Part 3

894 Words
Kelas ribut seperti biasa, Camelia yang sibuk menghapal rumus, Prinka yang berceloteh ria dan Kristall yang menempelkan pipinya dimeja dengan mata mengantuk. "Senyumnya! Gila, gila!" "Gue jadi murid selamanya juga gapapa kalau Pak Andra wali kelasnya!" "Aduh, jantung gue!" Kristall melirik bosan kearah Prinka yang heboh sendiri sejak tadi pagi, memejamkan matanya masih kesal dengan si Guru yang katanya punya senyum manis itu. Hoax kali. Ngomongnya aja kaku gitu. "Dia masih jomblo kaga yah, tapi biasanya yang ganteng itu udah ada yang punya." Bodo amat. "Sayang bet, masih guru sementara. Cuma gantiin Bu Rani yang harusnya jadi wali kita lagi, kalau udah lahiran gimana nasib Pak Andra dong." Omong omong. Dari mana Pak Andra dapat ide menelpon Abangnya? Kenapa bukan orangtua Kristal coba? Kristal nyaris memejamkan matanya sebelum gebrakan keras membuatnya kembali membuka mata, menatap gadis yang baru saja melempar tasnya keatas meja dan melangkah lebar kearah Kristall. Apa apa? "Lo yah!" Iya apa? "Inggrid, lo kenapa sih!?" Prinka berdiri tidak terima, jari yang dicat merah itu menunjuknya penuh peringatan. "Jangan ikut campur, urusan gue itu sama si cewek murahan ini!" Jarinya lalu beralih pada Kristall yang menegakkan bahunya seraya menguap, benar benar terlihat mengantuk. "Itu artinya urusan gue juga dong!" "Prinka." Camelia menarik lengan gadis yang sudah siap menerjang Inggrid. "Eh, lo!" Inggrid menendang kaki meja Kristall, bersidekap dengan senyum sinisnya. "Lo ngga usah so keganjenan godain pak Andra, pake nunjuk nunjuk d**a lagi!" Oh, Pak Andra. Kristall kembali menguap, melirik malas inggrid yang makin berang. "Lo denger gue ngga sih!? Gundik om om macam lo tuh ngga cocok sama pak Andra! Jadi berhenti cari perhatian dan nyodorin badan busuk lo ke Pak Andra!" "Inggrid! Lo udah keterlaluan tau ngga!" "Prinka!" "Eh, udah udah!" "Mana yang salah sama omongan gue! Seanterio sekolah juga tau, dia mainnya sama om om!" "Anjing yah!" "Prinka." Kristall membuka suara, menatap kerumunan yang berusaha memisahkan Prinka dan Inggrid yang sebentar lagi akan saling memukuli. Haduh, gimana dia mau tidur coba. "Ngga usah dengerin, duduk aja gih." "Tapikan dia nuduh lo yang engga engga, Kristall!" "Gapapa, biarin aja." "Tapi-" "Ada apa ribut ribut?" Suara berat kasar itu membuat mereka membubarkan diri, duduk kebangku masing masing dan memberi atensi kepada Pak Andra yang baru saja masuk dengan seorang murid perempuan disampingnya. "Ada yang bisa menjelaskan, kalian sedang meributkan apa pagi ini?" Ributin Pak Andra! Kristall berani bertaruh seisi kelas ingin menjawab pertanyaan yang berakhir mengambang diundara itu. "Baik, Ini Sania dari kelas dua belas IPA 1. Mulai hari ini dia akan bergabung dengan kalian." "Eh, ko bisa?" Ya bisalah! Orang anaknya Pak kepsek, dari kelas unggulan pindah kekelas rusuh jelas karna ada Pak Andra nya! "..silahkan duduk disamping Inggrid." "Makasih yah, Pak." Si Sania senyum malu malu, berusaha terlihat manis. Hilih, pait pait pait! Kristall memutar bolamatanya malas, nyaris kembali menelungkupkan kepalanya diatas meja sebelum meta elang itu kembali menghunusnya. "Mengantuk, Kristall?" "Iya, Pak." Gumamnya malas, benar benar mengantuk. "Memangnya, apa yang kamu lakukan semalaman sampai mengantuk seperti itu?" "Main kuda kudaan sama bapak, lah." "Astagfirullah!" Prinka berseru kaget, nyaris berdiri dan menabok kepala Kristall yang mungkin sedang karatan. Nih anak minta di gorok. "Gue bilang juga apa." "Eh, seriusan?" Bisik bisik mulai memenuhi kelas, namun yang dibicarakan hanya menarik rambut kusutnya. Lah, emang bener kan? Semalam mereka main kuda kudaan di atas motor matic kesayangan Bapak Andra yang terhormat, salah sendiri lewat blok yang banyak polisi tidurnya. "Sudah, jangan dengarkan Kristall. Sekarang bersiap karna Bapak Ridho akan masuk mengajar." "Iya Pak!" Seisi kelas beseru, menyahut. "Dan kamu Kristall," Duh, apalagi coba? "Kamu cuci muka sekalian ikut saya ke kantor." "Ko gitu, Pak!" Kristall berseru protes, Andra menggelengka kepalanya pelan seraya menggulumg lengan kemejanya. Heh, pake tebar pesona segala! "Dengar, ini bukan cuma untuk Kristall. Kalian sudah kelas dua belas, sebentar lagi kalian akan menghadapi ujian. Jadi, serius belajar dan berhenti membuat masalah. Mengerti?" "Mengerti Pak." Hanya Kristall yang tidak menyahut, dan Andra menyadarinya. "Mengerti, Kristall?" Semerdeka Bapak ajalah! "Iya, Bapak Andra." Sahut Kristall akhirnya meskipun setengah gondok. "Sekarang ikut saya." Idih. */ Kristall mengekori Andra yang berjalan dengan kaki panjangnya di koridor sekolah yang mulai sepi, melirik jam dilengannya lalu menoleh kearah Kristall yang menghentikan langkahnya tiba tiba. "Ada apa?" "Bapak ko tau sih, saya tinggal sama Abang saya?" Melempar tatapan curiga, Andra menaikkan alisnya. "Kenapa? Kaget karna kamu memberi alamat yang tidak lengkap? Dan menyembunyikan kebenaran kalau kamu tinggal bersama Abang kamu? " Kristal membuka bibirnya, lalu mengatupkannya kembali. Emang bener sih, yah Kristal memasukka alamat tanpa memberitahukan nomor rumahnya, ia juga sengaja menyembunyikan kalau ia tinggal bersama Kakaknya. Jadi, kalaupun ada guru yang mencari rumahnya mereka akan berakhir sia sia karna tidak ada yang pernah bertemu Ayahanda dan Ibundanya yang tercinta. "Tapi-" "Kristall." Andra menyela dengan nada sabar, Kristall kembali terdiam. "Kalau kamu tetap seperti ini, kamu sama saja menyia nyiakan hidup kamu. Kamu memangnya mau selamanya terjebak di sekolah ini?" Kristall tertegun, mengerjap sekali lalu menghela nafasnya dengan berat. "Bapak ngga usah sok peduli sama saya, lagian bapak juga cuma gantiin Bu Rani kan?" Kristall mengibaskan rambut kusutnya, melongos begitu saja meninggalkan pak Andra yang menggeleng tak habis pikir. "Ara." Kristall membelalakkan matanya, menoleh dengan cepat dan menatap Pak Andra tak percaya. Tuhkan! "Bapak panggil saya apa tadi?" "Cuci muka lalu kembali kekelas." "Tadi Bapak panggil saya Ara, Iyakan? Iyakan? Pasti Om Gio yang bilang, apa jangan jangan-" "Jangan pikir macam macam." Kristall merdecak kesal, bersidekap dengan tatapan curiga bercampur kesal. "Oh, atau jangan jangan bapak ini kenal sama b*****t yah!" Kristall berseru keras, membuat Andra nyaris memberi satu sentilan panas di jidat gadis itu. "Panggil Abang kamu dengan sopan." Tegur Andra yang membuat Kristall membulatkan matanya. "Ih bener kan!" "Kembali kekelas kamu." "Tuhkan!" "Sekarang." **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD