Part 2 : That Girl

1741 Words
Rendy sedang melamun ketika tiba-tiba Nathan masuk ke dalam ruangannya dengan gaya tengil dan menaruh setumpuk kertas poto di meja, kemudian, ia duduk santai disana. Hanya Nathan dan Daffa sahabatnya saja yang terbiasa melakukan itu. Nathan sudah menjadi orang kepercayaan Rendy. "Kemarin kau memintaku untuk mencari tahu siapa gadis yang menamparmu itu, bukan?" ucapnya memberi keterangan, menunjuk tumpukan poto itu dengan dagu. "Cepat sekali." "Waktu adalah uang," tukas Nathan memutar tubuhnya. Kini ia menghadap ke arah Rendy dan menumpukan tangan di meja kerja pria itu sembari menatap nakal. Karena sudah merasa sangat penasaran, Rendy dengan cepat mengambil tumpukan-tumpukan poto yang terlihat tak tertata rapih itu. Disana, banyak gambar gadis yang sedang ia cari dengan berbagai pose dalam berbagai kegiatan. Rendy terlihat diam mengamati. Demi Tuhan! Gadis itu nampak seperti Mikaela, hanya bibirnya saja yang terlihat lebih tipis dan pipinya yang lebih berisi. "Nona Jovanka Liora." "Hm?" "Itu namanya, dia tinggal di sebuah rumah mewah bersama keluarga Adrea." Rendy tetap diam mengamati poto itu satu persatu. Tiba-tiba ia berhenti di salah satu poto yang mencuri perhatiannya. "Siapa pria yang bersamanya ini?" Tunjuk Rendy pada sebuah poto yang memperlihatkan Liora sedang mencium pipi seorang pria yang akan masuk ke dalam mobil. "Kekasihnya." "Oh." "Apakah kau tertarik padanya?" tanya Nathan dengan senyuman mengejek. "Bukan urusanmu, tugasmu sudah selesai, sekarang pergilah." "Kau tidak ingin mendengar dan  mengetahui banyak hal tentang dia?" "Kau sudah cukup memberitahuku namanya dan dimana ia tinggal, sisanya akan aku ketahui sendiri dari mulutnya." "Baiklah aku pergi sekarang, terimakasih untuk bayarannya," tukas Nathan masih dengan khas tengilnya. "Akan aku mentransfer bonusmu." Nathan membuat tanda oke pada jarinya dan melangkah meninggalkan Rendy. Sedangkan Rendy terlihat gusar melihat punggung Nathan yang hampir menghilang. "Satu lagi," ucapnya dengan nada cukup keras yang membuat Nathan membalikkan badan. "Ada apa?" "Cari tahu tentang pria yang menjadi kekasihnya itu." Sebelum Nathan menutup pintu ruangan, ia hanya tersenyum, senyuman yang seolah-olah mengejek Rendy yang memang tertangkap bahas sedang tertarik pada seorang wanita. "Baiklah, Tuan Rendy," gumamnya pelan. . Cherry menggeliat membenarkan posisi tidurnya, juga selimutnya. Semalaman ia begadang karena Rose menelponnya hingga tengah malam. Baru saja ia akan kembali terlelap, suara derap langkah seseorang dengan terburu mengusiknya. "Cherry, bangun," ucap seseorang mengguncang bahu Cherry. Gadis itu hanya bergumam pelan, kembali menggeliat dan menyingkirkan tangan yang ada di pundaknya. "Cherry, Cherry." Tidak menyerah, suara yang tak asing itu berusaha membangunkan Cherry lagi. Ia hapal sekali siapa pemilik suara itu, Liora. Cherry geram, ia paling tidak suka jika seseorang mengganggu kenyamanannya. "Oh, Gosh!" rengeknya menyingkap selimut dengan posisi duduk. "Kenapa kau menggangguku, Kak?" kesal Cherry. Liora hanya diam menatap Cherry lekat-lekat, bola matanya berputar ragu, kemudian dengan perlahan ia gerakkan ke arah pintu diikuti Cherry. Disana, ayah Cherry sudah berdiri tegap dengan tatapan tajam memandang ke arah putrinya. Belum sempat bicara satu patah katapun, Cherry sudah yakin jika ayahnya tengah dalam mood yang jelek. Ia pasti marah pada Cherry. Tapi apa kesalahannya? Cherry merasa tidak berbuat sesuatu yang salah. "Siapa pria yang sudah menidurimu?" Mata Cherry membulat mendengar satu pertanyaan yang dilontarkan ayahnya sembari mendekat. Matanya dengan kuat mengintimidasi Cherry. "Si-siapa?" Gadis itu tergagap. Ia melirik Liora yang berdiri di samping ranjangnya. Berani sekali kakaknya itu mengadukan pada ayah. "Katakan padaku, atau aku akan mencari tahu sendiri." Ucapan dari Adrea, sang ayah, membuat Cherry yakin, ayahnya pasti sudah mengetahui bahwa pria itu adalah Rendy. Pasti Liora-lah yang memberitahunya. "Baiklah, Nak, jika kau tetap diam, Aku dan Ibumu yang akan mempersiapkan pernikahanmu dengan pria itu," ucap Adrea dengan senyuman yang membuat Cherry merinding, kemudian pria itu meninggalkan kamarnya. Kemarahan yang sedari tadi Cherry tahan meledak ketika ia hanya berdua saja dengan Liora. "Apa yang kau katakan pada Ayah, Kak?" tanya Cherry menggebu-gebu, napasnya tak teratur, matanya membulat menatap Liora meminta penjelasan. "Aku mengatakan semuanya," jawab Liora jujur. "Apa kau sudah gila? Bagaimana kau bisa mengatakannya pada Ayah?" "Aku hanya ingin pria b******k itu bertanggungjawab atas apa yang ia perbuat." Cherry menghela napas berat, ia bangkit dari ranjangnya dan berdiri tepat di depan Liora yang jauh lebih tinggi darinya. "Aku tidak hamil." "Tapi dia sudah menidurimu." "Itu hal yang biasa di jaman sekarang! Kau pun pasti sudah melakukannya dengan kekasihmu," geram Cherry. "Kau masih sekolah Cherry! Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu!" balas Liora menaikkan nada suaranya. Sebenarnya Cherry mengerti jika Liora hanya khawatir layaknya seorang kakak. Liora gadis baik-baik, ia sangat terdidik dan menjunjung tinggi kehormatan wanita. Seperti ayah, ia pasti tidak akan suka jika Cherry berbuat macam-macam. Tetapi, Cherry sangat tidak suka jika gadis itu mencampuri urusannya, apalagi Cherry merasa ia sudah cukup dewasa untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Ia memang tertarik pada pria yang sudah menidurinya itu, dan ia sudah bertekad akan mencarinya lagi. Tapi tidak dengan menikahinya. Demi Tuhan, Cherry masih sangat muda untuk menikah, ia tidak ingin seperti ibunya yang menikah muda, walaupun kehidupan orangtuanya bahagia, tapi Cherry masih mempunyai banyak mimpi. Lagipula, usia pria itu jauh lebih tua darinya, itu sangat tidak mungkin. "Kukatakan sekali lagi, Ayahmu sangat menjunjung tinggi kehormatan seorang wanita, kau tumbuh dengan didikannya, seharusnya kau dapat menjaga dirimu sendiri, Cherry. Aku berbicara seperti ini karena aku peduli padamu," lanjut Liora lagi membuat Cherry mencebik. "Terserah apa katamu dan apa yang diinginkan Ayah, kau harus merayu Ayah untuk membatalkan rencana pernikahan itu," pinta Cherry melunak. "Apa Ayah gila ingin menikahkan putri kecilnya ini?" Liora hanya menghela napas, ia juga sebenarnya tidak tahu apa yang dimaksud tuan Adrea, apakah ia benar-benar ingin menikahkan Cherry dengan pria itu, atau hanya sebuah gertakan belaka? Yang ia tahu, tuan Adrea adalah tipe pria yang tidak akan bermain-main dengan ucapannya. Dan lagipula, pria itu memang harus bertanggungjawab karena sudah 'merusak' Cherry. Tetapi, ucapan Cherry ada benarnya, ia masih sangat muda untuk menikah, mimpi-mimpinya masih panjang. Liora menjadi dilema, ia kembali menghembuskan napas kasar dan menarik Cherry dalam pelukannya. "Tenanglah, semua akan baik-baik saja." Mendengar itu, Cherry membalas pelukan Liora dan merasa sedikit lega. Ia berpikir Liora pasti akan melakukan sesuatu untuknya, misal dengan merayu ayahnya untuk membatalkan rencana gilanya itu. Tapi pikiran Cherry sepertinya salah. . "Pak Rendy, seseorang ingin bertemu Anda, ia terus memaksa untuk bertemu Anda." Rossa masuk dengan tiba-tiba tanpa mengetuk pintu, membuat Rendy yang sedang melihat-lihat berkas pekerjaan menjadi geram. "Siapa?" tanyanya kesal. "Seorang wanita yang bernama Liora. Wajahnya terlihat tidak asing," jawab Rossa nampak berpikir, ia memangku dagunya dengan telapak tangan. Kekesalan Rendy hilang begitu saja ketika mendengar nama seseorang yang disebutkan itu adalah Liora. Tentu saja gadis itu tidak asing lagi bagi Rossa, ia dengan jelas melihat gadis itu menamparnya. "Dia gadis yang menamparku waktu itu, Rossa." Mulut Rossa menganga, "ah, maafkan saya, Pak, saya akan mengatakan padanya jika Anda sedang sibuk." "Tidak perlu," cegah Rendy cepat. Sesungguhnya ia sangat bersemangat sekarang untuk menemui Liora, tapi ia mencoba untuk tetap tenang di hadapan sekretarisnya itu. Rossa mengangkat alisnya, meminta penjelasan. "Katakan padanya, untuk menungguku di lobi, aku akan menemuinya." "Baik, Pak." Rendy menggigit bibir bawahnya dan tersenyum penuh makna ketika Rossa meninggalkan ruangan untuk menyampaikan pesannya. Dan disinilah mereka sekarang. Disebuah cafetaria dekat dengan kantor Rendy. Ya, Rendy sengaja mengajak Liora menemaninya makan siang. Wajah gadis itu nampak sangat tidak bersahabat ketika Rendy memaksanya untuk ikut dengannya. "Lalu, apa yang ingin kau bicarakan denganku, Nona?" tanya Rendy sembari menyesap kopi hangat yang baru saja datang. Terdengar helaan napas kesal Liora membuat Rendy ingin tertawa. Mungkin gadis di hadapannya ini adalah tipe wanita dengan emosi menggebu-gebu. Ia masih ingat dengan jelas ketika Liora memakinya b******n dan b******k. "Namaku Liora, dan aku tidak ingin berbasa-basi disini, tuan Rendy Leonard Sandjaya. Aku hanya ingin membicara tentang adikku." "Liora? Dimana kau tinggal?" tanya Rendy pura-pura tidak tahu, ia hanya fokus pada wajah gadis itu. "Aku tinggal tidak jauh dari sini. Begini tuan Rendy--" "Apa pekerjaanmu?" "Aku bekerja sebagai akuntan di A.Drea Company." "Berapa usiamu?" "Sangat tidak sopan menanyakan usia seseorang saat pertama kali bertemu." Rendy terkekeh. "Baiklah, apa kau sudah punya kekasih?" tanya Rendy semakin menggoda, ia memandang tepat ke wajah Liora yang terlihat makin kesal, matanya nampak berkilat marah. "Kau sedang mempermainkanku?" tukas Liora menaikan nada bicaranya. "Tidak." "Kau anggap aku sedang bercanda saat ini?" "Tidak juga." Dengan santai Rendy menjawab, ia kembali menyesap kopinya, ia senang mempermainkan Liora, karena wajah gadis itu akan memerah menahan amarah. Wajahnya terlihat cantik seperti Mikaela, dan Rendy menyukainya. "Dengarkan aku Tuan Rendy, aku menemuimu bukan karena ingin meminta maaf karena sudah menamparmu, tetapi aku disini karena aku ingin menuntut tanggung jawab darimu." "Tanggung jawab?" "Ya." "Apa yang harus aku lakukan untuk bertanggung jawab?" "Kau harus menikah." Rendy tidak bisa menahan tawanya lagi. Ia tertawa sembari menutup bibirnya dengan punggung jari, yang terlihat seperti ejekan bagi Liora. Tapi, melihat gadis itu seperti menahan umpatan, Rendy berhenti. "Baiklah, baiklah, jadi siapa yang harus aku nikahi?" godanya lagi sembari kembali menyesap kopinya santai. "Adikku. Gadis delapan belas tahun yang sudah kau tiduri beberapa hari yang lalu." Rendy terbatuk, dengan cepat menaruh cangkirnya ke atas meja dan membenarkan posisi duduknya. "Delapan belas tahun?" tanyanya terkejut. "Ya." Siapa gadis remaja yang sudah Rendy tiduri? Ia sama sekali tidak mengingatnya, bahkan ia merasa tidak pernah meniduri gadis remaja. "Siapa namanya?" "Cherry." "Cherry? Siapa itu?" "Adikku." "Aku tidak pernah tidur dengan gadis yang bernama Cherry." Sungguh, Rendy tidak pernah meniduri gadis yang bernama Cherry selama ini. Terakhir ia hanya tidur dengan seorang gadis muda yang namanya saja ia tidak ingat, yang pasti Rendy ingat namanya bukan Cherry. Gadis itu memang perawan, tapi sepertinya tidak mungkin jika ia berusia delapan belas tahun. Perasaan Rendy mulai tidak enak. Apakah Liora salah menuduh orang? Padahal ia sudah menampar Rendy di hadapan rekan kerja bahkan karyawannya. Berani sekali gadis itu. "Aku tidak peduli jika kau tidak mengakuinya, Tuan. Aku lebih percaya pada adikku sendiri." "Apa yang ia katakan padamu? Sungguh, aku tidak mengenal gadis yang bernama Cherry." "Dia mengatakan dengan jelas, bahwa seorang Rendy Leonard Sandjaya sudah merebut keperawanannya malam itu." Rendy memejamkan mata, kini ia yakin siapa gadis yang dimaksudkan Liora, siapa lagi gadis perawan yang sudah ia tiduri selain gadis yang ia temui dimalam pesta ulangtahun Mario? Sial. Ingin rasanya Rendy merutuki kebodohannya dan kecerobohannya.l sendiri. Ia meniduri gadis belasan tahun di usianya yang sudah berkepala tiga? Bahkan gadis itu adalah adik dari gadis yang saat ini sudah merebut perhatian Rendy? Liora nampak melihat arloji yang melingkar ditangannya sebelum bangkit. "Pembicaraan kita belum selesai, aku akan menemuimu lain waktu karena aku ada kesibukan lain saat ini," ucap Liora lalu ia terlihat mengeluarkan sesuatu dari dompetnya. "Ini kartu namaku, pikirkan lagi apa yang telah kau perbuat, dan hubungi aku ketika kau sudah siap. Kau tidak mungkin bisa mengelak, karena tuan Adrea pasti akan membunuhmu," tambah Liora kemudian melenggang pergi meninggalkan Rendy yang masih terdiam tidak percaya jika ia harus bertanggung jawab menikahi seorang bocah. Dan apa kata Liora tadi? Tuan Adrea akan membunuhnya? Sial, apa gadis cilik itu sudah melaporkannya pada seluruh keluarganya? Rendy harus menemui Cherry untuk menolak tuntutan Liora. Ini bukan salah Rendy. Cherry yang menggodanya, mereka melakukannya atas dasar suka sama suka. Rendy tidak memperkosa gadis itu. Kenapa ia harus bertanggungjawab? Apa mungkin gadis itu hamil? Rendy mulai khawatir dengan apa yang ia perbuat. Dan juga Liora? Beraninya gadis itu mengancamnya dengan membawa nama Adrea. Rendy bersumpah akan membuat gadis kurang ajar itu menarik kembali kata-katanya. Tbc.....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD