2. Couple Rings And Promises

2346 Words
Akhirnya bel pulang sekolah pun berbunyi. Semua siswa langsung menghambur keluar kelas dan melangkahkan kaki meninggalkan gedung sekolah. Mereka tidak sabar untuk menghabiskan waktu pulang untuk sekedar bercengkrama dengan kawan mereka atau pulang ke rumah untuk beristirahat. Evelyn menenteng bukunya dengan lega. Setelah dua jam dihabiskan duduk di kelas Mrs. Gizerald dan mendengarkan wanita berumur pertengahan empat puluh itu mengoceh mengenai biologi membuatnya pening luar biasa. Evelyn hanya ingin hari ini cepat berakhir agar Ia bisa menghabiskan sisa harinya bersama Chris. "Hi baby." Tiba-tiba suara baritone yang terdengar begitu familiar mengalun di telinga Evelyn. Ia langsung tersenyum lebar kala melihat kekasihnya sedang menunggu dirinya di dekat pintu kelas. Tas punggung pria itu terlihat menggantung asal di pundak kirinya dan satu tangannya dimasukkan ke dalam saku jeans yang membungkus kaki pria itu. Evelyn bisa melihat seringai kecil tercetak jelas di wajah Chris. Evelyn mengedarkan pandangannya ke koridor sekolah. Ia bisa melihat beberapa siswi berbisik-bisik dan mencuri pandang ke arah Chris, bahkan beberapa dari mereka terlihat tersipu dan ada yang dengan terang-terangan membuka kancing teratas mereka untuk memapangkan aset yang mereka miliki, berharap bahwa Chris melirik ke arah mereka dan mengajak mereka untuk menghabiskan waktu bersama. Evelyn mendengus dalam hati. Percuma jika mereka semua melakukan itu disaat manik abu Chris hanya tertuju padanya. Dengan penuh percaya diri, Evelyn mengibaskan rambut cokelatnya dan berjalan menghampiri Chris. "Hai juga baby." Saat Evelyn berada di dekat Chris, pria itu langsung menegakkan tubuh dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Evelyn. Chris menundukkan kepala dan mendaratkan kecupan manis di kening dan hidung Evelyn. "Kau tahu, aku begitu merindukanmu dan mengutuk sekolah karena tidak memberikan kita jadwal kelas yang sama." "Jangan kekanak-kanakkan Chris!" tegur Evelyn dengan geli. "Masih beruntung kita memiliki jam makan siang yang sama, lagipula dengan begitu aku bisa berkonsentrasi untuk belajar." "Ouch, that's hurt baby. Aku tahu kau selalu memikirkanku selama di kelas. Benar bukan?" "You know me too well baby," gumam Evelyn seraya memberikan kecupan di bibir sexy milik Chris. Ia mendelikkan mata ke arah para siswi dan mengeratkan pelukannya di sekeliling tubuh Chris, memberikan peringatan pada mereka semua kalau Chris adalah miliknya seorang. Chris terkekeh pelan saat menyadari alasan Evelyn bertingkah aneh dan sedikit posesif. Ia melepaskan satu tangannya dan mengusap pipi Evelyn lembut. "Aku adalah milikmu Evelyn, sama seperti kau adalah milikku. Tidak ada yang bisa memisahkanmu dariku. You're mine and only mine." "You're mine too." "My sweet Evelyn..." gumam Chris dengan mata yang berbinar cerah. Nada yang Ia gunakan ketika menyebut nama Evelyn penuh akan kekaguman dan memuja. Chris memperhatikan wajah cantik nan polos milik Evelyn, lalu membenamkan wajahnya di rambut cokelat milik sang kekasih, menghirup aroma yang mampu membuat Chris begitu candu. "Ada apa? Kenapa kau menunggu kelasku berakhir? Kau bisa menungguku di tempat parkir. Memangnya kau tidak latihan?" tanya Evelyn saat moment kemesraan mereka berakhir. Chris dan Evelyn berjalan sambil bergandengan tangan menuju loker Evelyn. Chris melirik buku yang dibawa oleh wanita itu dan dengan santai, merebut buku tersebut dan membawanya dengan mudah tanpa merasa kesulitan. Evelyn hanya tersenyum dan melingkarkan satu tangannya di pinggang Chris. Ia sungguh beruntung bisa memiliki pria manis dan romantis seperti Chris. Evelyn bersyukur, kepopuleran Chris tidak membuat pria itu menjadi tukang bully dan bersikap semena-mena, justru sebaliknya. "Nu-uh. Aku ingin menghabiskan waktuku bersama kekasihku yang begitu aku rindukan." "Coach tidak akan memarahimu?" "Ah aku tidak peduli. Lagipula sebentar lagi posisi kapten akan berpindah ke junior, jadi aku tidak perlu khawatir. Aku hanya ingin berduaan denganmu." Chris kembali menurunkan wajahnya dan mengecup pipi Evelyn. "Kau itu---!" protes Evelyn sambil mendorong wajah Chris menjauh. Langkah mereka berhenti tepat di depan loker Evelyn. Mereka saling bertatapan selama beberapa saat, saling mencurahkan perasaan mereka melalui tatapan mata. Evelyn yang pertama memutuskan tatapan mereka dengan berbalik dan membuka kunci loker. "Boleh aku minta bukuku kembali Chris?" pinta Evelyn dengan ramah. Chris hanya terkekeh pelan dan memberikan buku milik gadisnya dengan hati-hati. Setelah loker kembali terkunci, mereka berjalan keluar gedung sekolah dan menuju parkiran, dimana Gillian dan July beserta kawan mereka yang lainnya menunggu. Evelyn melirik ke arah sosok Chris. Mungkin mereka sama-sama anak populer di sekolah ini, tapi bagaimanapun juga dunia Evelyn dan Chris begitu berbeda. Chris lahir dari keluarga terhormat sedangkan dirinya hanya lahir dari keluarga biasa. Evelyn sudah sadar akan jurang itu sudah lama, apalagi ketika Chris mengenalkan dirinya kepada pasangan Wilson. Evelyn tertunduk, menatap tautan tangan mereka dengan kesedihan yang begitu besar. Sampai kapan dirinya bisa bergandengan tangan dengan Chris? "Hei, apa yang kau pikirkan baby?" Sontak Evelyn mendongakkan kepala dan memapangkan senyum lebar di wajahnya, mendorong jauh dan menyembunyikan kesedihan serta ketakutan yang Ia rasakan. "Tidak. Tidak ada." Chris mengernyitkan keningnya. Ia tahu ada yang disembunyikan Evelyn karena Ia sangat mengenal gadisnya itu, tapi Chris tidak mau menjadi kekasih yang terlalu berisik dan pemaksa. Ia harus menghargai keputusan Evelyn dan memberikan gadisnya itu sedikit kebebasan. Chris secara tidak sadar menepuk kantung jaket kulitnya, memastikan benda yang sudah Ia persiapkan ada disana, dan saat menemukan benda itu masih berada didalam kantungnya dengan aman, Ia bernapas lega. "Baiklah, aku tidak akan memaksa, tapi jika ada sesuatu yang mengganggumu, katakanlah padaku. Oke?" "mhh-hmm... Aku mengerti..." ujar Evelyn seraya mengeratkan genggaman tangannya, untuk meyakinkan Chria bahwa dirinya baik-baik saja dan juga mengerti apa yang pria itu katakan. "Eve! Hari ini ada film terbaru di bioskop, mau nonton bersama?" ajak July ketika Evelyn dan Chris sudah berada di dekat mereka. Evelyn baru saja membuka mulut ingin menjawab, namun Chris sudah terlebih dahulu menjawab, "Maaf July, aku dan Evelyn ada kencan hari ini." "Oh.. OH! Aku mengerti!! I'm happy for you guys! Come on Gill!" "Eh? Kau mengajakku?" tanya Gillian dengan ekspresi bingung. "Tentu saja bodoh!" teriak July kesal sambil menarik Gillian menuju mobil pria itu yang terparkir tidak jauh dari mobil Chris. "Kau tahu, jika saja Gill pintar dalam membaca situasi, pasti dia tahu kalau July menyukainya," komentar Evelyn sambil memperhatikan pasangan tersebut memasuki mobil. Chris terkekeh pelan mendengar komentar Evelyn. Ia melepaskan tautan tangan mereka dan meletakkan tangan yang sama di sekeliling pundak Evelyn. "Seperti kita dulu?" "Hemm kurasa kau benar." "beruntungnya diriku..." Evelyn hanya tertawa dan mereka bersama-sama memasuki mobil Chris, tidak lupa mengucapkan sampai jumpa pada semua teman mereka. *** "Kenapa kau tiba-tiba mengajakku berkencan? Bukannya aku tidak suka, tapi hanya saja ini terlalu tiba-tiba..." gumam Evelyn saat mereka sedang berada di dalam mobil dan menuju ke tempat destinasi yang sampai sekarang masih dirahasiakan oleh Chris. "Aku hanya ingin memberi kejutan padamu." Chris melirik sekilas ke arah Evelyn sebelum kembali memfokuskan matanya ke arah jalan raya. Ia melepaskan satu tangannya dari gigi perseneling dan meraih satu tangan Evelyn yang diletakkan di atas pangkuan gadis itu. "Sebelum kita disibukkan dengan tugas akhir sekolah dan persiapan kelulusan, aku ingin menghabiskan waktu sebanyak mungkin denganmu." "Begitu?" Chris mengganggukkan kepala asal dan mengeratkan genggamannya pada Evelyn. Setelah itu tidak ada percakapan yang mengisi mereka, yang ada hanya keheningan damai dan menenangkan. Mereka saling meresapi kehadiran satu sama lain tanpa ada sedikitpun kecanggungan. Chris menghentikkan mobil mereka di salah satu restoran kecil yang terlihat begitu hangat dan homey. Evelyn melemparkan tatapan antusias pada Chris karena Ia tidak menyangka kalau Chris akan membawanya ke salah satu restoran favoritnya di kota ini. "Really?" "Well, It's your day. So why not?" "Kenapa tiba-tiba? Aku tahu kau tidak begitu suka makanan khas timur, tapi---" "Tidak ada kata 'tapi', ayo kita masuk sebelum restoran penuh dengan pelanggan lainnya." Evelyn mengangguk cepat dan melepaskan seatbelt yang membatasi ruang geraknya, lalu beranjak keluar dari mobil. Evelyn menatap Chris sekali lagi dengan tidak percaya. Ia tahu kalau Chris adalah pria berdarah italia dan sangat mencintai masakan khas Italia, bukan berarti pria itu tidak suka makanan khas timur, tapi jika boleh memilih pria itu akan lebih memilih restoran Italia dibandingkan restoran lainnya. Mereka hanya datang sesekali ke restoran khas timur dan itu pun di hari istimewa ataupun moment tertentu. "Kau yakin?" "Ya, lagipula aku sedang ingin makan sushi," jawab Chris dengan nada tak acuh. Mereka berjalan memasuki restoran dan melangkah ke salah satu area duduk yang cukup aman dan tertutupi dari tatapan pengunjung lainnya. Seorang pelayan datang. Di tangannya terdapat buku menu dan juga note kecil untuk mencatat pesanan. Evelyn dengan begitu antusias memilih makanan yang Ia inginkan dan Chris hanya memperhatikan sang kekasih dengan binar sayang. Evelyn menoleh ke arah Chris dan mengerutkan kening saat menyadari bahwa pria itu tidak sedang memperhatikan menu, melainkan sedang menatap dirinya lekat. Evelyn langsung tersipu malu dan menyelipkan helaian rambutnya di balik telinga, habit seorang Evelyn ketika Ia sedang gugup atau canggung. "Chris?" "Yes baby?" "Kau tidak mau memesan?" "Bolehkah aku memesan dirimu untuk aku santap?" Seketika pelayan yang melayani mereka menundukkan kepala menahan tawa, sedangkan Evelyn semakin tersipu malu. Ia berani bertaruh kalau saat ini wajahnya sudah seperti kepiting rebus. "Chris!!" "Oke... Oke... Aku pesan sushi dan---" Chris melirik ke arah menu minuman. Ia menyebutkan minuman yang Ia inginkan. Setelah pelayan tersebut menyebut ulang pesanan dan memastikan tidak ada yang salah, Ia mengambil kembali buku menu sebelum berjalan meninggalkan dua pasangan yang sedang dimabuk asmara. Evelyn melipat kedua tangannya dan mendengus jengkel. "Kau itu selalu saja membuatku malu dengan komentar mesummu!" keluhnya. Chris terkekeh pelan dan memajukan tubuhnya. Menatap lurus manik hijau milik Evelyn yang begitu indah. Ia mengulurkan tangan dan mengusap wajah Evelyn sayang. "Apa yang aku lakukan jika tidak ada dirimu dihidupku?" "Kau akan menjadi playboy yang kesepian. Kurasa begitu," celetuk Evelyn dengan asal. Chris tertawa lepas. Satu-satunya yang dapat melihat pria itu tertawa saat ini Evelyn karena pria itu lebih sering menampilkan raut wajah datar ataupun seringai arogan didepan semua orang. "Kau itu..." Pesanan mereka datang. Baik itu Evelyn ataupun Chris mulai menyantap pesanan mereka. Sesekali mereka bertukar candaan atau berbicara santai. Terkadang Chris akan melemparkan tatapan sayang ke arah Evelyn yang mampu membuat gadis itu tertunduk malu dan menutup pipinya yang merona. Ketika menu penutup mereka datang, kelakuan Chris berubah. Pria itu terlihat gugup dan kaku. Dua kombinasi itu adalah hal yang aneh bagi Evelyn, karena Ia tahu kalau Chris bukan pria yang gugup ataupun kaku. "sekarang kau kenapa lagi?" tanya Evelyn seraya menyendokkan puding mangga ke dalam mulutnya. Chris mengusap tengkuknya dan tertawa kikuk. "Tidak... Umm---Evelyn?" "Ya?" "Apa yang kau lihat dariku?" Evelyn mengerjapkan matanya terkejut dan menatap Chris dengan tatapan menyelidik. Ia memajukan sedikit tubuhnya dan memicingkan mata, memperhatikan tingkah Chris yang semakin dirasa aneh baginya. "Kau tahu jawaban itu bukan? Kau itu pria yang berkarisma, manis, loyal, dan romantis. Apalagi?" "Alasan kau mencintaiku?" Evelyn mengedikkan bahunya acuh. "mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama," jawabnya dengan jujur. Chris menganggukkan kepala setuju. "Kau benar. Ini cinta pada pandangan pertama." Mata Evelyn kembali mengerjap bingung. "Evelyn, Aku..." Evelyn terkesiap ketika secara mengejutkan Chris bangkit dari kursinya dan berlutut satu kaki di depannya, yang lebih mengejutkan lagi ketika Chris mengeluarkan sebuah kotak velvet dan membukanya, menampilkan cincin yang begitu indah. "Ini---" Chris menggelengkan kepalanya singkat. "Aku tahu kita masih terlalu muda untuk melangkah ke jenjang itu, tapi biarkan aku bernapas lega karena sudah menaruh klaim pada dirimu." Chris mengeluarkan cincin sederhana dari dalam kotak tersebut dan menunjukkannya pada Evelyn. "karena itu aku memutuskan untuk membeli couple ring, dengan begini semua orang akan tahu kalau kita adalah sepasang kekasih. Mungkin sekarang aku belum bisa menyematkan cincin berlian di jarimu yang indah itu, tapi aku berjanji setelah kita lulus sekolah nanti, aku akan mengganti cincin ini dengan cincin yang sesungguhnya." "Chris---" "Aku berjanji akan kembali berada di posisi ini untuk melamarmu. Meminangmu menjadi istriku. Jadi maukah kau menungguku sampai kita lulus sekolah nanti?" "Apa kau bercanda? Tentu saja iya! Iya! Iya! Aku mau!" teriak Evelyn dengan bahagia. Air mata mengalir deras di pipinya saat melihat pria yang begitu dicintainya berlutut dan mengutarakan janji yang begitu diimpikannya. Ia ingin menjadi satu-satunya bagi Chris dan menjadi istri pria itu dan Evelyn akan dengan senang hati mengiyakan permintaan pria itu. Chris bernapas lega dan menyematkan cincin yang dipegangnya ke jari manis Evelyn, kemudian Ia kembali mengeluarkan cincin yang satunya dan memberikannya pada Evelyn. Evelyn dengan cepat menerima cincin tersebut dan memasangkannya di jari manis Chris. Setelah kedua cincin itu tersemat di jari mereka, Chris berdiri dari posisi berlututnya sedangkan Evelyn berdiri dari kursi. Ia langsung melemparkan tubuhnya ke dalam pelukan Chris dan menangis bahagia di d**a bidang pria itu. Evelyn mendongakkan kepalanya, sedangkan Chris menundukkan kepala. Malam itu, di tengah restoran yang begitu ramai, sepasang hati yang bahagia saling mencurahkan perasaan mereka dan berciuman tanpa memperdulikan keadaan sekitar. Mereka tidak tahu bahwa masa depan yang begitu kelam telah menanti mereka. *** "Jadi bagaimana? Apa Chris sudah melamarmu?" tanya July ketika Evelyn menelponnya saat Ia sudah pulang ke rumah. Evelyn terlalu bahagia hingga ketika Ia menginjakkan kakinya di rumah, Evelyn langsung berlari ke kamar dan menelpon July untuk memberitahukan kabar bahagia ini. "Belum, tapi dia memberikanku couple rings dan berjanji untuk melamarku saat kelulusan nanti." "Aww... Sungguh mengecewakan, padahal aku ingin melihat cincin berlian tersemat di jarimu itu." "Oh ayolah, hanya dengan ini saja sudah cukup bagiku. Mungkin Chris masih belum bisa meyakinkan kedua orang tuanya untuk menerimaku," ujar Evelyn berusaha berpikir positif. "Sebenarnya apa yang salah dengan pasangan Wilson? Kau itu cantik, pintar, memiliki kepribadian dan etika yang bagus, dan ramah. Apa lagi yang kurang?" "Aku rasa status." Evelyn menjawab dengan pelan. "Kau tahu bukan kalau keluarga Wilson adalah keluarga terpandang, sedangkan aku hanya berasal dari keluarga biasa." "Astaga! Ini sudah abad ke-21! Zaman sudah modern dan teknologi sudah canggih! Bahkan pangeran seperti Pangeran Harry menikah dengan Meghan Markle yang notabennya hanyalah aktris dan berasal dari kalangan 'biasa'. Bahkan mereka memiliki kewarganegaraan yang berbeda." "Entahlah, mungkin mereka memiliki alasan tersendiri." "Jika alasan mereka hanya karena ego dan tidak mau dianggap remeh, aku akan pastiman mereka dapat balasannya. Lagipula siapa yang cocok bagi Chris selain dirimu? Para pewaris yang kekanak-kanakkan, manja dan sombong itu? Sungguh luar biasa!" Evelyn bisa mendengar nada sarkastik di setiap kalimat yang dilontarkan July. Evelyn tertawa. "Terima kasih sudah mendukungku July," gumam Evelyn dengan terharu. "Kau adalah sahabatku Eve, tentu saja aku akan selalu mendukungmu. Oh iya, beberapa hari lagi Chris ulang tahun. Apa kau sudah memikirkan kado untuknya?" Evelyn terdiam selama beberapa saat. Seketika ide muncul di benaknya. Chris sudah memiliki semua hal yang Ia inginkan, tapi ada satu yang bisa Evelyn berikan untuk kekasih tercintanya itu. "Aku rasa aku sudah tahu apa yang akan aku berikan untuknya." "Oh apa itu?" "July, maukah kau menemaniku pergi mall besok?" "Untuk?" "Mencari Lingerie..." "Linge---AKH!! akhirnya my baby girl sudah dewasa!! Aku sungguh senang sekali!! Tentu saja, aku akan menemanimu dan membantumu mencari sesuatu yang akan membuat Chris gila dan mabuk kepayang!" Evelyn hanya tertawa mendengarkan ocehan sahabatnya yang terdengar seperti seorang ibu yang bangga saat mengetahui anaknya akan beranjak dewasa. Setelah membicarakan rencana Evelyn, akhirnya sambungan mereka terputus dan Evelyn menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan penuh harapan. Semoga rencananya berhasil...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD