INAD 2

1647 Words
Qian membuka matanya kembali saat pagi kembali menyambutnya ketika dia bangun dari tidur panjangnya. Ia tertidur seharian, setelah dengan memalukannya menangis keras di hadapan orang yang baru dikenalnya kurang dari satu jam. Ya... Dia mate Qian sih... Tapi bagaimana jika matenya itu membenci Qian setelah menangis lama seperti itu? Lagipula sejak awal, kenapa lelaki itu rela merawat Half Werewolf seperti dirinya? Bukan apa, hanya saja sejak dulu banyak pack yang menganggap sosok Half Werewolf adalah Werewolf  yang paling menyusahkan. Mereka tidak bisa bertarung, lemah, dan bahkan tidak bisa bertransformasi menjadi serigala yang besar dan kuat seperti werewolf lainnya. Keberadaannya jelas hanya akan menyusahkan kaumnya yang mulai terhimpit oleh majunya jaman. Itu juga alasan kenapa Qian dibuang oleh packnya sendiri, sebelum Alpha baik hati pemimpin pack kecil di hutan rela merawat Qian kecil. Semua orang memperlakukannya dengan hangat, sebelum para pemburu itu datang dan menghancurkan semuanya. Mengingat itu membuat air mata lagi-lagi keluar dari mata birunya yang indah. Qian terisak tertahan, mencoba meredakan hatinya yang begitu sakit ditinggal oleh keluarganya. Belum lagi kini ia tinggal di tempat yang cukup aneh, walaupun tempat ini merupakan tempat tinggal dari matenya sendiri. "Kamu menangis lagi?" Saat mendengar suara datar itu, Qian buru-buru menghapus air matanya dan duduk tegap di tempat tidurnya. Qian merasa gugup sekali, apalagi kemarin dia baru saja melakukan hal yang sangat memalukan di  depan pria tersebut. "Mandi," ucap Val singkat sambil memilah tumpukan handuk bersih dari lemari di kamar Qian yang cukup besar. Qian menatap aneh, apakah di sekitar sini ada sungai yang bisa ia pakai untuk mandi? Melihat kebingungan yang tercetak di raut wajah manis itu, Val berdecak lalu tanpa aba-aba mengangkat sosok ringan tersebut, menciptakan teriakan melengking akibat Qian yang menjerit karena terkejut. Val membawa Qian masuk ke dalam kamar mandi besar dan mendudukannnya di bathtub. Qian memutar kepalanya bingung. Sebenarnya kemana alphanya itu berusaha membawanya? "Ah!" Lagi-lagi Qian berteriak kaget saat Val dengan santai membuka pakaian tidur Qian dan menyimpannya dalam keranjang yang telah disiapkan di dalam kamar mandi. Val sempat terdiam melihat kulit putih kemerahan yang kini tersaji jelas di depannya, sementara Qian hanya mampu menahan malu diperhatikan sedemikian rupa oleh seseorang yang mengaku merupakan matenya. Lagi-lagi Qian terlonjak kaget saat Val kembali menegakan tubuhnya dan memutar benda kecil bulat yang terhubung dengan tongkat panjang diatas kepalanya, dimana tiba-tiba air hangat keluar dari tongkat besi aneh itu. Qian tidak meronta kali ini, cukup kagum melihat adanya air terjun dalam ruangan sekecil ini.  Matanya juga menatap antusias Val yang kembali memutar bulatan kecil lainnya yang merubah air dingin yang keluyar dari tongkat aneh itu menjadi air hangat yang terasa begitu nyaman ketika bersentuhan dengan kulitnya. Qian tidak pernah tahu alphanya juga seorang penyihir di pack ini. Bisa memanaskan air selama ini, Qian tidak tahu ada seseorang yaang bisa melakukan hal sehebat ini di dunia. "Ini namanya kamar mandi, bukan air terjun atau kolam seperti yang ada dalam pikiran kecilmu itu. Dan aku juga bukan penyihir, jika kau berpikir aku merupakan salah satunya," ujar Val datar. Qian mengerejap bingung. Matenya ini juga handal membaca pikiran kah? "Itu semua tercetak jelas dalam ekspresimu," lanjut Val lagi. Qian mengangguk-ngangguk imut, kini pasrah saat matenya mulai mengusap kepalanya dengan busa yang tercium wangi sekali. Mencium wangi strawberry itu membuat Qian ingin memakannya..... "Jangan coba-coba memakannya. Ini beracun."  Qian yang hampir menjulurkan lidahnya untuk mengecap busa itu segera menarik lidahnya kembali dengan patuh. Namun dia tetap bingung dengan tindakan Val saat ini. Jika busa di kepalanya ini beracun, kenapa Val malah menaburkannya dan meremas-remasnya di kepala?  "Ini namanya sampo. Pokoknya jangan makan apa pun yang ada di kamar mandi ini," jelas Val lagi. Qian hendak protes karena penasaran namun kembali bungkam saat Val memandangnya tajam penuh peringatan. Matenya itu memiliki aura yang sangat seram, mana mungkin Qian berani melawannya lagi setelah itu?  Lalu di kamar mandi itu kini hanya terdengar bunyi air yang berjatuhan dan suara Val yang kadang kala memberitahu Qian sesuatu agar tidak bertindak bodoh untuk ke depannya.  *** Ingin rasanya Qian mengubur dirinya sendiri untuk menghindari tatapan penasaran dari banyak orang yang kini terus memperhatikannya. Ingin rasanya juga Qian bersembunyi dibalik tubuh gagah Val, jika saja bisa tentu saja. Val terus berjalan di depannya dengan langkah besar, yang bahkan membuat Qian harus setengah berlari untuk mengikuti langkah kaki Val tersebut.  "Kamu sudah selesai Kak?"  Duk  Karena terlalu asik menunduk dan malah memerhatikan kain yang membalut kaki Val sedari tadi, Qian tanpa sengaja menabrak punggung Val yang tiba-tiba berhenti karena adiknya yang baru saja muncul dari suatu ruangan. Qian mengusap hidungnya yang perih, punggung Val rasanya keras sekali ternyata. Val menoleh ke belakang untuk melihat wajah kesakitan Qian dengan hidungnya yang memerah setelah terbentur. Wajahnya tetap sama, datar ketika dia melihat mate kecilnya itu seperti ingin menangis.  "Aw, kau baik Puppy? Hidungmu terlihat merah sekali..... Kak, tubuhmu memang berbahaya ternyata," omel Zen si penyebab Val berhenti tiba-tiba. Lelaki berkacamata itu mengusap hidung Qian lembut, berharap agar rasa sakitnya segera menghilang dari pria lucu tersebut.  Entah akibat dorongan apa, Val menarik tangan Qian yang masih meringis lalu mengusap hidung mancung itu pelan. Qian terkesima melihat perlakuan Val yang tampak mempesona dimatanya. Sebelum pikirannya kembali tersadar saat Val menggengam tangannya.  "Jangan menunduk. Kamu adalah Lunaku mulai sekarang. Kita akan pergi ke ruang makan untuk mengenalkanmu pada anggota inti packku."  Qian mengangguk malu. Matanya masih fokus memandangi tangannya yang tertaut dengan tangan Val.  Rasanya hangat dan menyenangkan. Qian benar-benar suka perasaan ini. Zen mengikuti keduanya saat Val mulai berjalan kembali. Rasanya tidak percaya juga melihat beruang kutub itu menggandeng tangan seseorang setelah sekian lama.  Reaksi penghuni ruang makanpun tidak jauh berbeda. Mereka tampak takjub melihat pemimpin es mereka datang dengan anak manis dalam gandengannya.  "Wow Alpha. Sejak kapan kamu memiliki anak ini? Di mana Ibunya? Kamu tidak boleh menculik anak orang seenaknya Alpha." seseorang dengan pakaian SMA yang cukup berantakan dengan tindik di sekitar kupingnya adalah sosok yang pertama kali mengangkat suara, lalu dihadiahi pukulan sendok oleh perempuan cantik berseragam sama yang langsung melotot kesal pada pria tersebut.  "Jangan bicara seenaknya i***t! Mana mungkin Alpha menculik anak kecil seperti itu?!" sungutnya kesal.  "Hera, Jake, berhenti bertengkar atau Mom akan akan membanting kalian keluar dari ruang makan saat ini juga."  Seorang wanita dengan jas hitamnya memandang tajam kedua anak yang kini balas memandangnya takut. Mereka berdua langsung diam tidak berkutik, sementara seorang pria dengan jas putih rapihnya bangun untuk menyambut Val dan Zen.  "Apa dia matemu Val?" tanyanya penasaran. Val menangguk singkat, lalu menuntun Qian untuk duduk di dekat bangku Val yang menghadap semua penghuni meja makan yang nampak kagum mendengar berita ini.  Qian di sisi lain, merasa sangat gugup takut jika saja mereka menolak keberadaan Qian. Tidak tahu sikapnya yang malu-malu dengan pipi merah malah membuat gemas semua eksistensi yang ada disana.  "Wahh!!! Umurnya berapa Alpha? Dia tampak manis sekali," heboh gadis cantik bernama Hera tersebut. Matanya menatap Qian berbinar, sementara Jake, saudaranya hanya mampu menganga dan menahan air liurnya melihat Qian yang tersenyum malu-malu dipuji wanita secantik Hera, apalagi baunya seperti bau Alpha yang bisa menenangkannya. "Selamat datang di pack ini Luna. Ah... Alpha?" "Qian. Namanya Qian," jawab Val memberitahu. "Nama yang manis seperti pemiliknya," komentar perempuan ibu dari Hera dan Jake lembut. Ingin rasanya Qian menangis, melihat ternyata kehadirannya disambut hangat dalam pack besar ini.  "Perempuan itu bernama Siren, dengan pasangannya Duke. Mereka Gamma di pack ini dan anak mereka yang kebetulan seumuran denganmu, namanya Hera dan Jake," ujar Val singkat.  "Dia, apa?! Aku pikir dia berumur sepuluh tahun atau paling tua, dua belas tahun," komentar Jake takjub. Qian masih tidak bicara, menunduk khawatir mereka akan membencinya.  Tubuhnya memang mungil, sehingga orang sering salah paham mengenai usia aslinya.  "Hei,hei, kalian menakutinya," ujar Zen menengahi.  Val melirik Qian yang tersentak kaget, lalu bingung saat lelaki itu malah mengusap kepalanya seakan mengatakan bahwa semua baik-baik saja.  Val ini...... Ternyata baik dan perhatian sekali kepadanya. Setelah merasa Lunanya mulai merasa nyaman, Val memfokuskan pandangannya kembali ke anggota intinya yang tengah memandang takjub kegiatan off limitnya.  "Aku ingin kalian semua mengatakan hal ini pada anggota pack lainnya. Dan lagi, dimana Ulric dan Peter?" tanya Val datar seperti biasanya.  "Ulric tengah melatih anggota muda, dan Peter.... Kurasa dia masih tertidur di kamarnya," jawab Duke kalem.  Zen memutar bola matanya malas. Cukup bosan melihat tingkah adik tirinya yang cukup mengesalkan itu.  Ayah Zen dan Val memang sempat menikah lagi, dan memiliki seorang putra yaitu Peter. Walaupun anak tiri, itu tidak membuat Val membedakan kedua adiknya. Val memperlakukan keduanya adil, buktinya keduanya sama-sama merupakan Beta yang berada dibawah kepemimpinannya.  "Zen, bangunkan adikmu," titah Val datar. Zen merengut tidak terima, paling malas jika kakaknya sudah menyuruh Zen untuk membangunkan kerbau itu.  Sekedar informasi saja, Zen kurang menyukai sifat saudara tirinya itu. Bagaimana tidak? Dia itu-  "Woahh.... Aku telat lagi ya? Akh sialan, aku tidak tahu jam wekerku rusak lagi," gumam seseorang masih dengan pakaian tidurnya yang berupa celana boxer tanpa atasan. Topless singkatnya.  Qian sampai harus menutup matanya malu melihat pria di depannya ini.  Penghuni lain di lain sisi, tampak sudah terbiasa melihat kelakuan werewolf yang satu ini. Peter memang terkenal senang berbuat seenaknya.  "Peter, jangan mengumpat di depanku dan cepat pakai pakaianmu," titah Val singkat tanpa menolehkan kepalanya pada sang adik. Peter melangkah kembali ke kamar dengan langkah malasnya. Ya... Setidaknya dia masih patuh terhadap Val.  Tidak lama kemudian dia kembali, dengan kaos oblong berwarna putih dan celana boxer yang dia pakai sebelumnya.  "Hei, siapa bocah ini?"  Nada suara Peter berbeda dari nada suara malas yang tadi ia gunakan. Matanya menatap Qian tajam, membuat remaja itu rasanya ingin bersembunyi dibalik punggung kokoh Val.  "Dia mateku. Luna pack ini," jawab Val singkat.  Berbeda dengan reaksi yang ditunjukan orang-orang sebelumnya, Peter malah memandang dingin lalu duduk di kursinya sendiri. Membuat suasana mendadak canggung.  Namun Val tidak peduli. Dia malah membuka obrolan lain di tengah keheningan itu.  "Qian, kamu akan mulai sekolah besok." To be continued.......   Silahkan tekan love sebagai bentuk dukungan untuk Saya^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD