3. Jayden's Anger

1004 Words
Di dalam kantin yang cukup luas ini, Flo mendapati banyak pasang mata sedang menatap sambil berbisik-bisik. Kepalanya menunduk. Ia menyesal karena keluar kelas. "Nggak usah dilihat." Flo mendongak dan ternyata Disa sudah duduk di sampingnya. Gadis itu meletakkan tiga mangkuk bakso pesanan mereka beserta tiga gelas es teh. "Tiga?" tanya Flo bingung. Pasalnya yang ada di depannya saat ini hanya ada dua orang yaitu Jayden dan Disa. "Bentar lagi bakal dateng satu lagi yang mau jadi temen lo," sambung Jayden sambil tersenyum. "Jay! Dis!" Mereka bertiga menoleh ke arah seorang siswi yang tengah berlari mendekat. "Tuh yang gue omongin." Gadis itu langsung duduk di sebelah kiri Flo begitu sampai di meja itu dan menenggak minuman Disa hingga tandas tak tersisa. Flo, Jayden dan Disa hanya melongo menatap tingkah gadis ini. Model rambut gadis di sebelah Flo ini mengingatkannya pada tokoh animasi kartun yang suka berpetualang: Dora. "Gue lupa nggak ngerjain PR. Dasar kejam bin tega bener tuh guru matematika. Masa gue disuruh berdiri di lapangan selama pelajaran? Capek banget asli, mana panas banget lagi." Gita menyisir poninya dengan tangan. "Oh iya Dis, denger-denger di kelas lo ada anak baru ya?" "Tuh di sebelah lo." Disa menunjuk Flo. Gita mengikuti arah telunjuk Disa dan mengamati Flo yang sedari tadi memperhatikannya. Ia menatap dari atas sampai bawah dan tanpa aba-aba langsung menyalami Flo. "Kenalin, gue Gita." Gita tersenyum lebar memamerkan lesung pipit di kedua pipinya. "Flo," jawab Flo tersenyum. "Tahu nggak, lo tuh udah jadi trending topik di sekolah ini!" ucap Gita mantap membuat ketiganya mengernyit bingung. "Maksud lo?" tanya Jayden. "Yah lo kayak nggak tau aja, Jay. Di sekolah ini, gosip kan cepet nyebar. Jin Ifrit aja kalah sama mulut ember cewek-cewek sini," sahut Gita sambil tertawa kecil. "Emang mereka ngegosipin apa tentang Flo?" tanya Disa sambil membetulkan letak kacamatanya. Hati kecil Flo mengatakan kalau mereka membicarakan keadaannya yang berbeda dari murid-murid yang lain di sekolah ini. "Gue sih dengernya cuma ... ya gitu, katanya ada anak baru di kelas IPA-2 yang tadi disamperin gengnya Rio terus dibelain sama Jay. Trus mereka juga bilang kalo anak baru itu ca–" Gita langsung menutup mulutnya sambil menatap Flo. "Aduh maaf, Flo. Gue nggak sengaja. Nggak ada niatan buat ngehina lo, sumpah. Maaf, Flo." Gita terus memegang lengan Flo dan menatap Flo dengan tatapan merasa bersalahnya. Flo tersenyum. Sejujurnya selama ini belum pernah ada yang minta maaf seperti ini padanya setelah menyinggung. "Flo, kok lo diem? Lo nggak mau maafin gue ya? Ih kok gitu, Flo. Jangan marah dong. Suer gue nggak ada niatan sama sekali buat ngehina lo. Suer deh." Gita mengangkat jarinya membentuk isyarat peace. "Iya, Git. Gue nggak marah kok." Flo tersenyum lembut. Gita tersenyum manis dan menepuk pundak Flo pelan. "Makasih, makasih!" "Lo sih, ngomong nggak bisa direm." "Tapi Flo udah maafin gue kok." Gita menjulurkan lidahnya ke arah Disa. "Tapi emang apa hubungannya sama Jayden dan Rio?" tanya Flo heran. Sejak tadi ia memang sudah heran kenapa para siswi berteriak-teriak tidak jelas saat geng Rio tadi datang ke kelasnya. "Ya iyalah ada hubungannya. Cowok ini," Gita menunjuk Jayden yang sedang menyantap baksonya dengan tenang. "Dia salah satu most wanted sama kayak Rio and the genk." Jayden hanya cuek menanggapi ucapan Gita. Ia melahap makanannya dengan santai. "Terus hubungannya sama gue?" Flo masih tidak paham. "Ya karena itu mereka selalu tertarik sama apapun yang berhubungan sama lima cowok ini. Dan karena Rio ngomong secara terang-terangan kalo lo itu temen SD dia, mereka kan jadi ngegosipin lo. Ditambah si Jay yang ngebela lo dari gangguan Rio and the genk, jadilah lo digosipin sama fans cowok-cowok ganteng most wanted itu," terang Gita panjang lebar. Flo mengernyit. Ia menatap Jayden. Memangnya ada ya yang seperti itu, selain di dunia novel? "Kenapa?" tanya Jayden sadar diperhatikan oleh Flo. "Mereka teman lo, Kak?" "Ya iyalah. Mereka berlima kan anggota band di sekolah kita," sahut Gita. Memang tampaknya Gita paling bersemangat membicarakan kelima cowok yang salah satunya ada di depan mereka ini. "Emangnya lo beneran temen SD si Rio?" tanya Gita penasaran. Flo mengangguk. "Jadi lo tau dong muka Rio pas masih kecil? Gimana mukanya? Imut nggak? Ganteng kayak sekarang nggak? Pastinya udah keren kayak sekarang kan?" tanya Gita bersemangat. Flo tidak tahu harus menjawab apa. Ia sendiri masih bingung apakah Rio yang tadi bertemu dengannya itu orang yang sama dengan Rio yang menjadi kakak kelasnya di SD sejak kelas satu. Karena kelakuannya sangat berbeda jauh. Dulu Rio sangat pendiam. "Emang lo kenapa sih tanya-tanya gitu soal si Rio? Atau lo udah nggak nge-fans lagi sama Glenn dan sekarang berbalik ke Rio?" sahut Disa. "Ya enggaklah. Si Rio emang keren dan ganteng, tinggi lagi. Tapi buat gue Glenn tetep number one." Gita menyengir. "Oh jadi itu si anak baru yang dibelain kembaran lo, Chik?" Keempatnya menoleh ke arah tiga orang siswi yang baru saja masuk ke kantin. Mereka berdiri tepat di dekat meja Flo. Salah satu siswi berambut ikal sepinggang yang tampak lebih menonjol dari kedua temannya, sangat Flo kenal. Dialah Chika, yang membuatnya harus berbohong bahwa ia adalah tetangga Jayden. Flo ingat, siswi di sebelah kiri Chika ini adalah teman sekelasnya yang kalau tidak salah bernama Angel. "Tahu tuh, mau-maunya aja ngebelain cewek kayak gitu." Chika melirik Flo dengan sinis. Flo hanya menunduk, sementara Disa dan Gita saling pandang karena bingung. Jayden mengatupkan mulutnya menahan marah. "Gue nggak nyangka ya sekolah kita sekarang jadi panti sosial," celetuk gadis di sebelah kiri Chika. Beberapa murid mulai mengerubungi mereka. Ada yang menatap penasaran, tapi ada juga yang kelihatan tersenyum meremehkan. Bahkan tak sedikit yang berbisik-bisik. "Iya ya? Kok boleh sih cewek cacat sekolah di sini?" "Emang ada hubungan apa antara cewek cacat ini sama Jay, Chik?" "Bener-bener jadi panti sosial ya sekolah kita?" "Cantik sih cantik. Sayang cacat!" Berbagai sindiran pedas keluar dari mulut murid-murid yang mengerubungi mereka. Flo hanya bisa menunduk, menggigit bibir bawahnya dan berusaha menahan tangis. Ia tidak ingin menangis di depan banyak orang seperti ini. Tapi rasanya sangat sakit, meski sudah terbiasa. Brak! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD