Dua.

1644 Words
Pandu melangkahkan kaki kedalam halaman sekolahnya lagi, berjalan menuju kelasnya hanya untuk mengambil tas ranselnya yang tidak ada isi apa-apa selain charger ponselnya. Langkah Pandu dibuntuti oleh keempat temannya yang sedang bergurau tak henti-henti, sehingga gelak tawa mereka terdengar sampai ketelinga para siswi yang menganggap bahwa tawa itu; penuh pesona. Pandu memberhentikan langkahnya saat ia lihat mading dikoridor begitu ramai dikemuruni para siswa. Alisnya terangkat sebelah, keempat temannya segera menghampiri Pandu setelah saling tatap menatap. "Kenapa, Pan?" Habib bertanya dengan wajah bingung. "Itu ada apaan? Rame amat." jawab Pandu tanpa melirik sedikitpun kearah Habib. Mereka semua menatap kearah mading. Ciko tak mau ambil pusing, ia segera berjalan kearah mading untuk kemudian ia menerobos sampai tepat didepan poster yang menjadi tontonan para siswa. Ciko mengulas senyum lebar, "Ini sih surga dunianya GIS." gumamnya kemudian segera menyingkir dari kerumunan itu lalu berlari menghampiri keempat temannya yang pasti sudah menunggu kabar yang akan disampaikan oleh Ciko. "Sumpah ini sih milik gue!" seru Ciko dengan wajahnya yang sumringah. "Apaan sih?" tanya Gibran, dahinya mengernyit keheranan. "Anak baru yang tadi lu omongin Bib, jadi tranding topic di GIS. Sampe-sampe fotonya ditempel di mading, bukan cuma diposting di sosmed." jelas Ciko. "Bener kan kata gue," "Seriusan?" Jeri nampaknya tertarik dengan obrolan. "Gimana sih fotonya, gue mau liat." Gibran mengeluarkan ponselnya lalu mencari akun ** lambe turahnya GIS; gis.update Sudah tertera jelas dipostingan 3 jam lalu, kedua gadis cantik yang fotonya dijadikan satu kedalam satu foto. Diposting dengan keterangan; "New student -Gebi & Elsa- #themostwantedgirl" Gibran berdecak kagum, "Gila langsung jadi most wanted." ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ponsel Gibran langsung ditarik paksa oleh Jeri, setelah melihat apa yang tertera dilayar, Jeri pun langsung berdecak kagum. "Gila cantik bener, dua-duanya boleh deh bungkus." Habib langsung menarik ponsel itu kegenggamannya, dan sama ia pun langsung berdecak kagum. "Gak diragukan deh, sasaran empuk." ujar Habib. Kemudian Habib langsung membacakan komentar-komentar dipostingan itu yang terlihat jelas sangat menghujat anak baru itu. "Ah gak cocok jadi most wanted." "Gak setuju gue kalo mereka berdua jadi the most wanted girlnya." "Gebi, Elsa, apaan banget masa langsung jadi most wanted. Belom juga dua puluh empat jam di GIS." Habib terkekeh geli setelah membaca beberapa komentar hujatan itu. "Ini pasti yang komen mukanya pada b***k-b***k gak jelas, makanya mereka ngehujat." ujar Habib. Ciko menoyor kepala Habib, "Sembarangan lu, pasti ada gebetan lu tuh yang ngehujat." "Gue mana ada gebetan. Nanti deh nih, otw punya gebetan." Habib menaikan kedua alisnya seraya melirik kearah ponsel yang masih ia pegang. Oh, mereka tahu artinya. "s**l! Jangan diambil, punya gue!" ujar Ciko. "Gue satu lah, bosen nih jomblo." ujar Jeri cekikikan. "Apaan sih," Gibran menarik ponselnya kembali. "Nih cewek dua juga belum tentu mau sama lo pada." cibirnya geram melihat ketiga sahabatnya saling rebutan perempuan. "Eh Pan, lo gak tertarik mau tau siapa anak barunya gitu..." sahut Jeri disertai anggukan teman-temannya. Pandu hanya melengos lalu berlalu meninggalkan temannya. "Gak penting." sahutnya sebelum pergi. Habib, Gibran, Ciko, dan Jeri sesaat saling menatap untuk kemudian mereka berjalan menyusul Pandu. Ya, memang dasar Pandu. *** Pandu, Habib, dan Gibran melangkah masuk kedalam kelasnya yaitu 11 IPA 3. Fyi, Pandu, Habib, dan Gibran adalah teman sekelas, sedangkan Jeri dan Ciko berada dikelas 11 IPS 5. Jeri dan Ciko memang sangat anti IPA, jadilah mereka lebih memilih IPS dibandingkan dengan IPA yang sangat mematikan saraf otak. "Gib, Pan, Bib, kalian kemana aja sih?" tanya Citra dengan wajah berapi-api. Citra yang notabenenya adalah sekretaris kelas tentu saja keberatan jika ketiga teman kelasnya itu selalu saja bolos pelajaran, sebab itu artinya ia harus mengurus absen mereka semua agar tetap bagus dimata para guru. Karena waktu itu Pandu pernah mengancam Citra jika saja Citra sampai mengalfakan Pandu, Gibran, dan Habib diabsen, Citra akan menerima resikonya. Siapa yang tidak takut diancam seperti itu dengan si Pandu yang notabenenya adalah bad boy. Pandu hanya melirik Citra sebentar lalu duduk dibangkunya yang berada dinomor 3. Gibran menyusul duduk disamping Pandu, sedangkan Habib menghampiri dibangkunya yang berada paling belakang pojok hanya untuk mengambil tas ranselnya kemudian menghampiri kedua temannya lagi. Citra yang merasa ucapannya tidak dihiraukan langsung berkacak pinggang sambil berjalan menuju ketiga orang tak tahu diri itu. "Gue capek ya harus buat alesan mulu ke guru kalo kalian pada bolos." cerocos Citra dengan wajahnya yang sudah memerah. "Seumur-umur baru ini nih gue nemuin orang nyebelinnya kaya kalian!" "Apa lagi lo Pandu, ternyebelin! Udah irit kata, gak pernah jawab kalo orang nanya, dan seenak-enaknya aja ngancem gue, terus--" "Lo bisa diem gak?" Pandu berdiri dari duduknya sambil menenteng tas ranselnya lalu berjalan keluar meninggalkan Citra yang emosinya kini sudah memuncak; namun tidak bisa berbuat apa-apa. "Woi mau kemana lagi?!" pekik Citra. "Gak kasian sama gue?" "Woi!" Habib dan Gibran hanya membuntuti Pandu untuk sebelumnya menghadiahkan Citra dengan juluran lidah. "Pandu!" "Bib!" "Gibran, woi!" "Woi, mau ke--" Baru saja ingin keluar dari pintu kelas, kehadiran Bu Tuti-si Guru Sejarah yang terkenal dengan kegalakannya memberhentikan langkah mereka. Citra tersenyum menang saat melihat Pandu, Habib, dan Gibran membuat mereka mau tidak mau akan tetap berada dikelas dan mengikuti pelajaran Sejarah kali ini. "Akhirnya, kali ini gue gak bingung harus buat alesan apa untuk mereka." gumam Citra lalu duduk dibangkunya setelah menghembuskan napas lega. "Mau kemana?" ujar Bu Tuti menaikan satu alisnya. Pandu memutar bola matanya jengah. "Mau ketoilet, Bu Tut." "Bu Tut? Tuti! Nama saya Tuti! Apaan kamu, mengejek?" Bu Tuti mulai terpancing emosi. "Salah terus murid mah emang." gumam Pandu. "Kalo mau ketoilet, kenapa bawa-bawa tas segala?" wajah Bu Tuti mulai memerah. Pandu hanya membuang pandangannya, lalu memilih berbalik badan untuk kembali duduk dibangkunya. "Siapa yang nyuruh duduk?" ujar Bu Tuti memberhentikan langkah Pandu dan kedua temannya. "Kalian bertiga, berdiri didepan sampai pelajaran selesai!" Pandu menghela napas berat lalu mau tak mau melaksanakan perintah menyebalkan dari Bu Tuti. Citra mengulas senyum mengejek, sambil menatap ketiga teman kelasnya dengan raut wajah yang bahagia. "Kenapa, Cit?" pekik Pandu dari depan kelas. Citra langsung merapatkan kembali bibirnya, ia sangat kicep melihat aksi Pandu barusan. Habib dan Gibran juga melirik tajam kearah Citra. "Ada apa?" Bu Tuti mengalihkan pandangan dari buku paket yang ia pegang. "Permisi," Suara murid perempuan mengalihkan seluruh pandangan seisi kelas. "Masuk," ujar Bu Tuti lalu berdiri sambil mengamati murid perempuan itu. "Saya anak baru yang tadi, Bu." ujarnya. Bu Tuti langsung menepuk jidatnya, "Astaga, maaf Nak Ibu lupa." ujarnya lalu mengelus pundak siswi itu. "Yasudah, kamu bisa langsung memperkenalkan diri." Gadis itu merespon dengan senyum lalu menghadap kearah depan untuk sebelumnya ia sempat melirik ketiga cowok disampingnya yang sedang berdiri didepan kelas itu. "Hai, nama gue Gebi Kintan Clarasya. Kalian bisa panggil gue Gebi." ujar gadis itu yang diketahui bernama Gebi. "Tanpa lo ngenalin diri juga satu sekolahan udah tau kalo lo itu Gebi." ujar Uus, si murid terpintar nan terpolos dikelas IPA3. Gebi mengernyit dan menaikan satu alisnya. "For your information, gue bukan selebgram atau youtubers. Jadi gue gak ter--" "Lo sama saudara perempuan lo itu udah masuk di ig GIS update, dan di mading sekolah." jelas Uus lagi. "Kalian tranding topic today." lanjutnya disertai anggukan para siswa siswi. Gebi hanya semakin bingung dengan maksud semua ini lantas hanya menatap bingung kearah Bu Tuti. "Ah sudah-sudah, untuk masalah itu bisa kalian bicarakan nanti. Sekarang kamu duduk dibangku nomor tiga." ujar Bu Tuti menunjuk bangku yang kosong yaitu bangku Pandu dan Gibran. Baru saja Gebi ingin melangkahkan kakinya, ia langsung dikejutkan oleh sahutan Pandu yang berada tepat dibelakangnya. "Gak bisa itu bangku gue." Gebi menghadap kearah belakang lalu pandangannya ia alihkan pada Bu Tuti. "Bu, itu bangku udah ada penghuninya, saya dan Gibran. Gak bisa diganggu gugat." ujar Pandu protes kepada Bu Tuti. "Gibran pindah kebelakang, dan kamu tetap disitu bersama Gebi." tutur Bu Tuti tak mau ambil pusing. "Gak bisa gitu dong, Bu." "Ah bilang aja lo seneng Pan, dikasih rezeki nomplok duduk sama cewek bening." ujar Habib disertai dengan sorakan seluruh murid. Pandu menatap tajam kearah Habib, lalu kembali menatap Bu Tuti. "Saya aja yang pindah tempat duduk." "Alah, Pandu munafik!" Sorakan kembali memberisiki telinga Pandu. Pandu menghela napas sebal. "Nggak ada bantahan, Pandu!" pekik Bu Tuti sekaligus memberhentikan aksi sorak menyorak itu. Sedangkan Pandu, ia memutar bola matanya malas untuk kemudian menyender dipapan tulis yang masih bersih. "Silakan, Gebi duduk." *** "Kok bisa sih?" "Iya, soalnya dari awal kedatangan lo di GIS itu udah dimata-matai sama admin akun lambe turahnya GIS." tutur Citra. "Langsung jadi the most wanted girl lagi lo sama Elsa, posisi Nadine jadi tergeserkan tuh." ujar Hanin dengan senyumnya yang sumringah. "Masa sih? Most wanted?" Citra dan Hanin langsung mengangguk mantap. Sejak bel istirahat 10 menit lalu, Citra dan Hanin sudah menghampiri Gebi untuk berkenalan dan berbagi informasi. Sedangkan Pandu, Gibran, dan Habib belum juga selesai diceramahi oleh Bu Tuti. "Udah dong Bu Tut, saya capek berdiri mulu." keluh Pandu dengan wajah masamnya. "Saya akan kasih kalian duduk jika kalian sudah berjanji untuk tidak akan melakukan usaha untuk bolos pelajaran lagi." ujar Bu Tuti dengan tegas. "Iya Bu, janji." ujar Gibran mengacungkan jari kelingkingnya. "Saya juga baru ini bolos pelajaran, dipengaruhi mereka nih, nih." Habib menoyor kepala Gibran. "s****n lu nyari aman." "Emang begitu faktanya, lu maksa maksa gue ikut--" "Stop! Mau berdiri terus?" ujar Bu Tuti berdiri dari duduknya. "Nggak Bu," "Yasudah duduk, jangan diulangi lagi!" "Nah begitu kek dari tadi." gumam Pandu lalu berjalan menuju bangkunya. Setelah Bu Tuti berlalu, barulah Habib dan Gibran menyusul Pandu lalu menoyor punggungnya dari belakang. "Dia belum pergi lo udah duduk, gak sopan." ujar Habib terkekeh. "Bodo amat." ucap Pandu. Setelah sampai didepan mejanya, ia menatap datar kearah Gebi yang menatapnya bingung. "Pergi lo, gue sama Gibran mau duduk." Gebi mengernyitkan dahi, "Kan tempat duduk gue udah ditentuin sama--" "Pergi!" ujar Pandu lagi. Gebi melirik Hanin dan Citra yang nampaknya tidak berbuat apa-apa. "Ndu, apaan sih lo jangan galak-galak napa." ujar Habib lalu mendekati Gebi dengan ke-sok akrabannya. "Sori ya, Pandu emang gitu orangnya." "Pergi," ujar Pandu lagi. "Pan, udahlah biarin aja dia duduk disitu. Gue kan emang disuruh pindah." kali ini Gibran angkat bicara. "Pergi!" ujar Pandu lagi tanpa menghiraukan ucapan Gibran. "Kalo gue gak mau?" kali ini Gebi memasang wajah sinis serta menantang. Jelas saja Pandu terkejut melihat respon Gebi yang diluar dugaan. Ia pikir Gebi akan takut dan bertekuk lutut dihadapannya seperti cewek-cewek pada umumnya. "Pan, udahlah." ujar Gibran mendekat ketelinga Pandu, "Dia cewek bro." bisiknya kemudian berhasil membuat Pandu duduk dibangkunya; tepat disamping Gebi. Hanin dan Citra saling menatap, untuk kemudian Citra mengajak Gebi pergi kekantin. "Yuk, kebetulan gue laper banget nih, abis ketemu sama singa." ujar Gebi melirik Pandu dengan penuh penekanan. Pandu hanya menatap kepergian Gebi dan kedua teman barunya dengan tatapan muak, "Dasar tengil!" gumamnya sebal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD