Nona Boneka Tidak Tahan

1130 Words
Nona Boneka Tidak Tahan Hephestus mengambil sebuah gulungan kain tebal dari motornya. Ia membentangkan kain itu yang ternyata wadah berbagai jenis kunci. Dengan santai ia mengambil ban serep dari dalam lapisan bagasi mobil Helen untuk mengganti roda yang meletus. Helen memperhatikan semua dengan takjub. Memang bukan hal yang aneh bagi laki laki seperti Hephestus untuk mengganti ban. Bukan itu yang membuat Helen takjub. Helen takjub pada caranya mengerjakan semua itu tanpa suara sehingga degup jantung Helen jadi tidak karuan. Ia malu sempat berprasangka buruk pada laki-laki perkasa ini. Terlebih lagi, ia malu memikirkan hal-hal liar yang berkelebatan dalam pikirannya terhadap laki-laki yang bahkan bukan tipenya sama sekali, yang jelas orang asing seratus persen dalam hidupnya. Selama ini ia yakin tipe pria idamannya adalah seperti para model atau artis dengan proporsi tubuh tegap dan berwajah bersih seperti yang sering ditemuinya. Seperti Jason Radyanta. Bukan kekar eksotis seperti pria ini. Tapi.... Otot-otot lengan Hephestus yang kekar menimbulkan sensasi tersendiri di mata Helen. Uh, pelukannya pasti hangat dan nyaman sekali, khayal Helen semakin tinggi. "Hei, Nona Boneka, punggungku bisa bolong kau pandangi terus," sindir Hephestus dengan suara beratnya. Ia memutar baut ban tanpa mengeluarkan banyak tenaga. "Eh, aku tidak... aku..eh..." Helen terkejut karena Hephestus tiba-tiba berdiri tegak di hadapannya. Wajah Helen langsung dihadapkan pada d**a super bidang laki-laki itu. Helen menelan ludah menikmati pemandangan tepat di depan wajahnya. Ia mengira laki-laki itu berbau seperti teman-temannya yang lain tadi, bau keringat bercampur bau mesin. Dia menguarkan wangi yang sangat maskulin. Secara tak sadar Helen menghirup aroma patchouli, musk, dan citrus yang membuatnya memejamkan mata, terbuai nuansa lelaki itu. "Hem. Sudah puas ?" Helen tersadar dan merasakan malu menjalari tubuhnya, tertangkap basah menikmati aroma menggoda pria besar itu. "Hei, Nona Boneka!" Dengan gerakan sangat pelan Helen menguatkan diri untuk mengangkat kepalanya. Oh, lehernya yang kokoh. Rahangnya yang kuat. Bibirnya yang seksi. Hidungnya yang tinggi. Matanya.... oh, tidak... dia... dia memandangiku.... Ketika mata Hephestus bertemu mata Helen, ia yang tadi hanya memperhatikan sekilas jadi menyadari betapa indah makhluk mungil di dekatnya ini. Mereka diam saling menatap selama beberapa waktu. "Eh, terima kasih.... ini... tanganmu jadi kotor." Helen mengulurkan satu pak tisu basah yang tadi sempat diambilnya dari mobil. Hephestus membuka kedua belah telapak tangannya. Mendadak ia mendapat ide jail. "Bersihkan." Helen melotot kaget, tak percaya apa yang baru saja didengarnya. "Ayo. Bersihkan. Banmu sudah beres." Seiris tipis senyum menghiasi wajah Hephestus. Dengan tangan gemetaran, Helen mulai mengelap telapak tangan lebar si penolong tak terduga. Ia merasa detak jantungnya berpacu cepat. Ia hanya bisa menunduk mengawasi apa yang sedang dilakukannya. Sensasi aneh semakin merayapi hati Helen saat tangannya menyentuh kulit dan rambut halus di punggung tangan pria itu. Di usapan terakhirnya, ia memberanikan diri untuk mengangkat kepala dan menatap wajah Hephestus. Ternyata si kekar juga mengawasi semua detil gerakan Helen sejak awal ia mengusapkan tisu basah ke kedua belah telapak tangannya. "Kau cantik sekali. Seperti boneka porselen koleksi ibuku." Helen merasa semakin tidak karuan. Ada satu dorongan sangat kuat dari dalam dirinya yang ia tahan sekuat tenaga ketika berdekatan dengan si raksasa gagah. Dan ketika Hephestus dengan lembut menyibakkan rambut yang terjuntai ke wajahnya, Helen tak bisa lagi menahan diri. Spontan ia melingkarkan kedua lengannya ke leher kokoh Hephestus sambil menatap lekat matanya. Didorong oleh perasaan yang sama, Hephestus merendahkan posisi kepalanya yang terlalu tinggi untuk dijangkau si mungil sehingga wajahnya hanya menyisakan jarak beberapa senti dari wajah cantik Helen. Mereka masih sama-sama berusaha menahan diri, tapi jarak yang sangat dekat membuat loncatan aliran listrik berbeda muatan antara mereka menyambar kencang. Helen yang mendahului melumat bibir Hephestus. Laki-laki itu tersentak, tapi sedetik kemudian ia mengangkat tubuh kecil Helen dan mendudukkannya di atas kap mobil, membalas ciuman Helen. Waktu terasa berhenti dan mereka tak menghiraukan lagi sekitarnya. Ciuman dalam dan penuh gelora. Tiga orang remaja yang melintas di jalan sepi itu mendapatkan pemandangan aneh. Seorang laki-laki besar penuh tato, yang jelas pengendara motor besar yang tersandar dekat situ, sedang asyik berciuman dengan seorang gadis mungil cantik di atas kap mobil yang tidak akan sanggup dibeli sembarang orang di daerah sekitar situ. Mereka bersuit-suit heboh. Tapi telinga kedua orang yang sedang tersengat badai gairah itu hanya bisa mendengar detak jantung masing-masing yang menggebu hebat, tak mempedulikan anak-anak itu berlalu pergi. Helen mendorong d**a Hephestus untuk melepaskan bibir mereka yang seolah enggan terpisah setelah entah berapa menit berlalu. Ia menarik napas sambil terengah-engah. "Aku mau pulang." "Baiklah." Dengan enteng si Bos menurunkan tubuh Helen dari punggir kap mobilnya. Ia berjalan menuju motornya seolah tak ada apapun yang terjadi di antara mereka, meskipun dalam hatinya ia sedang mengalami pergolakan aneh. "Hei!" Hephestus menoleh. "Aku tidak tahu jalan keluar dari daerah ini." Helen masih merasakan getaran aneh itu menjalar di setiap syaraf tubuhnya dan ia sedang berusaha menenangkan dirinya kembali. "Kau ikuti aku." Helen mengikuti Hephestus dan motornya melintasi jalan-jalan sempit dan akhirnya keluar ke jalan utama. Helen mengklakson ketika ia melewati Hephestus yang menghentikan sepeda motornya di persimpangan. Ia melirik dan jantungnya kembali berdebar ketika bola mata laki-laki itu mengikuti kepergiannya. Sesampainya di rumah, ia masuk lewat pintu dapur dan mendapati ibunya sedang menikmati secangkir kopi sambil membolak-balik sebuah katalog. "Malam, Ma. Sedang menunggu Papa ?" Wanita cantik itu mengangguk. "Dan menunggumu juga. Ke mana saja, Sayang ? Para penjagamu bingung mencari." "Eh, mampir ke rumah Teman, Ma. Maaf, lupa kasih tahu." "Oh. Baiklah. Sudah makan ?" Nada suaranya tidak terdengar curiga. "Sudah, Ma. Helen ke kamar dulu, ya ?" Ia segera melesat dan mengunci kamarnya seolah bakal ada yang akan masuk, padahal hal itu sangat jarang terjadi. Hanya pelayan yang datang untuk membersihkan kamar. Ia terduduk lemas di lantai sambil bersandar di tepian tempat tidur. "Aku pasti sudah gila ! Ya, aku sudah gila! Astaga, Helen ! Apa yang sudah kau lakukan ??" Ia menggeleng-gelengkan kepala seakan mengusir bayangan laki-laki itu. Laki-laki asing yang tiba-tiba membuatnya hilang akal sehat. "Astaga! Astaga! Astaga! Aku bahkan tidak tahu namanya. Dan.... Bagaimana kalau dia punya penyakit menular ? Tidak... Tidak.... Ia terlalu gagah untuk penyakitan...." Kelebat adegan ciuman dan rasa hangat yang merasuk dalam hatinya membuat Helen berubah ekspresi dalam sedetik. Sekarang ia tersenyum bahagia. Sangat bahagia. "Aaahh, tidak. Tidak. Aku sudah bertunangan. Tapi... Jason tidak pernah menciumku seperti itu.... Aaahhh... Aku kenapa ???" Mata Helen baru bisa terpejam ketika hari menjelang pagi, tanpa menyadari bahwa di bagian tempat yang lain, di tempat yang bagai dunia asing bagi gadis sekelas Helen, Hephestus sedang merenung di sebuah ruangan kecil yang telah bertahun-tahun tak terbuka. Ia memandangi satu per satu deretan boneka porselen koleksi ibunya yang tersimpan rapi dalam sebuah rak kaca.  "Dia cantik seperti Ibu. Dan seperti boneka-boneka ini." Tatapan lembut Hephestus tiba-tiba berubah ganas dan penuh kebencian. Praaang !!! Satu panel kaca pecah dihantamnya dengan tangan kosong. Darah menetes dari segaris luka gores pecahan kaca. Tapi Hephestus membiarkannya seperti tak merasakan apa-apa. Ketika tangannya terangkat untuk membuat kerusakan kedua, bayangan Helen yang menciumnya mengurungkan niat itu. "Sial. b******k. Kenapa kau mogok di jalanku, hah ?! Sial. Sial. Siapa kau gadis boneka ?! Salah satu dari orang-orang kaya sinting itu ?!" Dan semakin sial bagi Hephestus ketika ia sadar saat bangun kesiangan bahwa ia sangat menikmati semalaman bermimpi bersama si cantik bak boneka porselen itu, berbuat lebih gila dari kenyataan kemarin. "Aaarrrgghh.... Siaaaall !!!" ==================  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD