya dan Aldrian. "Lo di keroyok sama siapa? Jawab yang jujur!" Ucap Felia dengan nada menuntut. "Nggak usah gue bilang lo pasti tau. Tapi gue mohon jangan samperin dia ke sekolah nya." Ucap Aldrian. "Tenang gue nggak akan samperin tuh cowok songong di sekolah nya."tapi boong, lanjutnya dalam hati. "Jangan coba-coba lo datangin dia!" Ancam Aldrian. "Iya, Aldrian ku, sayang." Ucap Felia menggedip-ngedipkan mata nya ke Aldrian, yang langsung Aldrian respon dengan wajah seperti orang yang mau muntah. "Rafelia!" Suara yang begitu lemah lembut memanggilnya, yang kadar kehalusan suaranya bisa memecahkan kaca jadi berkeping-keping. "Halo pak! Makin cakep aja makin hari." Bisa di tebak 'kan siapa orang yang memanggil Felia. Yap, Pak Didi guru kesayangan nya Felia saking sayangnya, Felia sampai tidak bisa jauh dari Pak Didi. Pasti dimana ada Felia Pak Didi pasti tiba-tiba nongol. "Sudah bapak bilang kemarin, rambut kamu di cat warna hitam bukan coklat, Felia!" "Tapi 'kan pak saya juga bilang sama bapak, kalau saya ngak punya cat rambut yang warna hitam dan satu lagi pak. Kemarin saya sudah bilang kalau saya mau cat rambut saya coklat. Bapak lupa atau ngak ingat sih?" "Lupa dengan ngak ingat itu sama." Ucap Aldrian ikut meninbrung dalam percakapan antara Felia dan Pak Didi. Felia cengengesan. "Sudah pak ayo kita makan aja dulu, kita damai lah pak, damai itu indah lho pak." Pak Didi mendengus, anak murid nya yang satu ini benar-benar bikin dia darah tinggi. Pak Didi langsung berjalan keluar dari kantin. "Lah... Malah pergi, padahal di traktir. Nyianyiain rejeki." Felia kembali memakan bakso nya dengan lahap. "Ntar pulang sekolah Zelena sama Lalitha bilang langsung ke kafe biasa. Katanya mau salam perpisahan, mereka pergi besok." Ucap Felia. "Duo kunyuk ikut nggak?" Felia mengangguk. "Kan semua."  Aldrian manggut-manggut. Kring! "Sono masuk ntar lo di semprot lagi sama Pak Didi." "Iya sayang ku, cintaku, manisku, pahit ku, asin ku." Felia langsung berjalan keluar dari kantin menuju ke kelasnya. Tidak terasa tinggal beberapa menit lagi waktu akan menunjukan pukul 14:00 yang artinya pulang. Tapi sepertinya tidak dengan Felia dia sudah tertidur dengan beralaskan tangan nya yang dilipat, buku pelajaran bahasa indonesia nya di letakkan nya di mejanya sebagai tameng agar tidak ketahuan kalau dia tidur. "Rafelia!" Teriak bu Nala. "Eh! Bukan saya." Ucap Felia yang terkaget dari bobok cantiknya. "Kenapa kamu tidur?" "Karena saya mengantuk, bu makanya saya tidur." Jawabnya dengan entengnya. "Kamu keluar dari kelas saya sekar--" Kring! "Ibu ngak usir juga saya mau keluar kok bu." Felia memasukan buku bahasa nya ke dalam tas lalu menggendong tas nya, berjalan dengan santai ke luar kelas tanpa memperdulikan bu Nala yang belum selesai mengomeli nya. _U16_ Sekarang Felia sedang di tempat yang bisa di bilang markas musuh nya, dan bisa di bilang juga markas para sahabatnya. Sma Permata. Sma yang sedari dulu menjadi rival dari Sma Meranti. Yang tidak pernah bisa akur. Apa sudah tertebak apa yang akan dilakukan Felia dengan datang ke sini? Yap, dia ingin membuat perhitungan dengan ketua Osis dari Sma Permata. Disana, baru keluar dari gerbang sekolahnya menggunakan mobil Range rover yang berwarna merah. Felia lupa memberitahu 'kan dia naik apa datang ke sini, jawabannya dia naik angkot, iya dia tau emang nggak elit apalagi jika di bandingkan dengan dengan murid yang sekolah di Permata, nggak ada apa-apanya. Felia melempar batu kecil ke arah kaca depan mobil milik ketua Osis songong itu. Citt! Mobil itu mengerem dengan tiba-tiba. Pengemudinya membuka pintu mobilnya seakan dia tau siapa yang melempar batu itu ke mobilnya, dia berjalan ke arah Felia. "Lo yang lempar mobil gue?" Tanyanya dengan rahang yang mengeras. "Gue?" Tunjuk nya pada dirinya. "Bukan gue." Jawabannya dengan wajah polos. "Ck. Siapa lagi kalau bukan elo. Dan elo juga buat apa ke sini, ini daerah gue.l!" "Ck. Lo kira elo siapa, seenak udel mu nentuin daerah kekuasaaan. Lo kira ini punya nenek moyang lo apa?" "Lo datang sendiri ke kandang harimau." "Mana kandang nya? Mana harimau nya? Gue mau lihat! Gue belom pernah lihat secara langsung." Ucap Felia polos. Si ketua Osis itu menepuk jidat nya. "Lo b**o atau nggak waras atau apaan sih? Itu aja nggak ngerti." "Emang yang elo maksud apaan memangnya?" "Lo itu datang ke da--" "Ngapain lo di sini?" Datang lagi satu orang dengan tampang datar tanpa ekspresi. Jadi sebelum berbingung ria mari kita perkenalkan terlebih dahulu siapa orang-orang yang datang menghampiri Felia. Sang Ketos. Namanya Xavier Jeisson Achilles Teoricho. Good boy pastinya, dia baik dan supel tapi dia juga jago karate. Salah satu bangsawan yang paling tinggi derajatnya. Daniel Felixio Alviano Acuazi, di kenal dengan julukan muka datar. Memang dan pas dengannya wajahnya super datar bahkan mungkin terlalu datar, benar-benar tanpa ekspresi. Di ibaratkan nih, kayak tripleks, datar. "Bukan urusan lo juga gue bikin apa di sini." Ucap Felia ketus ke Daniel. "Lebih baik lo kembali ke habitat lo sama, hus hus." Xavier mengibas-ngibaskan tangannya menyuruh Felia pergi. Tapi bukan namanya Felia kalau mau menurut. "Lo kira gue apaan pake habitat-habitatan segala?" Felia bersedekap di depan Xavier. "Lo 'kan sebangsa monyet ya kalau nggak salah." Ucap Xavier santai jangan lupa wajahnya yang di polos-poloskan. "Lo--" Belum selesai Felia berucap sudah ada yang mengapit kedua tangan nya dan membuatnya berjalan mundur ke belakang. "Lepasin gue, nggak terima gue di bilang monyet. Lepas!" Teriakan Felia Tidak di hiraukan oleh dua orang yang mengapit kedua tangannya. Dia di lemparkan ke dalam mobil lalu dua orang yang membawanya itu duduk di depan, salah satunya menyetir dan salah satunya menatap tajam dirinya. 'kenapa lo datang ke sekolah gue' "Karena gue pengen." 'Lo, kan tau kalau sekolah kita itu musuh, terus lo datang sendiri pula.' "Ck. Stop ceramahin gue, ngomong aja ngak usah make telepati." "Ck. Lo itu gue udah bilang berapa kali jangan datang tiba-tiba ke sekolah gue." Ucap temannya yang tadi bertelepati denga Felia. "Gue nggak terima dia mukul Aldrian." "Nggak usah sampai nyamperin juga." "Berisik." Teman-teman nya hanya bisa menghela nafasnya melihat kelakuan temannya yang keras kepala ini. Sofistika Allegra Serafina Zelena Accozius. Seorang bangsawan juga sama seperti si ketos. Karena juga kebanyakan bangsawan dan orang-orang berada yang sekolah di Permata.  Panggilan nya Zelena, iya tau namanya emang supeerrr puanjaaang. Dia itu bisa di bilang pendiam sih, karena dia 'kan bisa bicara pakai pikiran jadi ngak perlu ngomong perlu mikir doang. Dia itu punya rahasia. Rahasia yang hanya di ketahui oleh Orang tua dan sahabat-sahabatnya. Pokoknya semua orang yang dia percaya. Rahasianya............ Lalitha Harmony Apporodite Berthalia Illarion. Gadis cantik nan polos. Polos bukan polos bagaimana dan hanya polos dalam hal cinta, karena dia belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Panggilan nya Lalitha. Sekitar sepuluh menit mereka akhirnya sampai di kafe. Di sana sudah ada Aldrian yang bersedekap dan memandang tajam ke Felia, yang di lihat hanya menyengir. Tiga puluh lima menit. Waktu yang di butuhkan Aldrian untuk menyelesaikan ceramah nya pada Felia. "Iya, gue nggak akan ulangi lagi." Aldrian mengangguk. "Bagus." Teman-teman nya yang lain hanya terkikik geli melihat Felia yang kena siraman rohani dari Aldrian. Tapi walau begitu Felia tau kalau Aldrian itu sebenarnya khawatir padanya. Sangat tersirat di mata nya. . . . 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD