Part 2

2133 Words
** Menghadap? Ke Ibu Viona yang jelas jelas bersama keponakannya Laura di Ruang konseling? Jangan bercanda!    Kristall menggerutu kesal, melangkah kekantin lalu berhenti sejenak membuka kos kaki kanannya dan membuangnya ke tong sampah. Yakali. Kristall berkeliaran cuma pake satu kos kaki, kan ga lucu. Sendal jepit aja ada pasangannya.   Kristall menatap tiga pasang sendal jepit disalah stan paling pojok dikantin, menimbang ingin membeli swallow berwarna apa. "Mau warna apa, Neng?" "Bu, kasih yang biru dong!"     Tunjuknya kearah sendal jepit berwarna biru,  wanita paruh baya itu manut saja dan menyerahkannya ke gadis cantik yang berkeliaran di kantin tanpa alas kaki. "Sepatunya kemana lagi atuh, Neng?" "Biasalah, Bu. Orang cantik mah, sepatunya aja ada yang suka."    Kristall cengengesan tidak jelas saat kakinya sudah menggunakan sendal jepit legendaris. "Ada ada aja ai neng cantik, ah!"    Lalu Kristal teringat jika ia baru saja meninggalkan kelas tanpa membawa apapun. Tuh,  kan! Salahin guru baru yang ga- "Kristal?" "Eh Bebeb!" "Aduh, makin cantik aja!" "Iya dong!"     Kristall mengibaskan rambutnya,  terskekeh saat gerombolan cowok berandal yang suka membolos di jam pelajaran itu bersiul kearahnya. "Di keluarin lagi, Beb?" "Ya gimana lagi, pesona gue emang menyilaukan. Ga ada yang bisa fokus kalau gue ada dikelas."    Satu jitakan gemas jatuh dikepala Kristal, sang pelaku tidak lain adalah Bara si otak para keronco keronco biang masalah diangakatan mereka. "Mulai!" "Bara!" "Kumat dah,  kumat!" "Biar!" "Oh yah, Ato Mana? Jangan bilang pindah sekolah?"      Kristall mencari remaja paling bongsor yang selalu mencubit pipinya diantara gerombolan. "Ngga ko, Beb. Dia ada urusan sama Bu Mela."    Sahut Bara mengacak ngacak rambutnya hingga makin berantakan. "Yah, padahal gue kangen." "Trus ga kangen gitu sama gue?" "Idih, Najis." "Aduh Beb, Najis Najis gini banyak yang naksir loh."     Bara menghindar saat gadis itu hendak menginjak kakinya, kebiasaan memang. Galaknya ga kurang sama sekali. "Jauh jauh sana!" "Lah, nanti lo kangen gimana?" "Gas teros, bang!" Kristall memutar bola mata malas lalu teringat tentang sendal jepitnya. "Eh eh, bayarin sendal jepit gue dong. Gue lupa bawa dompet di kelas."     Hamka yang jarang bicara dikelompok Bara menjadi urutan nomor satu untuk membantunya. "Kebiasan." "Ya gimana lagi-" "Udah, sana duduk. Belum sarapan kan?"   Hamka menyela sebelum Kristal kembali berulah. "Gue juga, Bos!" "Tau aja gue belum sarapan." "Duh baik banget si abang!" "Anjir, jijik gue!"    Kristall hanya tertawa melihat gerombolan itu mengisi meja disusut kantin, kembali menoleh kearah Hamka yang berdecak kesal. "Sana sana." "Makasih yah, Hamka!" "Iya, bawel."     Dan disinilah Kristal berada,  ditengah para berandalan kelas kapak terbahak dengan perut kekenyangan. Jangan tanya.       Mereka punya histori panjang sebelum Kristall di depak dari kelas yang berisi laki laki. Coba nanti perhatikan kalau tadak ada satupun yang memakai celana dikelasnya saat ini, kecuali.. ..yah kecuali pria yang mengaku sebagai wali kelasnya beberapa saat lalu. Siapa tadi namanya? Ah, bodo amat. "Eh, serius?" "Gue aja heran, ngapain coba mau pacaran sama gue kalau baru kenal."   Gerutuan Bara membuat Kristall menoleh kearah Bara yang duduk disamping kirinya, ada Hamka diujung meja dan total ada tujuh orang laki laki disini yang pernah menjadi teman kelasnya dulu. "Lah, trus lo apain dah tuh cewek?" "Yah, ga gimana gimana." "Sedeng loh ah!" "Males gue, pengennya sama Bebeb aja."    Bara mengigit bibirnya menggoda dan Kristall hanya melempar lirikan malas. "Kaya gue ngga males aja liat muka lo."    Ujarnya menyeruput soda dalam kaleng ditangannya, Bara dan yang lainnya hanya tertawa menanggapi. "Anjir!" "Pait pait!" "Sok jual mahal si lo!" "Jangan gitulah, Beb. Sama gue juga!"   Bara memasang wajah memelas. "Enak aja!" "Ya emang enak."     Bara memekik kesakitan saat satu cubitan kecil jatuh dipahanya. "Mulut lo yah, Bar!" "Kristal Arabella!"    Pekikan itu membuat tawa mereka menghilang di langit langit kantin, serempak para berandalan itu membubarkan diri dan melesat cepat meninggalkan Kristall yang masih menyesap sodanya dengan santai. "Pantes Pak Andra tadi nanyain kamu di ruang konseling!" Oh, namanya Pak Andra?    Kristall mangut mangut, meremas kaleng sodanya lalu menoleh kearah Laura keponakan Bu Viona. "Ngomong sama saya, Bu?" "Sekarang ikut kamu!" Kriatal mengerjap bingung. "Ha? Ikut saya?" Laura menggeram kesal. "Kamu ikut keruangan saya, sekarang juga!" **     Tidak ada yang pernah tahu setebal apa buku pelanggaran seorang Kristal Arabella, perempuan cantik yang selalu cuek dengan segala hal disekitarnya itu bahkan lupa kapan terakhir kali ia tidak membuat Bu Viona dan Laura tidak menjeritkan namanya. Maaf saja, Kristal tidak peduli.        Tante dan Keponakan yang saat ini berusaha bersikap manis di depan wali kelasnya yang tampan rupawan bin sekseh -Biar pun bikin kesel setengah mati-itu membuat ia ingin meruntuhka langit saat ini juga.         Kristal mengibaskan rambutnya kesal seraya bersidekap, berharap basa basi busuk ini segela berlalu dan ia bisa bergegas pulang.         Siapa yang tahan coba ditengah tengah peperangan mereka yang sedang gencar gencarnya mencuri perhatian si Guru baru sok- Eh,  emang keren sih. Tapi tetep aja bikin kesel! "Wah, masih muda! Sama dong kaya Laura, dia beda dua tahun sama kamu." Kristal mengernyit tidak suka. Gas aja terooos. Bentar bentar, beda dua tahun? Berarti umurnya 25 tahun dong yah. "Maaf,  saya masih ada urusan setelah ini. Boleh saya ambil catatan pelanggaran, Kristall?" "Iya, silahkan pak. Kalau urusan Kristall,  dia emang bengal dari dulu. Saya aja butuh kesabaran lebih sampe sejauh ini, Bapak yang sabar yah."     Kristal mendengkus kesal, bergegas bangkit dengan tidak sopan dan menepuk roknya seolah ada noda tak kasat mata disana. "Udah selesaikan?  Selamat siang Bapak Ibu yang terhormat." "Kristal!" "Kamu benar benar ngga punya sopan santun!"    Kristall hanya melongos begitu saja tidak peduli kedua perempuan itu ingin mengulitinya hidup hidup. Bodo amat!   Palingan besok mereka yang nyari gara gara biar dapet perhatian si Pak Andra Andra itu. Ish!     Kristall menghentakkan sendal swallow birunya dilantai koridor kesal. "Kamu mau kemana?"        Kristal menoleh, menemukan wali kelasnya yang menatapnya lagi lagi dengan kaku. "Ke Toilet. Mau ikut emang, Pak?" "Kristal."    Gadis itu mengangkat lengannya, menatap jam yang lagi lagi tak kasat mata dengan serius lalu menatap Andra. "Maaf yah, Pak. Tapi saya lagi sibuk." Iyadong! Kristall gituloh! "Saya tidak mau tahu, kembali ke kelas dan catat jadwal baru kamumu."   Kristall menghentakkan sendalnya. "Bapak ga seru ah!" "Sekarang."    Dan kristall hanya mampu menyumpah dalam hati, berharap pria itu segera ditelan bumi. **    Andra menghela nafasnya dengan lega saat bel pulang akhirnya meggema  di penjuru sekolah, menutup buku catatan pelanggaran Kristal di mejanya dan segera bersiap untuk pulang. "Udah mau pulang, Pak?"     Bu Mela Guru Matematika di kelas dua belas itu tersenyum hangat padanya. "Iya, Ibu masih tinggal?"     Andra bertanya ramah melihat wanita paruh baya itu sama sekali belum terlihat bergerak ditempatnya. "Masih ada yang mau diberesin, Pak. Sekalian nunggu anak saya pulang." "Oh, ibu punya anak disekolah ini?" "Dia udah kuliah, ko. Oh, yah. Bapak jadi wali pengganti kelasnya Kristal Arabella, yah?" Andra tersenyum tipis. "Iya, mulai hari ini." "Sabar yah,  Pak. Kristal keliatannya aja bandel, tapi dia baik ko. Dia sering bantuin ibu kalau udah nyerah sama berandalannya si Bara."   Andra mengangguk pelan, tidak berniat melanjutkan percakapan. "Kalau begitu saya pamit, Bu." "Iya, hati hati Pak."    Andra segera berlalu, tidak ingin terlibat terlalu jauh pada guru manapun lagi karna ia harus mengerjakan sesuatu setelah ini.     Melangkahkan kaki panjangnya di koridor sekolah yang masih dipenuhi murid yang saling berdesakan, atau berbisik mencuri tatapan padanya. "Mau pulang, Pak?" "Iya."     Andra mengangguk  pelan, kembali berlalu dengan wajah kaku menuju parkiran guru. "Kristal?" "Ya emang dasar dianya kecentilan!" "Heran gue, ga ada bagus bagusnya tuh cewek. Harusnya ditendang aja dari sini biar ngga ngerusak nama sekolah." "Bener! Gila tau ngga, tadi aja gue liat dia keruangannya ketua Yayasan." "Seriusan? Jadi bener dia simpanannya ketua Yayasan?" "Kata Rio sih, dia bebas kelur masuk gedung yayasan." "Pantes aja dia ngga ada tanda tanda dikeluarin dari sekolah, ternyata emang bener!" "Ih, amit amit jabang bayi!" "Gue juga denger dari Bu Laura, kalau orang tua Kristall ngga pernah dateng kesekolah tiap ada panggilan. Jadi Bu Laura cari rumahnya si Kristall,  tapi sampe sekarang-"     Dehemen Andra membuat kelompok kecil itu terdiam, saling melempar lirikan lalu meringis. "Halo, Pak!" "Udah mau pulang, yah Pak?" "Ya, sebaiknya kalian juga pulang."    Sahutnya membuat remaja remaja itu segera berdesakan membubarkan diri. "I-iya, pak." "Sampai ketemu besok yah, pak."    Lagi lagi Andra hanya mengangguk singkat, sepasang mata elangnya bergerak menuju ke arah gedung dimana ruang ketua Yayasan berada. Dan benar saja.   Gadis yang sejak pagi tadi membuat masalah dikelasnya baru saja mendorong pintu kaca dengan wajah yang ditekuk, ada paper bag dalam genggamannya.    Menghentakkan kakinya yang masih menggunakan sendal jepitnya,  bibir merahnya bergerak gerak tidak karuan mungkin menggerutu atau menyumpah.    Andra menggeleng pelan, selama ini ia hanya mendengar kelakuan gadis itu dan mendapat peringatan dari rekan rekan gurunya yang lain. Tidak pernah mengira gadis itu membuat masalah masalah yang semakin bertumpuk hingga membuat kepalanya kembali berdenyut. Tahun ini adalah kesempatan terakhir gadis itu untuk berubah. Atau masa depannya akan terancam. "Mau pulang,  Pak Andra?"    Suara itu membuat ia menoleh, menemukan Laura yang tersenyum manis seraya menyelipkan rambutnya kesisi telinga. Terlihat malu malu. "Iya, saya permisi."     Ujar Andra berlalu begitu saja meninggalkan Laura yang mengerjap dengan mulut terbuka. Menatap punggung lebar yang melambai lambai disandari olehnya semakin menjauh dari pandangannya. Apa apaan?   Suara cekikikan membuat Laura menoleh, menatap gadis manis  dengan paper bag ditangannya sedang menertawainya. "Liat apa kamu!?" "Susuknya ngga mempan, Bu?" Kurang ajar. "Kristal!" **              Kristal bersenandung kecil, mengemut Permen kaki dimulutnya dengan kantong kresek putih yang menggantung dilengannya. Rambutnya kusutnya dicepol asal asalan dengan karet gelang yang ia temukan di trotoar, sendal jepit swallow kebangsaannya menghiasi kaki kaki cantiknya. "Cewek!" "Cewek cantik, mampir dong!" "Duuh,  sombongnya!" "Oi oi, cewek!"      Kristal masih melangkah cuek, mengabaikan gerombolan cowok disebrang jalan. Dia masih waras untuk tidak meladeni berandalan dimalam hari saat seorang diri dipinggir jalan.       "Kristal, oi!"     Langkahnya terhenti,  menoleh dan menemukan laki laki bongsor berkulit gelap yang berlari menghampirinya. "Ato!"     Kristal menjerit saat satu cubitan jatuh dipipinya, memukul lengan teman sebangkunya sewaktu ia masih duduk dikelas sepuluh. "Main nabok aja neng, peluk gitu ke." "Dih! Najis!" "Najis najis, padahal dalam ati juga kangen. Eh, lo ngapain jalan jalan sendiri tengah malem?"     Kristal mengangkat kantong kreseknya, cengengesan tidak jelas sebelum satu jitakan pelan jatuh dikepalanya. "Gila yah!" "Mau mau?" "Hedeh, kebiasan loh yah. Kan bisa nyuruh Bara, si Jojo apa si Hamka."     Ato mengintip isi belanjaan Kristall, mengambil permen kaki dan membuka bungkusannya. "Ih, Males. Mending jalan sendiri, olah raga. Lo sendiri ngapain di sini? Rumah lo kan jauh."     Kristal menatap heran, pria itu tertawa dan melirik gerombolan temannya yang heboh sendiri sejak tadi. "Itu anak anak lagi pengen jalan, bosen nongkrong di Basecamp Karate."    Kristal mangut mangut, meninju pelan perut gembul temannya dengan sedikit kesal. "Lain kali jangan bikin kaget!" "Iya iya, tambah galak aja elah." "Yaudah, sono sono." "Senyum dulu dong, kangen nih."    Kristal memutar bola matanya malas namun tak urung tersenyum, sekali lagi menabok lengan Ato dengan kesal. "Sana, ah!" "Gue anter aja gimana?" "Gausah! Gue mau menyatu dengan alam." "Bahasa lo." "Ih, Biar!"        Ato baru saja akan kembali membalas sebelum sebuah motor matic berhenti di pinggir jalan, mengangkat kaca helemnya lalu menoleh kearah Kristal yang memekik terkejut. "Pak Andra!"    Ato menggaruk kepalanya yang tidak gatal,  tersenyum tipis lalu memberi salam. "Selamat malam, Pak."     Mata elang itu menghunus Ato, menatapnya kaku dari ujung kaki hingga ujung rambut. "Kalian tau ini sudah malam, tapi kenapa kalian masih berkeliaran dipinggir jalan?" Ato berdiri salah tingkah. "Oh, saya udah mau pulang ko Pak." "Yasudah, silahkan pulang."    Ato melirik Kristall yang mengerjap lalu bersiap mengambil ancang ancang berlari dari sana. "Iya,  Pak. Ini udah mau pulang, cuma nemu nih anak dipunggir jalan."     Krstall menoleh cepat, menatap Ato dengan bibir terbuka. "Kamu boleh pulang, Kristall urusan saya." "Ko gitu!" Krostal menjerit protes. "Yaudah, saya pamit pak. Selamat malam, Kristall gue duluan yak!" "Ato!"    Si bongsor itu berlalu dengan cepat, menghampir gerombolan temannya lalu bergegas meninggalkan Kristall dan Andra dipinggir jalan. "Bapak itu kenapa sih?"     Andra kembali memusatkan perhatiannya pada gadis yang berdiri kesal diatas trotoar, hotpants dan kaos oblong sama sekali bukan kombinasi yang bagus untuk berkeliaran dimalam hari. Benar benar. "Dari mana kamu?" "Bukan urusan Bapak." "Saya bertanya."      Kristall menyumpah dalam diam, mengangkat kantong kreseknya dengan tatapan kesal. "Beli permen, Pak." "Kamu tahu? Perempuan itu tidak baik berkeliaran dimalam hari."     Kristall nyaris memutar bola matanya. Duh, ganteng ganteng kolotan. "Yakan beli permen, Pak." "Kamu bisa beli itu besok." "Sayakan maunya sekarang, Pak!"     Kristall kembali protes, pria itu menggeleng pelan lalu membuka jeketnya dan melemparnya kearah Kristal. "Saya antar pulang." "Enak aja!" "Pakai, lalu naik." "Ga mau!"        Kristall masih keras kepala. "Berhenti  berteriak, orang orang akan berpikir saya melakukan sesuatu sama kamu." "Ya emang bapak lagi maksa sayakan!"     Andra menekan pangkal hidungnya sejenak, kepalanya mulai terasa berdenyut. "Pulang sama saya atau-" "Atau apa?"     Kristall menyela sewot, Andra  menghela nafasnya tenang. "Saya telpon Abang kamu." "Ih!  Curang!"      Kristal menjerit tidak terima, menghentakkan kakinya kesal lalu dengan berat hati mendudukkan b****g seksinya dijok motor Bapak Andra ter ter ter ter ugh! Kesel! **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD