INAD 4

1442 Words
"Kyaaaa!!!" "Demi Dewi, Hera. Apa yang-" Kalimat Jake terputus saat dia melihat pemandangan indah yang tersaji di depannya. Qian, dengan seragamnya yang terlihat sedikit longgar, dipadukan dengan rambut pendeknya yang disisir rapih, terlihat sangat imut sekali saat wajahnya malah terlihat malu-malu. Kemeja putih yang dibalut sweater hitam merah memiliki model yang berbeda sweater  yang Jack pakai. Sweater yang dipakai Qian bermodel v neck dengan bagian pundak yang sedikit longgar. Tangannya tenggelam, sementara wajah putihnya itu terlihat kontras sekali dengan baju yang dia kenakan. Qian memakai sepatu pantofel seperti anak sekolah pada umumnya. Namun mungkin karena belum pernah memakai sepatu sebelumnya, dia terlihat tidak nyaman saat kakinya mengetuk-ngetuk lantai dengaan penasaran. Sesekali Qian juga memperhatikan tangannya yang tenggelam oleh sweaternya sendiri dengan bingung. Jake tidak kuat, godaan ini terlalu besar untuk dikonsumsi mata polosnya. Merasa diperhatikan, Qian memperhatikan Jake dengan tatapan heran. Membuat Jake merasa hidungnya sangat panas seperti darah dapat keluar kapanpun dari hidungnya. "Jake? Apa aku terlihat aneh?" Apa benar Qian itu seumuran dengannya? Sungguh? Serius? Yah, siapa tahu saja saat membaca data diri Qian, Val sedang tidak fokus atau matanya rabun mendadak. Itu bisa saja kan? Habis, masa anak seimut ini seumuran dengannya? Mustahil. Jake terus lari dari kenyataan bahwa Qian itu seumuran dengannya. "Aku..... Terlihat aneh ya?" lirih Qian pelan. Wajahnya yang semula memerah perlahan pudar. Matanya menyendu karena sedih. Eh, kenapa Qian selalu berpikiran negatif sih? Melihat anjing imutnya -ehem- Lunanya sedih, Hera buru-buru menangkup pipi chubby Qian lalu memelototi Jake dengan kesal. "Eh~ Luna imut sekali kok! Percaya dirilah oke?" bujuk Hera lembut. Mata berair Qian memperhatikan Hera dengan ragu, sebelum perlahan mengangguk lalu berjalan mengikuti Hera untuk keluar dari ruangan itu. Reaksi orang lain, tentu saja tidak jauh berbeda dari Jake dan Hera. Mulut mereka menganga,  saat mereka memperhatikan pahatan dewi itu dengan wajah terkejut. Dewi..... Kenapa aku tidak dijodohkan dengan anak seimut Luna....... Yah, kebanyakan orang mungkin berpikir begitu. Terlihat sekali dari wajah nelangsa mereka saat Qian melewati mereka sambil malu-malu. Merasa semakin dipehatikan, Qian semakin bergerak untuk mendekati Hera. Seseorang yang menurutnya baik dan aman untuk didekati. Gadis manis itu tertawa kecil, dia menarik tangan Qian untuk berjalan disebelahnya walaupun itu terasa sangat sulit. "Hey..... Tidak apa-apa.... Ayo jangan takut lagi Luna......" bujuk Hera dengan susah payah. Aish, bagaimana bisa Qian sekolah jika di rumah saja dia sudah seperti malaikat polos yang enggan dilihat siapapun begini? Mereka pergi ke lantai basement, dimana deretan mobil mahal terparkir dengan rapi disana. Hera menuntun Qian ke salah satu mobil, sementara Jake hanya mengekor saja di belakang keduanya. "Kamu akan berangkat sekolah dengan Alpha pada hari pertama. Kami akan ada mengikuti dibelakang kalian, dengan mobil lain tentu saja," jelas Hera. Mata Qian sedikit senang begitu mendengar nama alphanya disebut. Entahlah, Qian selalu merasa nyaman jika bersama dengan lelaki berwajah datar itu. Alphanya itu mungkin bisa menghilangkan rasa gugup di hari pertamanya ini. Di samping sebuah Rolls Royce hitam legam yang terparkir berbeda dari kumpulan mobil mewah lainnya, berdiri Val yang sesekali melihat jam di tangannya dengan tidak sabar. Matanya berhenti terlihat kesal begitu menangkap sosok Qian yang berjalan malu-malu ke arahnya, sementara kedua anggota intinya tersenyum jahil melihat Alpha pack mereka tertangkap basah baru saja terpesona ketika dia menatap lunanya sendiri. Jarang-jarang loh, mereka melihat perubahan ekspresi di wajah datar itu. "Alpha, maaf kami sedikit lama. Tadi.... Luna sempat menolak memakai sepatu," jelas Hera melaporkan. Mendengarnya pipi Qian bersemu merah, menggesekan sepatu mahal yang dia pakai dengan tidak nyaman lalu membuat alasan. "Itu..... Aku tidak biasa memakai benda ini di kakiku," gumam Qian lirih. Tangannya yang tenggelam di bajunya sendiri dia gerakan tak tentu arah. Tanda bahwa Qian tengah gugup sekali sekarang. Val memperhatikan hal kecil itu, dia beralih menatap Hera yang masih senyum-senyum sendiri saat melihat interaksi mereka. "Kenapa kamu memakaikannya sweater kebesaran? Aku sudah memberikannya yang normal dan pas di tubuhnya bukan?" Hera mencebik kesal mendengar pertanyaan Val. Dasar maniak kerapihan. Berbeda sedikit saja, pasti akan langsung dikomentari oleh Alpha berwajah serius itu. Namun Hera tidak akan menyerah kali ini. Pokoknya Qian harus memakai sweater itu ke sekolah setiap hatinya mulai sekarang! "Tapi Alpha, Luna terlihat lebih cocok menggunakan sweater model seperti ini bukan? Lagipula, sweater ini tidak melawan aturan sekolah selama kita memakai kemeja putih yang disediakan oleh sekolah. Tidakah Alpha lihat bahwa Luna terlihat lebih cocok dengan pakaian yang seperti ini? Kasihan juga dia, ini kan musim dingin, bagaimana bila Luna kedinginan nanti?" Bak seorang sales, Hera mulai mencari alasan agar Val bisa mengerti keinginannya. Setelahnya Val hanya diam, membuat Hera takut alasannya tidak diterima sebelum Val berbalik memasuki mobilnya lalu menoleh melihat Qian masih diam di tempatnya. "Naik Qian. Kamu berangkat bersamaku," perintahnya tegas. Qian mengangguk cepat, menaiki kendaraan itu walaupun matanya nenatap aneh seluruh sudut mobil yang baru kali ini dia naiki seumur hidupnya. Sekarang apa lagi? Benda kotak apa ini? Mobil mulai melaju, membuat mata Qian membulat lucu saking terkejutnya. "Ini mobil, membawamu pergi lebih cepat dari berjalan atau berlari," jelas Val singkat. Dia tahu ini adalah kali pertama Qian menaiki kendaraan. Tentu saja, bahkan sampo dan kamar mandi pun dia tidak tahu sama sekali. Qian mengangguk lucu, ketika matanya tidak bisa lepas dari pemandangan kota yang tenegah dia lihat sekarang. Mulut seksinya itu terbuka sedikit tanpa disadari oleh Qian. Matanya bahkan tidak berkedip melihat lautan orang yang terus dia lewati tadi. Val yang biasanya bertopang dagu sambil menunggu kendaraannya sampai kini memikiki hiburan baru. Melihat Qian yang antusias didalam mobilnya. Bibir yang selalu datar itu membentuk kurva tipis, membuat sang supir yang tidak sengaja melihat ke belakang melewati spion dalam mobil hampir saja tersedak ludahnya sendiri. Alphanya tersenyum. Itu bukan hal yang mampu mereka lihat tiap harinya. Mobil berhenti tepat di depan sebuah parkiran besar sebuah sekolah. Banyak siswa yang baru datang pada jam-jam seperti ini, membuat Qian yang semula sempat senang, kembali menelan ludahnya gugup. Dia ingin keluar, namun takut para manusia itu akan mengurungnya lagi di tempat sempit. Sebuah tangan menggengam tangannya lembut. Menariknya keluar setelah sang supir membukakan pintu. Walaupun Val bahkan tidak meliriknya sama sekali, Qian tetap mampu merasakan rasa aman dengan tautan tangan yang mereka lakukan. Qian berjalan dengan senyum yang menghiasi bibirnya. Membuat beberapa anak yang semula hanya menoleh melihat keduanya kini tidak bisa lagi mengalihkan pandangannya. Yang satu, pria terkenal yang tampan sekaligus kaya. Pria muda incaran banyak wanita maupun seorang bottom. Dan yang satu lagi........ Bukan hanya para top yang berubah agresif saat melihat senyuman polos itu. Para wanita juga, akan berteriak tertahan ketika mereka melihat cara berjalan anak itu yang kikuk. Sungguh imut, kakinya menghentak pelan mengikuti langkah kaki pria yang lebih dewasa begitu mereka sampai di bangunan besar yang Val sebut sebagai sekolah. Mereka sampai di ruangan bertuliskan Headmaster Office. Val membukanya tanpa permisi, lalu disambut senyuman ramah pria muda yang ada didalam sana. "Inikah mate manismu itu Val? Wow, aku tidak menyangka akan ada anak seimut ini di dunia saat ini. Aku yakin dia bisa mengalahkan popularitas anggota pack mu yang lain Val." Pria itu berkata dengan nada yang ramah. Satu hal yang Qian tangkap, pria didepannya merupakan seorang werewolf, sama sepertinya. "Dia memiliki trauma untuk berhubungan dengan para manusia. Minta seseorang untuk mengawasinya selama di sekolah, dan berikan kelas yang terbaik untuknya," perintah Val jelas. Lelaki itu menganggukan kepalanya. Lalu berkata lagi. "Tapi baik Hera maupun Patra tidak ada dari keduanya yang masuk ke kelas A. Haruskah aku memindahkan mereka agar sekelas? Seseorang perlu menemaninya kan?" Val menggeleng sebagai jawaban. "Baik Hera maupun Jake adalah orang yang sibuk. Mereka tidak akan bisa mengikuti pelajaran jika mereka ada di jelas itu. Peter, dia ada di sana kan?" "Iya dia memang ada di sana. Baiklah, biar aku yang mengantarmu sendiri adik kecil," senyum pria itu mengembang. Mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Qian. Qian di lain sisi tidak mengerti apa maksud uluran tangan itu. Tubuhnya semakin menyusut ke punggung Val. Tanda bahwa dia belum merasa aman sepenuhnya. Val meraih punggung Qian lembut. Menariknya kedepan dan memegang tangannya hati-hati. "Dia mengajakmu berkenalan Qian. Ikutlah bersamanya, dia yang akan menjagamu selama kamu bersekolah." Lagi-lagi mendengar suara menenangkan Val, Qian mengangguk kecil. Tangan mungilnya tersodor pelan, walau kepalanya masih menunduk kebawah. "Qian...." lirihnya pelan. "Namaku Brian. Senang berkenalan denganmu Luna," sapanya ramah. Qian akhirnya mengangkat kepalanya, tersenyum kecil saat tahu bahwa pria ini pria baik. Dia bisa merasa sedikit tenang sekarang. "Baiklah Qian, sebentar lagi jam masuk akan berdering. Biar aku tunjukan dimana kelasmu sekarang." Qian melirik Val lagi. Yang memberi gesture bahwa semua akan baik-baik saja. Qian dibawa keluar dalam tuntunan Brian. Hatinya berdegup kencang mengingat dia akhirnya kembali berpisah dengan Val. Sekali lagi tanpa perlindungan. To be continued.......   Silahkan tekan love sebagai bentuk dukungan untuk Saya^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD