Bab 1

1867 Words
Larasati tidak membantah atau melawan saat mendengar Hendra Gunawan, Papi-nya yang kembali mengungkit kesalahan masa lalunya, selalu masalah itu lagi itu lagi yang dibahas Hendra setiap Larasati menolak ide konyol yang memaksanya untuk segera menikah. "Kapan sih kamu bisa mendengar nasehat Papi, ini demi kebaikan kamu dan Aisha. Sampai kapan kamu hidup sendiri tanpa suami, Aisha semakin kritis dan dia membutuhkan figure seorang ayah dihidupnya. Tolong bersikap dewasalah" gerutu Hendra tak habis-habis. Larasati hanya bisa menundukkan kepala, bukannya ia tidak mau membangun rumah tangga atau memiliki suami tapi masa lalunya yang suram membuatnya malu untuk menikah. "Lara akan coba pikirkan Pi" akhirnya hanya itu jawaban yang bisa keluar dari mulut Larasati saat dirinya semakin terpojok dan tersudut mendengar desakan Hendra. "Oke, Papi sudah tua nak... Papi butuh istirahat dan satu-satunya janji yang belum Papi penuhi saat mendiang Mami kamu meninggal yaitu mencarikan suami yang bisa menjaga kamu dan Aisha" Larasati mengangkat wajahnya dan melihat airmata di pipi Hendra, Larasati semakin merasa bersalah dan menghampiri Hendra lalu memeluknya. "Maafin Lara ya Pi, Lara belum bisa membahagiakan Papi" Larasati menyalahkan dirinya yang membuat Hendra kecewa dan terluka. "Mommyyyyy... Grandpaaaa" Larasati dan Hendra langsung menghapus airmata mereka saat mendengar suara gadis kecil dari arah luar, wajah mereka yang tadinya sedih langsung berubah bahagia. Senyum mengambang seakan tidak ada masalah. "Aishaaaa, anak Mommy" Larasati merentangkan tangannya saat Aisha berlari kearahnya, Aisha langsung berhambur dan memeluk paha Larasati dengan sangat erat. "Mommmmm hikssss" Larasati langsung kaget saat mendengar isak tangis dari mulut Aisha, sangat jarang Aisha pulang dari sekolahnya berlinang airmata seperti ini. "Loh anak Mommy kenapa nangis, kamu jatuh atau ada yang jahat?" Larasati menghapus airmata yang membasahi pipi Aisha, hati Hendra remuk melihat pemandangan yang ada didepannya, putri tunggalnya yang seharusnya mempunyai masa depan cerah kini hanya bisa menghindar dari tatapan masyarakat dengan menutup diri dari dunia luar, hidupnya hanya untuk mengurus Aisha dan mengurus dirinya yang kian menua tanpa mau berbaur dengan dunia luar semenjak kejadian yang hampir merusak seluruh keluarga Gunawan. "Kapan Daddy pulang sih Mom" Pertanyaan simple tapi langsung menghujam jantung Larasati, Daddy? Bahkan siapa lelaki yang memberinya benih saja Larasati tidak tau. Larasati mencoba tersenyum meski berat, baginya hanya senyum yang boleh dilihat Aisha dari wajahnya. "Daddy? Wah tumben Aisha nanyain Daddy, bukannya Mommy sudah pernah cerita ya kalo Daddy Aisha sedang berada jauhhhhh di surga" ujar Larasati berbohong. "Surga? Cihhhh lelaki b*****t, b******k, b******n dan tidak bermoral seperti dia harusnya membusuk di neraka, aku kutuk hidupnya tidak akan pernah bisa merasakan apa itu kebahagiaan seperti dirinya yang membuatku menderita lahir dan bathin" kutuk Larasati dalam hati. "Makanya Mommy cari Daddy baru...satuuuuu ajaaaaa ya ya ya ya, teman Aisha semuanya punya Daddy dan mereka selalu di antar Daddy-nya sedangkan Aisha selalu pergi sekolah bareng supir atau Grand Pa, kenapa sih Mommy nggak pernah mau antar Aisha ke sekolah" jantung Larasati kembali seperti tertusuk sembilu. "Papi benar, Aisha semakin kritis dan bertanya tentang Daddy-nya, apa aku harus menerima saran Papi untuk menikah? Tapi siapa yang mau menikahi wanita yang mempunyai masa lalu seperti aku, semua mata sudah mengetahui kejadian itu" Larasati memeluk tubuh mungil Aisha dan mengelus rambut putri kesayangannya itu, meski Aisha hadir dirahimnya tanpa dikehendakinya, Larasati sangat mencintai Aisha sepenuh hatinya. Hendra melihat peluang saat mendengar rengekan Aisha. "Aisha mau Daddy ya?" "Pi" Larasati tau niat Hendra yang mengambil kesempatan untuk kembali menekannya untuk menikah. "Iya Grandpa, Aisha ingin Daddy yang baik, perhatian dan sayang sama Aisha" Aisha mengingat sosok ayah Varent, teman sekelasnya. Entah kenapa bagi Aisha sosok Daddy sempurna itu adalah Ayah-nya Varent. "Bagaimana nak? Tidakkah kamu terlalu kejam jika menolak keinginan anakmu?" Larasati melihat bola mata Aisha yang penuh harap, kali ini ia tidak bisa lagi menghindar dan menolak. Wajah lugu Aisha membuat pertahanannya luluh dan pasrah. "Terserah Papi, Lara nurut kali ini tapi hanya kali ini saja. Jika Lara tidak sreg dengan lelaki yang Papi pilih. Maaf... Lara akan langsung menolak perjodohan ini" Hendra langsung memeluk Larasati saking senangnya. "Iya iya Papi jamin kamu nggak bakal kecewa dengan pilihan Papi" balas Papi, Aisha yang tidak mengerti hanya bisa menatap Larasati dan Hendra secara bergantian. **** Tok tok tok "Masuk!" suara menggelegar terdengar ditelinga Lola, sekretaris dan juga tangan kanan pemilik Dinata Group, sebuah perusahaan manufactur ternama dikota Jakarta, mendengar perintah atasannya Lola lalu masuk dan berdiri didepan meja kayu berwarna coklat gelap yang diatasnya berserakan dokumen dan surat-surat, kursi yang membelakangi Lola kemudian berputar dan Lola melihat seorang lelaki berusia 30 tahun dengan tangan memegang rokok serta berwajah tegang, dingin dan kaku melihat kearahnya. Mata elang itu menatap kearah tangan Lola yang memegang sebuah map berwarna biru dan sebuah undangan berwarna pink muda, keningnya berkerut dan Lola sadar sebentar lagi atasannya yang bernama Bayu pasti marah besar jika melihat benda asing yang tidak ada hubungan dengan perusahaan berada di ruang kerjanya. "Itu apa yang kamu pegang?" tanya Bayu sambil mematikan rokok diasbak yang sudah dipenuhi punting dengan suara mengintimidasi dan dingin, Lola menyerahkan map biru langsung ke tangan Bayu sedangkan undangan tadi masih dipegangnya. "U..undangan Pak" balas Lola itu dengan gugup sambil menggigit bibir bawahnya. "Buang! Sekali lagi saya ingatkan jangan pernah memperlihatkan hal-hal nggak penting seperti ini kepada saya apalagi jika tidak berhubungan dengan pekerjaan, mengerti!" tegurnya dengan keras, Lola mengangguk meski ada rasa ingin memberitahu Bayu siapa yang menyerahkan undangan itu tapi lidahnya terasa kelu dan memilih untuk membiarkan atasannya tau dengan sendirinya. "Ba..baik pak" sahut Lola, Lola hendak menyembunyikan undangan itu dibelakang badannya tapi sudut mata elang Bayu mampu membaca nama yang tertulis dengan sangat jelas di sampul depan undangan itu, tangan Bayu bergetar dan berharap apa yang dibacanya adalah kesalahan, tapi setaunya sangat jarang orang Indonesia menggunakan nama 'RATIH GAUNALA' kecuali Ratih yang dikenalnya. "Tunggu! Siapa yang mengantar undangan ini? dan kapan undangan ini diantar?" tanya Bayu dengan tidak sabaran, Lola mengeluarkan keringat dingin didahinya, jika lidahnya lancang menyebut nama yang mengantar undangan itu dijamin karirnya hanya sampai hari ini di perusahaan yang sudah menjadi rumah keduanya ini, rumah kedua yang mulai tidak nyaman semenjak atasannya bercerai dari istrinya. Rumah yang berubah penuh ketegangan dan amarah serta caci maki. "Anu Pak... aduh bingung saya mau bilangnya, pokoknya orang yang mengantarnya bilang jika dia berharap Bapak datang ditanggal pernikahannya... hanya itu yang saya bisa sampaikan, saya permisi dulu Pak" Lola meletakkan undangan itu diatas meja Bayu lalu berlari keluar dengan harap-harap cemas menunggu titah berupa pemecatan dari mulut Bayu. Setengah jam Satu Jam Lola sama sekali tidak mendengar apapun dari ruang kerja Bayu, dadanya semakin bergemuruh hebat, rasa ingin taunya membuat Lola memutuskan untuk mengintip ruang kerja Bayu, bayangan buruk jika lelaki sedang patah hati yang rela menyakiti diri sendiri membuat Lola berani membuka pintu ruang kerja Bayu. Lola melihat punggung Bayu yang menghadap kearah balkon, Lola membuang nafas lega dan memilih untuk menutup kembali pintu ruang kerja Bayu. Bayu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Ibu-nya. "Halo, kali ini Ibu menang... cucu? Oke aku akan kasih cucu yang Ibu inginkan, menikah dengan pilihan Ibu? Baik aku juga akan lakukan, tapi setelah semua keinginan Ibu aku kabulkan tolong jangan usik hidupku dan Ratih lagi, hah menikah dengan lelaki lain? Jangan harap!" Bayu mematikan ponselnya dan meremas undangan yang dipegangnya, waktu pernikahan Ratih masih 3 bulan lagi, dan selama 3 bulan ini dia akan menuruti keinginan Ibu-nya untuk menikah dan memberi cucu tapi setelah itu dia akan meninggalkan istri pilihan Ibu-nya dan kembali mengejar Ratih, wanita yang sangat dicintainya dan juga mantan istri yang terpaksa diceraikan karena tidak sanggup melihat airmata jatuh dipipi Ratih akibat perlakuan Ibu-nya yang sangat tidak menyukai Ratih akibat status ekonomi yang sangat berbeda diantara mereka. **** Larasati melirik jam yang ada ditangannya, waktu sudah menunjukkan pukul Tujuh lewat Sepuluh menit, dirinya sudah menunggu Sepuluh menit dari janji yang diatur Hendra untuk pertemuan pertama dengan lelaki yang akan dijodohkan dengan dirinya. Berulang kali ia membuang nafas antara kesal dan marah, selama ini ia jarang keluar rumah dan demi membahagiakan Papi serta Aisha hari ini ia rela duduk ditengah restoran dan merasa semua orang memandangnya secara hina akibat kejadian 5 tahun yang lalu. "Nona Larasati?" suara berat lelaki yang memanggilnya dari belakang sanggup membuat Larasati terkejut bukan main. Jantungnya berdegup kencang seperti lonceng yang berbunyi. Larasati berdiri dan memutar tubuhnya untuk melihat kearah lelaki yang memanggilnya tadi. "Iya, saya Larasati Gunawan dan Mas..." Larasati mengulurkan tangannya, lelaki itu membalas uluran tangan Larasati dan tersenyum mencoba untuk ramah dengan lelaki yang dikirim Papi-nya. "Bayu Anggara Dinata" balas Bayu, lumayan lama mereka berjabat tangan dengan saling menilai satu sama lainnya, Larasati menilai Bayu sudah cukup umur untuk menjadi Daddy Aisha sedangkan Bayu menilai pilihan Ibu-nya lumayan bagus untuk selera Ibu-nya yang mementingkan bibit, bebet dan bobot wanita yang berhak bersanding dengan dirinya. "Silahkan duduk Mas" Larasati mempersilahkan Bayu untuk duduk didepannya, Bayu membuka jas miliknya dan memilih duduk didepan Larasati. Suasana sedikit kaku dengan kediaman mereka, Larasati bingung bagaimana memulai percakapan sedangkan Bayu malas membuka percakapan. Larasati menarik nafas dalam-dalam sebelum membuka pembicaraan tentang rencana kedua orangtua mereka. "Mas mau minum apa?" Larasati membuka buku menu. "Terserah, apapun yang kamu pilih pasti saya makan" balas Bayu dengan dingin, Larasati mengangguk dan memilih makanan yang menurutnya enak. "Terima kasih mbak" Larasati menyerahkan kembali buku menu kepada pelayan restoran, lalu melihat kearah Bayu yang sibuk dengan Ipad-nya. Larasati membuang nafas, ia pikir lelaki yang akan dicari Hendra bertipe lelaki biasa, ternyata dari penampilannya lelaki yang kemungkinan akan menikahinya bertipe pekerja keras, dingin dan kaku. "Jadi... bagaimana dengan rencana kedua orangtua kita?" tanya Larasati yang akhirnya bosan menunggu Bayu membuka perbincangan, Bayu meletakkan Ipad-nya keatas meja dan menautkan kesepuluh jarinya lalu menatap kearah Larasati. Larasati yang sudah lama tidak ditatap lelaki sedekat ini langsung salah tingkah dan wajahnya memerah. Larasati meneguk air putih untuk menenangkan kegelisahannya akibat ditatap Bayu. "Kamu mau jadi istri saya?" tanya Bayu to the point, mendengar pertanyaan tepat sasaran dari Bayu membuat Larasati tersedak dan menyemburkan air kewajah Bayu. Larasati kaget dan mengambil lap untuk membersihkan wajah Bayu yang sudah basah akibat terkena semburannya. "Ma...maaf Mas" Bayu menghela nafas dan memegang tangan Larasati untuk menghentikan wanita yang baru dikenalnya itu agar tidak menyentuh tubuhnya. "Biar saya yang membersihkan" Bayu mengambil lap dari tangan Larasati dan membersihkan sisa-sisa air diwajahnya, Larasati memilih duduk kembali dan menundukkan wajahnya akibat rasa malu akibat ulahnya. "Kamu belum jawab pertanyaan saya, kamu mau jadi istri saya?" tanya Bayu sekali lagi setelah memastikan wajahnya bersih. "Sebelum saya menjawab pertanyaan Mas, saya juga mau bertanya... Mas tau tentang saya?" tanya Larasati, Bayu yang tidak peduli langsung mengangguk seakan dirinya sudah tau apa dan bagaimana wanita pilihan Ibu-nya, tadi dirumah Ibu-nya sempat memberikan Map berisi data pribadi Larasati tapi sayangnya Bayu enggan membaca dan percaya jika pilihan Ibu-nya memang tidak salah. "Tentang masa lalu saya?" tanya Larasati sekali lagi, lagi-lagi Bayu mengangguk dan meminum kopi yang baru saja dihidangkan pelayan, "baiklah, jika Mas tau tentang masa lalu saya... saya terima perjodohan ini, saya mau menjadi istri Mas" Larasati menghela nafas lega, akhirnya dia memilih menerima lelaki yang kini duduk didepannya, sebenarnya ada rasa tidak nyaman saat berada didekat Bayu tapi rasa ingin membahagiakan Aisha membuatnya langsung memutuskan menerima Bayu sebagai calon suaminya. "Baik, semua sudah diputuskan... pernikahan akan diadakan 1 minggu lagi, sampai jumpa lagi saat akad nikah" Bayu meletakkan cangkir kopinya dan memasang kembali jasnya dan pergi meninggalkan Larasati yang hanya diam membisu mendengar ucapan Bayu. "Seminggu? Secepat itukah? Bahkan aku belum mengenalkan Aisha dengan Mas Bayu, tapi ya sudahlah nanti saja saat acara pernikahan, Aisha pasti menyukai Mas Bayu dan begitupun Mas Bayu pasti akan menyukai Aisha" ujar Larasati dengan penuh percaya diri. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD