Bab 0.1 : Guru mantan tentara pasukan khusus

1865 Words
Bau semerbak bunga Lily menyelimuti lorong kelas, saat seorang guru berjalan melewati setiap kelas. Membuat para murid dan guru laki-laki maupun perempuan tertegun. Guru tersebut terlihat sangat cantik dan anggun dengan tubuh langsing bak model profesional. Rambut terurai panjang berwarna hitam dengan ujung berwarna putih, menggunakan seragam dinas berwarna hitam. Kerah berwarna putih serta kalung berwarna perak dengan gantungan 2 buah cincin emas dan 1 tanda pengenal ciri khas seorang tentara. Tapi, pemandangan Indah tersebut hanya sebentar saja. Sisanya sang Guru memperlihatkan sisi menyeramkan. "Ahhhh ... berhenti melirik ... kearahku dengan pandangan aneh dan m***m kalian padaku!" teriak sang Guru membalik badan dengan menunjukkan muka seram. Lirikannya begitu tajam. Bahkan, hampir sama tajam dengan mulutnya ketika berucap, "Mengesalkan, apa tak ada pemandangan lain selain melihatku?!" tanya Guru cantik itu mendekat pada seorang Guru pria berkepala botak. Guru pria botak itu terdiam dengan muka merah karena malu tidak tahu harus menanggapi seperti apa. "Berhenti melihat bokongku, pak tua m***m," lalu, sang Guru cantik membalikkan badannya. Dengan rambut terurai panjang, memecut muka sang Guru berkepala plontos kearah wajahnya. Pria berkepala botak tersebut hanya diam sambil menghirup wangi bunga Lily yang ada pada Guru cantik tersebut. Lalu melirik b****g Guru perempuan itu dengan pandangan m***m. Emosinya meluap-luap ketika memergoki guru itu masih melirik bokongnya, "Sudah ... kubilang ... jangan melirik bokongku!" teriak sang Guru cantik sambil meninju perut dengan tangan kanan dan membanting Guru berkepala botak tersebut. Pada posisi tangan kanan sang Guru botak ditaruh pada pundak. secepat mungkin, memegang lengan dengan kedua tangan dan tarik kedepan. Guru cantik itu langsung meninggalkan tempat kejadian dengan rasa puas. Sesudahnya para murid segera membawa guru botak tersebut ke ruang UKS. Suara bunyi pintu otomatis bergeser, "Swusshh ... klek," membuat siswa di kelas 10E terdiam melirik pintu tersebut. Lalu, sama seperti sebelumnya parfum bunga Lily tercium sangat harum menyelimuti kelas 10E tersebut. sang Guru berjalan dengan langkah kakinya yang begitu jenjang dan cantik seperti ajang pameran busana saat dilihat dari samping. Tanpa berbicara sepatah kata pun Guru tersebut langsung menulis namanya di papan digital. "Sudah dibaca, siapa namaku?" tanya Guru cantik tersebut memegang stylis pen menunjuk nama yang di tulis. "Valerie Annabelle," jawab para murid di kelas serentak. "Ok sudah cukup, kalian kompak dan sekarang. Hari ini kita ujian harian tertulis Matematika" Seluruh ruangan menjadi heboh, "Ayolah buu ... kami belum di ajarkan apapun pelajaran SMA" protes para murid kelas 10E. "Tenang saja, aku tidak akan memberi ujian harian SMA melainkan SMP. Nilai kalian saat ini, akan menjadi landasan utama mata plajaran kalian di jam berikutnya, kita mulai tesnya 20 menit dari sekarang!" ucap bu Valerie kepada kami dengan tegas. Selanjutnya, membagi file ke meja digital masing-masing. bunyi ketukan meja menggunakan jari bu Valerie saat duduk di meja guru, "Tuk ... tuk ... tuk," cara ini sengaja dilakukan untuk membelah keheningan dan fokus para murid saat mengerjakan soal. 5 menit tidak ada tindakan, 10 menit mulai terdengar bisik-bisik murid. 15 menit satu per satu murid, terlihat pasrah dengan cara tidur di meja terutama para murid bagian belakang yang tidak terlihat dari meja guru. Menjelang 20 menit satu persatu murid mulai mengirim data ujian harian kepada bu Valerie. Ujian telah selesai beberapa murid terlihat lega setelah ujian yang menegangkan tersebut. Bu Valerie, segera memeriksa satu persatu jawaban setiap murid, "Ini hasil ujian kalian hari ini, terlihat sangat menyedihkan. Nilai tertinggi di kelas hanya 60 dengan nama Naomi Samantha" protes bu Valerie kepada murid-murid. Nada meremehkan keluar dari mulut Asher berkata, "Eeehh. Nilaimu ternyata 60 ya. walaupun, terlihat pintar saat menggunakan kacamata saat ujian tadi. Apa kamu sengaja melakukannya?" sembari menatap ke arah depan tempat duduk Naomi. "Dan untuk nilai terendah jatuh kepada Asher Carrington dengan nilai 35, Ashh ... kamu dengar tidak?" tanya bu Valerie. Suara keras terdengar sampai kelas lainnya dari balik tembok, "Ha-ha ... ha-ha," karena menertawakan Asher. Suasana kembali normal, "Apa perlu kita belajar lebih keras hanya untuk bertahan hidup. Agar tidak di bunuh saat festival konyol 6 bulan sekali itu di adakan?" tanya Asher meremehkan Ujian tersebut. "Bukannya kamu tahu bahwa belajar itu penting?" jawab bu Valerie terlihat sudah terbiasa akan protes yang dilontarkan persis ke dirinya. "Saya tahu belajar itu penting, tapi yang jadi masalah kenapa harus ada peraturan membuat F.K16 pada setiap sekolah walaupun kita dilarang membunuh orang di luar lingkungan sekolah, itu terdengar konyol untukku!" protes Asher ke bu Valerie. "Ahhh ... sudah kuduga orang ini sedikit gila" gumam Satya dalam hati sambil tidur di meja dan lengan dijadikan bantal, lalu mengarahkan pandangannya ke arah Asher. "Oke sekilas aku setuju akan pendapatmu tapi aku juga setuju dengan pendapat pemerintah. Kalian lihat 2 buah cincin ini?" balas bu Valerie santai lalu menanyakan balik. "Tidak buu!" jawab para murid serentak. "Di salah satu cincin ini, ada cincin tunanganku. Saat itu aku berumur 18 tahun dan tunanganku 19 tahun masih kelas 3 SMA. 2 minggu sebelum ujian kami di kagetkan dengan peraturan baru tersebut yaitu perintah membunuh satu sama lain menggabungkan dengan sekolah di seluruh Amerika serikat untuk siswa dengan nilai peringkat dibawa 100." "Salah satu orang yang terbunuh di festival itu adalah tunanganku. Ketika dia mencoba melindungiku dari kejaran para laki-laki yang berniat berbuat tak senonoh terhadap diriku. Aku berhasil selamat karenanya dengan cara bersembunyi di dalam gua." "Pintu masuk gua yang sempit, tertutupi tanaman liar berhasil aku lalui dengan tubuh langsingku. Aku berhasil bertahan di sana selama 4 hari hanya dengan minum air dari dalam gua dan saat malam hari, aku keluar mencari makanan jamur kuping dan ulat di batang pohon membusuk mentah-mentah serta bantu cahaya rembulan terang" oceh Bu Valerie menceritakan kisahnya. Semua murid terdiam, mendengarkan dengan rinci hingga. Hanya terdengar suara bu Valerie dan langkah kakinya, yang berjalan wara-wiri. Dari ujung kiri bangku hingga kanan bangku. "Setelah lulus, Aku mengikuti tes militer dan lulus. 3 tahun berikutnya aku terpilih dipasukan khusus, ditahun ke 9. Aku pensiun muda dan bekerja paruh waktu selama satu tahun penuh. Selanjutnya, menjadi guru. Baru 3 bulan aku menjadi guru sekolah ini sebagai guru olahraga dan MTK" sambung bu Valerie ketika berbicara. "Aku juga setuju dengan peraturan pemerintah. Bayangkan saja berapa banyak golongan Homeless (gelandangan) di Amerika serikat 10 tahun yang lalu. Sekarang sudah tidak ada di dunia ini." "Mereka yang masih hidup menjadi sejahtera. Tingkat penduduk selama 10 tahun terakhir ini juga menurun drastis dan menuju target ideal. Apa ada yang setuju dengan pendapatku?" tanya bu Valerie kepada para murid. Salah satu anak mangacungkan tangan untuk bertanya. Seperti biasa Asher Carrington selalu jadi pusat perhatian. "Jika Ibu umur 18 tahun. 10 tahun yang lalu harusnya Ibu sudah umur ... mmph ... 19, 20, 21... 29 tahun ya bu?" tanya Asher dengan muka polos menghitung jari tangannya. "Yang benar 27 tahun!" jawab bu Valerie langsung melempar sepatu bagian kanannya, tepat pada dahi Asher. Raut muka marah tergambar jelas dari belakang bangku. "Lagi pula, tidak sopan menanyakan umur ke perempuan dewasa" balas bu Valerie dengan napas tersendat-sendat beberapa saat. Satu kelas tertawa memecah ketegangan, "Ha-ha ... Ha-ha," melihat tingkah Asher yang penuh kejutan hingga terdengar kelas lain dari balik tembok untuk kedua kalinya. "Maaf bu" ucap Asher sambil berjalan melewati barisan bangku untuk mengembalikan sepatu tersebut. "Makasih" jawab bu Valerie sambil memasang sepatu di kakinya. Suara bel berbunyi menandakan kelas telah usai, "Ting-ting ... Ting-ting" "Ok, sudah cukup perkenalannya setelah istirahat langsung ke ruang ganti. Pakaian kalian sudah di siapkan di dalam meja masing-masing" ujar bu Valeria menjelaskan lalu melangkah keluar. Beberapa siswa keluar untuk makan siang di kantin sisanya masih didalam mengobrol. "Satya!" suara lembut terdengar dari samping kirinya. Lalu Satya menengok kearahnya. Ia baru sadar pada samping kirinya ternyata Naomi. "Yuk makan di kantin," pinta Naomi saat merayu Satya. "Maaf. Aku masih ingin disini, terlalu cape aku mendengar obrolan kalian selama sesi belajar. Serasa kelas ini diisi hanya empat orang saja," canda Satya terhadap mereka. Walaupun, tak ada tertawaan lucu. "Naomi kamu hanya terlihat baik terhadap Satya. Sedangkan padaku kamu kasar seperti ular yang jengkel ketika buruannya di ganggu hewan lain" protes Asher terhadap Naomi karena gurauan receh yang selalu berakhir ribut. "Padahal aku suka ketika kamu tersenyum seperti itu terhadap Satya, tapi saat mengobrol denganku kau selalu jengkel," sambung Asher. "Itu yang aku benci dari kamu Ashh, kamu terlalu mudah mengatakan suka terhadap wanita. Yuk satya, ke kantin!" balas Naomi sambil menarik tangan Satya untuk keluar kelas. "Sudah aku duga. Aku selalu menjadi korban ketika kalian bertengkar, padahal baru setengah hari kita saling kenal," ucap Satya kepada mereka berdua tapi cengkraman Naomi bertambah kuat. Lalu, langkah Naomi makin cepat. Asher terdiam sebentar, di susul Arlo mengikuti mereka berdua sambil merangkul Asher. "Ayolah, mereka terlihat cocok bukan?" tanya Arlo sambil merangkul Asher mengikuti Naomi dan Satya dari belakang. "Siapa kamu?" tanya Asher yang bingung tiba-tiba dirangkul Arlo. "Kamu teman Satya bukan? Jika iya kamu juga temanku," jawab Arlo santai. Karena badan Arlo yang cukup tinggi dan besar membuat Asher. Mendongakkan kepalanya ke atas, "Oh begitu, salam kenal kalau begitu" Badan besar yang di miliki Arlo dengan luka di dahinya terlihat seram dan Wajah tampan yang dimiliki Asher, tak ketinggalan pula Naomi yang begitu cantik. Dengan senyum manis di wajahnya ke arah Satya menjadi pusat perhatian. Para murid di sini tanpa di sadari ketiganya. Kecuali, Satya yang sensitif terhadap lirikkan mereka yang melihat. 13 menit berlalu sebentar lagi waktu istirahat habis. Sepertinya, kami tersasar hingga bingung lokasi kantin berada, karena sekolah yang begitu luas. "Ini benar-benar konyol waktu kita habis. Hanya karena tidak tahu jalan menuju kantin?!" oceh Asher pada mereka bertiga. "Tadi sudah kukatakan, aku tidak mau ikut kalian ke kantin," balas Satya. "Kenapa tidak tanya orang lain?" tanya Arlo membalas ocehan Asher. "Kita sudah melakukannya tapi Badanmu yang besar membuat yang lain ketakutan. Ketika, kami mendekati Siswa yang akan kita tanyakan" jawab Asher kesal. "Jangan lupa dirimu juga penghambat kami. Ketika kamu berbicara ke Siswi lain, selalu berakhir pingsan yang membuat kami kesusahan pula," balas Naomi lebih kesal. "Padahal kamu juga penyebabnya, walaupun kamu cantik tapi sangar ketika ngobrol dengan Asher," gumam Satya hingga terdengar mereka bertiga. mereka bertiga serentak tertawa. membuat kegaduhan lainnya, "Ha-ha, kalau dipikir-pikir hanya Satya yang tidak jadi pusat perhatian ya," ucap Asher sambil tertawa. "Aku setuju," jawab Naomi yang masih menggandeng tangan satya. Arlo hanya mengangguk tidak terlalu memikirkan "Ya sudah, aku akan tanya. Kalian diam disini" ucapku lalu pergi menjauhi mereka. Kemudian mendekati Kakak kelas. Mereka hanya terdiam mengangguk. "Permisi kak, bisa beri tahu kantin berada dimana?," Tanya Satya ke salah satu Siswi. "Oh kantin ya, Kamu tinggal lurus lalu belok kiri lagi, terus lurus sampai terlihat kelas 3A lalu belok kiri" jawab siswi tersebut. "terima kasih," balas Satya ke Siswi itu. "sama-sama. Pasti kamu murid baru ya," Tanya siswi tersebut. "Iya kak," jawab Satya singkat. "Sudah 5 kali aku menjawab pertanyaan yang sama. Padahal kalian bisa melihat map yang berada di Lensa kalian," balas siswi tersebut. "Oh. Jadi bukan kami saja yang tersasar. Tapi, murid kelas satu pun ikut tersasar. Hufft ... syukurlah, bukan cuma kami yang terlihat bodoh disini." ucap Satya lega mendengar kabar tersebut, "Guruku belum memberi tahu fungsi lain tentang lensa ini, Terima kasih sekali lagi," sambung Satya. "Sama-sama," balas siswi tersebut. Satya melangkah kembali ke arah mereka bertiga. Mengajak mereka ke kantin, setelah itu Bell berbunyi menandakan jam pelajaran selanjutnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD