Chapter 2

1095 Words
"Hubungan kita tidak terlalu baik jadi aku merasa tidak perlu menceritakannya kepadamu." Alex menganggukkan kepalanya, merasa setuju dengan pertanyaan yang diutarakan Jessica. Sebelumnya mereka tidak terlalu baik-baik saja jadi wajar jika Jessica tidak menceritakan apapun kepada dirinya. "Aku tidak tahu kau mengalami kesulitan." Alex sungguh menyesalkan hal itu. Dia terlihat begitu kejam atas sikapnya yang menyebalkan dan ucapannya yang menyakitkan. Padahal dia tidak mengetahui apapun yang sebenarnya terjadi. Jessica menatap Alex kemudian menyunggingkan senyumannya. Itu sudah berlalu bukan. Toh sekarang semuanya sudah baik-baik saja. Itu hanya kesalahan masa lalu antara dia dan Alex karena kurangnya komunikasi. Alex bangkit dari tempat duduknya kemudian berpindah tempat agar duduk di sebelah Jessica. Ia menarik Jessica hingga mereka berpelukan. Seperti biasa, menghirup ceruk leher Jessica adalah kegiatan favorit Alex. Semua memang sudah terjadi namun Alex masih saja merasa bersalah. Ia merasa bersalah dulu memiliki pemikiran yang begitu buruk Jessica karena dibutakan rasa sakit hatinya. Sungguh benar-benar jahat sekali. "Aku tidak paham waktu itu kau masuk ke kamar Justin seperti orang kesetanan." Alex terkekeh mendengarnya. Ia merasa dirinya begitu lucu saat itu. Terbakar oleh rasa cemburu hingga bersikap berlebihan. Yang Alex pikirkan saat itu hanyalah rasa marah karena Jessica seolah lebih memilih untuk menjalani malam bersama Justin. Alex juga sangat marah karena bisa-bisanya Jessica menjual diri, bahkan kepada laki-laki yang merupakan sepupunya sendiri.                                                                                       *** Kala itu Jessica tengah b******u dengan Justin di kamar penginapannya. Masih di rumah ini, di bagian kamar yang lain. Mereka b******u di atas ranjang Justin setelah pria itu setuju untuk membayar Jessica senilai seratus ribu dolar atas malam yang mereka habiskan bersama. Jessica melakukannya tidak lain adalah agar mendapatkan uang demi menyelamatkan ibunya dan bibi Mary yang telah diculik. Penculiknya meminta tebusan sejumlah seratus ribu dollar dan bila uang itu tidak dipenuhi maka ibunya dan bibi Mary akan dijual. Jessica yang saat itu tengah berada di pulau pribadi milik Alex untuk urusan pekerjaan, tidak bisa melakukan apapun selain menjual diri untuk mendapatkan uang. Hubungannya dengan Alex sedang tidak baik dan penuh kerumitan sehingga ia tidak enak untuk meminjam uang sebesar itu kepada sang CEO. Cumbuan mereka terhenti begitu liar hingga tiba-tiba terdengar suara pintu didobrak kemudian disusul suara teriakan dari Alex. "BERHENTI JUSTIN!" Pekiknya ketika mendapati Justin dan Jessica yang sedang asik berciuman di atas kasur. Alex bisa melihat bahwa Justin kini sedang mencumbu Jessica dan tangannya dengan bebas menggenggam d**a perempuan itu. Justin yang berada di atas tubuh Jessica pun melepaskan pagutannya kemudian menoleh ke arah pintu. "Hey, bro. Kau tidak sopan sekali mendobrak pintunya." Napas Jessica masih terengah sambil memandang wajah Alex yang kini rautnya seperti ingin membunuh orang saja. Lelaki itu terlihat begitu marah, yang entah karena alasan yang tidak Jessica ketahui. Alex melangkah mendekat dan langsung menarik kerah kemeja Justin. "Aku bilang berhenti," ujarnya melayangkan satu tinju di wajah sepupunya itu. Jessica yang melihat hal itu terkejut. Ia tidak menyangka Alex akan melakukan hal itu. Ia pun bangkit dari ranjang. Berusaha melerai Alex dan Justin. Pukulan yang Alex berikan cukup bertubi-tubi sehingga mulut Justin robek dan mengeluarkan darah. "Alex, hentikan. Apa yang sedang kau lakukan!" pekiknya. Mendengar suara Jessica, Alex menoleh dan berdecak kesal ketika menyaksikan wajah Jessica yang berantakan akibat ulah Alex. Ia kemudian melempar Justin hingga terjatuh ke lantai dengan keadaan wajah yang lebam karena pukulan Alex, juga mengeluarkan darah. "Ikut aku, Jessica!" Ia lantas menarik tangan Jessica agar gadis itu mengikutinya dan keluar dari kamar ini. "Hei, aku sudah membayar seratus ribu dolar untuknya," ujar Justin yang kini berdiri sambil mengusap darah yang keluar dari sudut bibirnya.                                                                                            *** Jessica hanya bisa tersenyum ketika mengingat moment tersebut. Dirinya masih tidak paham hingga kini mengapa Alex terlihat begitu marah dan langsung mengambil alih apa yang seharusnya Justin lakukan. Alex menidurinya, kemudian membayarnya sesuai dengan Jessica minta. Itu adalah pengalaman Jessica yang pertama kali berhubungan badan dengan laki-laki. Alex yang pertama dan pria itu adalah orang yang Jessica cintai. Meski demikian, saat itu keadaannya sangat jauh dari kata indah. "Aku cemburu saat itu. Rasanya marah sekali. Seolah kau mengkhianatiku untuk yang kedua kalinya." "Alex! Lepaskan!" pintanya lagi saat laki-laki itu hanya diam saja dan mereka sudah hampir memasuki lift. "Aku ada urusan dengan lelaki itu, lepaskan aku!" Pintu lift tertutup dan tangan Alex masih tetap mencengkram tangannya bahkan ketika mereka sudah berada di dalam lift. Tidak ada lagi yang bisa Jessica lakukan kecuali kembali ke laki-laki tadi dan melakukan tugasnya. Pria itu sudah memberikan cek senilai seratus ribu dolar dan sialnya tertinggal di atas nakas kamar itu. Jessica harus kembali, demi uang itu untuk menebus ibunya. Sayangnya ia tidak bisa pergi karena pintu lift sudah tertutup. "Kau menjual tubuhmu, Jess?" tanya Alex kini memerangkap tubuh Jessica di dinding lift. Alex menatapnya dengan raut wajah penuh amarah. Tubuh Jessica menegang. Antara takut dan terkejut mendapati pandangan mata Alex. "Apa gajiku kurang?" tanyanya lagi seraya semakin mendekatkan wajah ke wajah Jessica. Jessica hanya diam saja dan menatap Jessica dengan wajah kesal. Tatapan Alex itu, seperti tatapan terluka yang Alex tunjukan beberapa tahun lalu ketika mengetahui bahwa Jessica mengkhianatinya. Mengapa Alex harus menunjukkan tatapan itu lagi kepada Jessica. Pandangan Alex jatuh kepada tanda merah di leher Jessica. Ia memukul dinding lift di sebelah Jessica dengan marah. Mendengar itu, Jessica m "Jawab aku, Jess!!" Alex menarik dagu Jessica sehingga kini dia mata Jessica yang berair menatapnya. "Apa uang yang kuberikan kurang sampai-sampai kau menjual dirimu, Jess?!!" Jessica memejamkan mata ketika mengingat bagian yang itu. Rasanya masih menyakitkan ketika diingat tapi sudah tidak semenyakitkan dulu. Sekarang ia tahu Alex melakukannya karena cemburu pada Justin. Hal itu pasti sudah begitu mengusik Alex sehingga ia tidak memiliki pemikiran jernih sedikit pun untuk dapat berbicara yang pantas. Jika memang itu alasannya, Jessica akan mencoba memahami. Biar bagaimana pun, Alex begitu karena ia sesungguhnya mencintai Jessica. Hanya saja lelaki itu salah mengekspresikannya. "Untuk apapun yang menyakitkan di masa lalu, aku sungguh meminta maaf." Jessica tersenyum kemudian semakin mengeratkan pelukannya kepada Alex. Ia jadi mulai penasaran akan suatu hal. "Kenapa kau bisa tahu kamar Justin dengan tepat dan tahu aku ada disana untuk menjual diri?" "Tuan Barker menunjukkan kamarnya. Justin mengirimiku pesan bahwa dia akan tidur dengan sekretarisku." "Bagaimana responmu untuk pertama kali?" "Tuan Barker bisa melihat neraka saat itu." Jessica pun terkekeh. Ia membayangkan betapa harus bersabarnya asisten Alex itu ketika harus menuruti segala keinginan Alex ketika dirinya sedang marah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD