Cinta yang di Hapuskan

1046 Words
Jalan-jalan terbelah, retak dan puing-puing bangunan hancur berserakan di tanah. Jerit dan tangis bagi yang masih bernyawa serempak membahana. Belum sempat pertolongan datang untuk mereka yang tidak mampu menyelamatkan diri, sirine tanda darurat menggema di setiap sudut kota. "A--ir, lariiiiii!" teriak semua orang yang melihat penampakan gulungan air yang mulai menerjang daratan. Berkejaran, seperti ingin memakan manusia hidup-hidup. Yang masih bisa menyelamatkan diri, terus berlari mencari daratan yang lebih tinggi. Namun langkah kaki manusia yang lemah setelah goyangan bumi, tak semuanya mampu untuk lepas dari kejaran air yang maha dahsyat. Pasrah dalam keadaan, bagi yang tak berdaya. Yang mana harusnya masih bisa hidup dan diselamatkan namun kini terapung mengikuti derasnya arus air yang tak bisa dibendung. Wajah-wajah penuh ketakutan para manusia semakin panik dan histeris, melihat ganasnya air yang tiba-tiba masuk tanpa diundang. Ingin membantu yang terseret bahkan mengapung, namun tetap saja tidak bisa karena mereka semua terjebak, ada yang di atas balkon rumah, di atas genteng bahkan di atas pepohonan yang tinggi. Semuanya berusaha untuk tetap hidup. 2 jam berlalu, Air mulai tenang, perlahan menghilang, seakan terserap ke dalam tanah berpori. Sisa-sisa reruntuhan yang terseret air bertumpuk bersama tubuh-tubuh yang sudah tak bernyawa. Tua, muda, bahkan bayi pun ada diantara mereka, mengenaskan. Beberapa helikopter mulai nampak di atas langit kota yang terkena bencana ini. Semua yang di bawah melambaikan tangan demi meminta pertolongan. Dengan teknologi yang sudah canggih, dapat mengetahui bencana alam yang terjadi di beberapa kota. Petugas medis, aparat berseragam lengkap dan semua petugas pemerintah yang tanggap dalam bencana turun untuk membantu yang masih terjebak di dalam reruntuhan. Tenda-tenda darurat mulai di dirikan. Korban yang masih bernyawa satu per satu di selamatkan. Luka berat, luka ringan, yang bisa berjalan atau yang tidak di tandu masuk ke dalam tenda. "Selang infus tolong!" Masing-masing petugas medis menangani beberapa pasien yang darurat. Kesediaan obat-obatan pun terbatas karena tidak bisa dibawa dalam jumlah yang banyak jika lewat helikopter. Jalan-jalan banyak yang rusak, menghalangi bala bantuan yang ingin menjadi sukarelawan tanggap bencana. "Aghsss, this is so hurt!" keluh seorang gadis berambut pirang bertubuh kurus tinggi. Kakinya yang tertimpa reruntuhan menyebabkan memar dan bengkak. Dia menangis dan terus menangis menggunakan bahasa Inggris terkadang juga bahasa lain. Ketika kakinya diangkat, dia kembali berteriak, "Jangan ... jangan disitu," cegahnya dengan bahasa Indonesia yang fasih. "Anda bisa berbahasa Indonesia," tanya petugas medis yang merasa lega karena pasien yang ditanganinya bisa berkomunikasi dengan bahasa hari-harinya yang lancar. "Yeah, aku bisa," katanya dengan napas yang tertatih. Bibirnya yang mungil dan tipis itu tak henti mengerang. Hingga setelah kakinya diperban dan diberi penyangga, dia baru berhenti bersuara. "Aku haus bolehkan aku minta water," ucapnya dengan bahasa campuran, membuat pria yang disebelahnya berdecih. "Boleh nona cantik, anda mau berapa banyak?" ucap seorang pria yang lengannya diperban, wajahnya sedikit ada luka-luka gores. Kepalanya pun diperban, dia juga merupakan korban dari peristiwa ini. Berjalan pelan dan singgah di ujung brankar darurat ini. "Satu saja, please" jawabnya sembari tersenyum dan tetiba merengut ketika melihat seorang pria yang berada di sampingnya dengan tubuh tiarap. Tubuh belakang pria itu penuh luka namun tak menutupi pesona ototnya yang timbul seperti bebatuan yang menonjol di atas tanah liat secara teratur. Lengannya yang kokoh terlihat sangat berwibawa, seperti jabatan yang dia sandang, KAPTEN terbaik dalam rute internasional. "Alex!" panggilnya tegas. Suara baritonnya membuat pria yang bernama Alex langsung berdiri dengan posisi siap. "Siap Kapt, ada yang perlu dibantu?"tanyanya, sedikit merasa kecewa karena tak bisa diandalkan. "Kau tahu aku tidak mampu bergerak dan juga haus, karena melindungi seseorang, " ucapnya, sedikit nyaring sembari melirik gadis yang tak peduli dengan omongannya. "Oke baik Kapt, saya ambilkan dulu." Si Kapten tampan, kekar, dan incaran semua wanita ini masih melirik kesal pada gadis di sampingnya. Sayangnya sekarang dia sedang tak berdaya. "Ini Kapt, sekalian laporan Kapt. Pra-" "Tunggu dulu, gimana saya mau minum, tolong miringkan tubuh saya, " keluh pria ini yang mulai merasa kesal dengan tingkah anak buahnya yang selalu tidak bisa melihat situasi kondisi dirinya. Perlahan tubuhnya dibantu miring dan sekarang dia tidak perlu kesusahan, untuk melirik gadis di sampingnya ini yang dapat dia lihat secara keseluruhan. Itu yang dia mau, bukan karena minuman. Si gadis yang tak peduli di perhatikan malah sibuk mencari sinyal pada ponsel yang dia yang masih utuh tanpa retak, berada di dalam saku celana jeansnya. Tiba-tiba wajah Alex menutupi pandangannya seraya berkata, "Apakah anda mendengar isi laporan saya Kapt?" tanyanya bingung, karena seniornya ini tidak menjawab apa pun saat dijelaskan. "Iya tentu saya dengar, atur saja sesuai dengan prosedur yang diberikan oleh petugas medis. Dan data keseluruhan dari mereka," jawabnya. Dia mendengar, tetapi matanya travelling pada gadis di hadapannya. "Siap Kapt, saya mohon undur diri." Si Kapten pikir anak buahnya ini akan segera pergi namun ternyata dia mampir mendatangi gadis yang selalu dilirik olehnya Sialan Alex! Batin pria ini yang tak bisa lagi memperhatikan wajah gadis yang terlihat familiar di otaknya. Sedikit menerka-nerka, apakah si cantik ini orang yang dia cari selama bertahun-tahun. "Tahi lalat di d**a, bagaimana aku bisa melihatnya," gumamnya rendah. "Lex--" panggilnya dengan suara rendah namun tegas "Siap Kapt sebentar lagi," ucap si Alex yang menoleh sebentar lalu kembali berbalik badan menatap sang gadis. "Saya minta data passengers sekarang, Alex!" tegasnya dengan suara sedikit melengking dan ujung-ujungnya si Alex mengalah dan pergi. Lalu lalang petugas medis tak begitu dia hiraukan, hanya gadis cantik ini yang sedang menatapnya geram menjadi sasaran perhatiannya. "Kenapa kau terus memandangku, otak mesummu itu tidak seharusnya diperlihatkan pada situasi seperti ini, kapten!" ucap si gadis lantang. Mata kecilnya sedikit melebar, napasnya pun turun naik karena kesal melihat pria yang telah bertindak tidak sopan berapa jam yang lalu padanya. "Siapa namamu, boleh aku tahu?" "Tidak, aku tidak ingin mengenalmu!" tegas si gadis sehingga Kapten tampan ini menyeringai penuh maksud. "Tidak masalah jika kau menutupi identitasmu padaku Nona sombong, jangan salahkan aku jika nanti kau tidak bisa pulang ke negeri asalmu." "Kau mengancamku?" tanya si gadis. Bibirnya mengatup tegas dan seringai matanya menajam. Membuat mata si Kapten terkunci pada manik mata berwarna hitam pekat berbingkai indah itu. Cahaya, lirihnya dalam hati. Bola mata berbingkai hitam, milik cinta pertamanya mempunyai ciri-ciri yang khas, kurang lebih seperti gadis ini. Ingatannya masih tajam untuk menghadirkan kenangan masa lalu yang indah. Namun sekarang hal ini harus terhapuskan karena ayah dari cinta pertamanya adalah dalang dibalik kematian ibunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD