BAB 2

1226 Words
Xavier  James Knight   “Sir sebentar lagi kita sampai di Thompson Medical Hospital.” supirku, Sawyer berkata. Aku hanya mengangguk dan kembali memfokuskan mataku ke layar laptop yang ada di depanku. Laporan mengenai project besar Knight House Enterprises yang berada di bawah pengawasanku terpampang jelas. Aku menarik napas. Sudah lima belas tahun berlalu dan aku masih tidak bisa melupakan masa laluku. Sekarang dunia berada di dalam genggamanku, tapi aku sama sekali tidak bisa melupakan apa yang sudah tidak ada. Setelah Luna diadopsi, aku hidup seorang diri. Aku tidak bermain dengan anak-anak lainnya di panti asuhan dan para pengasuh khawatir kepadaku. Sampai keluarga Knight datang dan mengangkatku sebagai anak. Mereka mengangkatku karena keluarga Knight tidak memiliki penerus laki-laki. Semuanya adalah wanita. Dan ayah angkatku, Dominik. Menginginkan anak laki-laki sebagai penerus. Ibu angkatku, Elina tidak bisa lagi mengandung karena memiliki komplikasi dari kehamilannya yang terakhir. Walaupun begitu, mereka semua memperlakukanku seperti bagian dari keluarga mereka sendiri. Kecuali kakak angkatku, Jeniffer. Dia seperti memiliki dendam tersendiri dan setiap hanya ada aku dan dia dirumah, atau lebih tepatnya Knight mansion. Dia tidak pernah absen untuk mengutarakan kebenciannya di depan wajahku. Semua staff yang ada dirumah tahu itu, hanya kedua orang tua angkatku dan adik angkatku Liona yang tidak mengetahuinya. Aku menggeleng pelan dan memutuskan untuk menutup laptop. Mataku menatap pemandangan di luar kaca. Pintu depan rumah sakit sudah berada di depan mata dan ada dua wanita mengenakan jas lab berdiri. dibelakang mereka staff berdiri dengan rapih. Aku tahu mereka ingin menyambutku. Aku selalu mendapatkan perlakuan seperti ini di semua tempat. Hotel, kantorku, mall, atau dimanapun, bahkan mansionku sendiri. Saat mobil sudah dekat aku memperhatikan kedua wanita itu. mereka terlihat sangat cantik. Sayangnya aku bukan tipe pria penyuka wanita brunette. Aku lebih suka dengan wanita blonde. Alsannya hanya satu, karena satu-satunya wanita yang memiliki hatiku adalah wanita dengan rambut cokelat. Cinta pertamaku. Wanita blonde itu membisikkan sesuatu di telinga brunette dan si brunette membalasnya. Aku tersenyum. Aku ingin sekali mengajak wanita berambut blonde itu ke salah satu suite di hotel milikku nanti malam. Aku akan mencoba merayunya nanti saat aku berkenalan dengannya. Pikirku senang. Saat mobilku berhenti tepat di depan mereka dan salah satu bodyguardku, Jimmy. Membukakan pintu. Aku keluar. Saat itulah aku menatap mata mereka. Mata wanita yang memiliki rambut brunette sama dengan wanita yang menjadi cinta pertamaku. Belleku. Lalu si blonde juga terlihat familiar. Mukanya mirip dengan Luna, tapi versi dewasa. Untung saja aku mengenakan kacamata sebelum keluar mobil. Jadi aku mudah sekali untuk memperhatikan mereka. Si blonde sekarang sudah berada di belakang temannya dan si brunette berkata, “selamat siang sir, nama saya Isabelle Thompson selaku staff bagian Humas di rumah sakit sakit ini. senang sekali anda mau datang kesini di jam anda yang sibuk Mr …” lalu tangannya terjulur untuk berjabat tangan. Aku tertegun. Isabelle Thompson. Isabelle. Belleku. It’s her. “Xavier. Xavier Knight” Aku membalas jabatan tangannya. Tanganku menggenggam erat tangan Belle yang lembut. Tangan besarku terlihat pas di tangannya yang kecil. Aku merindukan tangan ini. Tangan yang selalu aku genggam ketika kami berlari. Tangan yang selalu aku genggam ketika mencoba membantunya untuk berdiri saat dia terjatuh. Tangan yang aku rindukan. Aku tersadar dari lamunanku ketika Belle menarik tangannya.  “My father already wait for you. This way sir,” gumamnya lalu menuntunku masuk. Wanita blonde yang tadinya menjadi incaranku sebelum aku tahu siapa wanita di depanku ini, juga berjalan. mereka berjalan beriringan dan saling berbisik satu sama lain. entah apa yang mereka bicarakan. Aku tidak peduli. Yang menjadi fokusku adalah wanita cantik berambut brunette di depanku ini. cinta pertamaku. Belleku. “WHAT?!” tiba-tiba si blonde berteriak. Sekarang aku yakin kalau wanita blonde ini adalah Luna. Karena suaranya tidak berubah sama sekali hanya terdengar lebih dewasa. Berarti dugaanku tepat, tapi bagaimana mereka bisa bertemu? Dan kenapa mereka tidak mencariku? “Tapi itu tidak ada di perjanjian kita tadi Belle! Belle!” Belle tidak menghiraukan protes Luna dan tetap berjalan di depanku. Janji, gumamku dalam hati. Aku kembali memfokuskan pikiranku. Mereka terlihat lebih dekat. Dulu Luna lebih dekat padaku sedangkan dengan Belle dia tidak terlalu dekat, tapi aku rasa sekarang sudah berubah. aku rasa sekarang mereka berdua sangat dekat. Atau mungkin mereka sudah melupakanku. *** Saat rapat selesai, Mr. Thompson. Mengantarku turun ke lobby. Pria paruh baya itu terus menerus menceritakan tentang fasilitas rumah sakit ini. aku hanya mendengarkannya dengan setengah hati. Pikiranku masih melayang kepada Belle. Dia sudah sangat berubah. dulu saat kecil dia terlihat lucu dan imut, tapi sekarang dia terlihat anggun dan dewasa. Dia sudah menjelma menjadi dewi yang sangat cantik. Aku tidak bisa menghapus wajahnya dari pikiranku selama rapat. Senyum kecil terbit di bibirku. Aku tidak akan melepaskan Isabelle untuk yang kedua kalinya. Ding! Bunyi lift terdengar dan pintunya terbuka. kakiku melangkah keluar diikuti oleh yang lainnya. Aku sudah melepaskan kacamata yang sebelumnya aku kenakan dan meletakkannya di dalam kantung jasku. Mata abu-abuku memperhatikan seluruh lobby dengan seksama. Memperhatikan setiap detail mencari kekurangan dan kelebihan tempat yang mendapat prestasi nomor satu di dunia kedokteran. Aku merasakan sepasang mata menatapku dan aku mencari. Lalu mataku terhenti ketika menatap area resepsionis. Belle sedang menatapku dengan mata cokelat hazelnya. Aku seolah terhipnotis oleh mata itu. mata yang selalu hangat ketika menatapku dulu. Mata yang selalu muncul di dalam mimpiku. Lalu dia mengalihkan tatapannya kearah ponsel yang dia keluarkan dari saku jas labnya. Aku mendesah pelan. beberapa menit kemudian dia berkata sesuatu kearah Luna. Luna! Aku tidak menyadari kehadiran wanita itu karena aku terlalu focus kepada Isabelle. Luna juga sedang menatapku dan tatapan kaget sangat kentara sekali di wajahnya. Aku rasa dia mengenaliku. Begitupun Isabelle. Karena mereka berdua berbisik dan Isabelle melirikku lagi. Bagaimana tidak? mata abu-abuku sangatlah unik. Terdapat bercak biru yang akan terlihat saat cahaya meneranginya. Entahlah aku tidak tahu ibuku atau ayahku yang memiliki mata biru dan abu-abu. Aku hanya tahu kalau mataku ini hasil percampuran antara keduanya. Aku melihat mereka beranjak pergi. Isabelle tersenyum ke arah temannya dan meninggalkan ruangan. Aku menatap siluet tubuhnya sampai menghilang di balik dinding. Aku ingin senyum itu tertuju kearahku seperti dulu, tapi aku tidak akan pernah mendapatkannya. Aku tidak mau Isabelle masuk ke dalam duniaku. Aku tidak mau membuatnya terasa terkekang. Aku tahu Isabelle seperti apa. Dia adalah orang yang ingin bebas. Dia tidak bisa diam walaupun hanya sebentar. Dia selalu saja ingin pergi keluar walaupun itu hanya sekedar jalan-jalan di taman. Aku membayangkan bagaimana jadinya jika Isabelle tahu akan sifatku yang suka mengontrol juga sifatku yang selalu ingin mendominasi. Aku rasa dia akan terkejut dan selalu membantah karena Isabelle sangat keras kepala. Aku punya reputasi di dunia bisnis dan aku mempunyai banyak musuh. Belum lagi Jennifer. Aku tidak mau Isabelle dijadikan sebagai umpan. Kalau mereka semua tahu Isabelle adalah kelemahanku, dia akan diincar oleh musuh-musuhku dan aku tidak mau mengambil resiko. Namun, aku adalah pria egois. Aku akan mendapatkan segala sesuatu yang aku inginkan. Aku tidak akan tenang jika sesuatu yang aku inginkan belum menjadi milikku dan aku menginginkan Isabelle. Isabelle akan menjadi milikku. Aku jamin itu. “Sir?” Lucas, tangan kananku memanggilku dan aku menoleh kearahnya. Aku mengangguk dan menyuruhnya untuk melanjutkan, “mobil sudah siap berangkat. Apa anda ingin pergi sekarang?” Aku terdiam sejenak. Aku menatap Mr. Thompson yang sedang berbicara dengan salah satu tim pengacaraku. Mereka membahas finalisasi kontrak kerja. Aku berpikir apa yang harus aku lakukan untuk membuat Isabelle menjadi milikku. Lalu tiba-tiba ide muncul di kepalaku. “Mr. Thompson,” panggilku. “Yes Mr. Knight?” Aku mengubah wajahku menjadi datar tanpa ekspresi. Di dalam hati aku tersenyum karena dengan cara ini aku bisa mendapatkan Isabelle. “Aku ingin memberikan sebuah penawaran padamu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD