Bab 2

1185 Words
              Masih ada waktu sekitar satu jam lagi sebelum aku menjemput Gibran K di Petshop, sebenarnya nggak ada lagi tempat yang bisa aku kunjungi tapi berhubung aku malas bertemu Gibran G mau nggak mau aku menyeret kakiku yang sudah capek untuk memutari mall yang berada tidak jauh dari petshop itu.                  Drtt drttt                  Baru akan turun dari mobil aku mendengar ponselku berdering, dengan malas aku mengeluarkan ponsel dari dalam tasku, sebuah nama yang hampir satu semester ini menjadi momok berduri dalam kehidupanku.                  Pak Haikal Gautama, beliau merupakan dosen pembimbingku yang galaknya minta ampun dan selalu menguji kesabaranku dengan permintaan-permintaan aneh yang terkadang nggak berhubungan dengan skripsi milikku.                Aku menormalkan suaraku seayu mungkin karena Pak Haikal sangat menyukai wanita anggun dan lembut, sekali saja aku mengeluarkan suara keras dan kasar bisa-bisa skripsiku bakal berakhir menumpuk di bawah meja kerja Pak Haikal.                  "Selamat sore Pak Haikal, ada yang bisa aku bantu?" suaraku terdengar lembut, selembut p****t Leana saat baru lahir.                  "Banyak, sangat sangat banyak," aku mendengus dalam hati, apalagi sih maunya dosen satu ini, nggak ada habis-habisnya dia mengganggu ketenangan hidupku dengan keinginan-keinginan gilanya, baru dua hari yang lalu dia menyuruh aku menghitung telur ikan nila di empang miliknya.                  "Kali ini saya harus melakukan apalagi Pak?"                  "Gampang kok, kalau kamu berhasil skripsi kamu akan langsung saya ACC tapi kalau gagal kamu harus siap melakukan apapun yang saya mau, bagaimana?"                  "Baiklah, Bapak mau saya melakukan apa?" jawabku pelan.                  "Saya mau kamu melakukan observasi di peternakan ayam milik saya."                  Ah gampang, jangankan kandang ayam kandang harimau bakal aku jabanin demi selesainya skripsi yang terkatung-katung hampir enam bulan ini.                  "Baik, Pak"                  "Dan saya mau kamu menghitung berapa anak ayam yang akan lahir dan kenapa taik ayam itu bau."                  "Hah! Aduh Bapak kok ya tega banget... salah saya apa sih Pak"                  "Banyak, ya sudah semoga kamu berhasil dan tahu kesalahan kamu apa."                  Arggh sial!                    Sejak bertemu lagi dengan Gibran sepertinya Tuhan ingin aku terus mengalami kesialan. Hikkss, mana aku tahu kenapa taik ayam itu bau.   ****                  Aku mencium aroma wangi saat petugas Petshop menyerahkan Gibran K ke tanganku, aku mengelus bulunya yang terasa lembut dan halus. Aku puas dengan cara kerja Petshop ini dan nggak salah temanku merekomendasikannya. Andai Gibran G bukan dokter tetap di sini mungkin aku akan menjadi langganan tetapnya.                  "Kucingnya galak banget mbak, lihat nih tangan saya jadi korbannya. Untungnya ada dokter Gibran dengan kelembutan yang dimilikinya berhasil menjinakkan kucing kecil ini," ujarnya memberitahuku sambil menunjukkan bekas cakaran dan dibenakku langsung terbayang Gibran S dengan gaya cool-nya berusaha menjinakkan Gibran K.                  "Karena kucing saya tahu laki-laki mana yang tukang gombal dan mana yang setia," balasku acuh sambil menyerahkan beberapa lembar uang untuk membayar jasa untuk membersihkan Gibran K dari kotoran.                  "Wah begitu ya mbak, saya kira kucing mbak galak gara-gara pemiliknya galak juga," balasnya, aku tertawa pelan.                  "Saya galak ke orang seperti kamu," aku mengambil kembalian uang dari tangannya, "bye the way, thank you ya sudah membuat kucing saya bersih dan wangi," ucapku dengan tulus.                  "Hahahaha kirain galak gara-gara mantan mbak ada di sini ya? Dokter Gibran itu mantannya mbak kan? Kenapa bisa putus? Padahal kalian mirip loh mukanya, cocok kalau jadi pasangan."                  Kenapa petugas rese ini bisa tahu hubungan kami? Jangan-jangan Gibran G dengan seenaknya berkoar-koar tentang hubungan kami.                  "Sembarangan!" tolakku kesal.                  "Dokter Gibran G itu mantan pacar mbak kan? Wah kenapa putus sih mbak? Dokter Gibran G itu jomblo akut loh, saya nggak mengira ternyata dianya nggak bisa move on sama cewek secantik mbak" ledeknya lagi dan mengulangi pertanyaan yang sama.                  Wajahku sudah merah menahan emosi dan juga malu, aku memilih keluar dengan menutup wajahku dengan tas. Terdengar kekehan dari belakang, sumpah ya nggak bakal aku mau balik ke Petshop ini lagi!                  Argh  Gibran g****k! Nggak perlu juga koar-koar kalau elo itu mantan gue! rutukku dalam hati.                  Bughhh                  Saking ingin kabur dari tempat ini tanpa sadar aku menabrak seseorang sampai terjatuh, hari ini aku super double kena sial dan kenapa kesialanku terjadi di Petshop ini.                  "Maaf saya nggak sengaja, kamu baik-baik saja?" suara itu mengalihkan rasa malu dan juga sakit di pantatku, dengan gerakan slowmotion aku mengangkat wajahku dan melihat Gibran S dengan gagah menjulurkan tangannya, seperti yang aku bilang tadi Gibran S ini sangat cocok dijadikan suami idaman masa depan.                  "Saya yang salah jalannya nggak pakai mata," balasku dengan menerima uluran tangannya. Gibran S tersenyum dan membantuku mengambil kandang Gibran K yang ikut terjatuh bersamaku. Kami saling berpandangan dengan wajah malu-malu, sumpah semenjak putus baru kali ini aku salah tingkah berada di depan laki-laki asing.                  "Wah kita ketemu lagi ya mantan," sayangnya rasa kagumku langsung buyar saat mendengar sapaan dari Gibran G.                  Suara itu mengacaukan lagu romantis yang mengalun di telingaku, lagu tersebut berubah menjadi bunyi kaset kusut, nah ini dia orang yang membuat hari-hariku sial.                    "Sungguh suatu kebetulan yang nggak di sengaja eh dengar-dengar kalau bertemu mantan tanpa direncanakan biasanya jodoh tuh," sambungnya, aku melihat Gibran S menggelengkan kepalanya sedangkan petugas rese masih nggak berhenti menertawakanku.                "Stop! Gue nggak bakal mau balikan sama mantan! Mantan itu bagi gue kayak pembalut kotor. Hanya bisa dipakai sekali dan nggak bisa dipakai dua kali!" kataku dengan tegas agar Gibran G berhenti menggangguku.                  "Oh ya? Kalau gitu kenapa nama kucing kamu sama dengan nama kakak, belum move on ya atau nyesal dulu minta putus gara-gara ayam?" ledeknya dengan suara menjengkelkan.                  Gibran S memilih masuk meninggalkan kami berdua begitupun petugas rese, ya ampun rasanya pengen nendang Gibran G ke kutub utara biar nggak ada lagi manusia menyebalkan seperti dia di muka bumi ini.                  Aku menggigit bibir agar emosiku nggak terpancing dan Gibran S bisa beranggapan kalau aku memang belum move on dari Gibran G, aku menyunggingkan senyum sinis dan menatap dia dengan tatapan tajam.                  "Asu...dahlah ya, nggak akan habis-habis kalau gue meladeni elo, bye!"                  "Ceile gue elo gue elo, dulunya kakak ... sayang … honey," ledeknya semakin menjadi-jadi mengingatkan kebodohanku yang dulu saat mengejar-ngejarnya. Aku mendekatinya dan menendang kakinya dengan sepatu heel ku, biarin Gibran S menganggapku wanita bar-bar yang terpenting hari ini aku bisa melampiaskan kekesalanku.                  Bukannya meringis atau berhenti yang ada Gibran G menarik tanganku dan membawaku ke sudut ruangan, mataku melirik keseluruh ruangan dan untungnya Gibran S dan petugas rese seperti sedang berada di dalam.                  "Apaan sih, lepas nggak!"                  "Nggak, galak amat sih kamu sekarang sama kakak."                  "Denger ya Gibran G, sejak kita putus jangan harap gue bisa baik-baikin elo lag, bukannya elo sudah milih ayam-ayam itu dibandingkan gue dan gue yakin ayam-ayam itu nggak bakal galakin elo!"                  "Jadi kamu cemburu sama ayam?"                  "Nggak! Gue nggak mau buang-buang masa muda gue karena bersaing dengan ayam untuk mendapat perhatian elo!" balasku nggak mau kalah.                  "Jadi kamu dulu mau perhatian kakak?"                  "Lepas! Selamat tinggal dan gue harap kita nggak akan bertemu lagi," aku menghentakkan tangannya dan berlari meninggalkan dirinya yang tertawa melihatku menunjukkan emosi dengan tatapan nggak bersahabat pada dirinya.                  "See you soon, my ex girlfriend! Sepertinya kita akan sering bertemu lagi," ucapnya santai, ampun Tuhan baru sehari saja aku hampir kena stroke meladeninya, kalau sampai aku bertemu lagi bisa-bisa umurku hanya tinggal tahun ini saja.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD