Gus Memilih Pasangan

709 Words
GUSKU MEMILIH PASANGAN "Patah hati ... menjadikan sakit meski tak berdarah." *** "Siapa namanya?" Gus Fatih memegang gelas air di tangannya, ia menoleh pada ustazah di sampingnya duduk. Duh, kenapa gak tanya langsung ke gue aja sih. Kan kalau gini kesannya dia orangnya cuek, dingin. Ck. Haruskah gue beritahu, di balik kerudung gue yang 'meleot' duh apa sih bahasanya? Yah pokoknya itulah, di balik kerudung gue yang kagak serapi santri lain di ruangan ini, Zee adalah gadis yang banyak penggemar, dari anak sekolahan, mamang cilok, mamang ojol sampai ojek pengkolan. Yang paling penting dari semua itu, gue masih virgin belum tersentuh oleh cowok mana saja, Joo yang gue hari ini tergila-gila sekali pun. Kalau Gus Fatih cuek sama gue dan kagak tertarik, berarti dia kagak normal, fix. "Namanya Kazzea Gus. Kazzea Angesti Binti Zaenudin." Ustadzah menjawab. Gus Fatih manggut-manggut, ia lalu membaca sesuatu yang gak bisa gue dengar. Mungkin itu yang dinamakan mantra ruqyah. "Gus baca mantra Mbak?" tanya gue ke santri di sebelah. "Itu bukan mantra Mbak Zee. Itu namanya ayat dan doa ruqyah. Ck." Si Mbak geleng-geleng. "Sudah fokus saja. Jangan bikin repot kami. Kasian juga Gus yang pemalu itu terpaksa ada di asrama ini gara-gara anti." "Oh, iya Mbak." Duh, gue jadi merasa bersalah. Joo cepatlah pergi dari pikiran gue yang bikin senewen. Setidaknya melihat Gus, gue ngurungkan niat mau kabur dari ponpes. Siapa tahu, entar gue jadi gadis sholehah terus dapat suami Gus Fatih, yee kan? Tangan Gus Fatih memakai penutup diletakkan di atas kepala gue. Duh, gue deg-degan Gus. Ayat demi ayat dibaca. Gue merasa hanyut, sedikit pusing dan mual. Antara sadar dan kagak, eh tengah-tengahnya lah ya. Perut diaduk-aduk kaya lagi naik komedi puter, sampe "huek ...." Gue muntah Gaes! Kresek yang diberikan mbak-mbak hampir penuh. Busyet dah. Belum pernah kaya gini sebelumnya. "Alhamdulillah. Sudah selesai." Gus Fatih melepas penutup tangannya. "Penyebab jin menempel ke tubuh kita itu banyak sekali, semakin lemah iman kita akan semakin mudah mereka memperdaya." OMG kenapa gue malah fokus ke wajahnya yang tampan dibanding nasehatnya yang berharga. "Ke depan, rutinkan amalan dengan santri lain. Terutama baca quran dan wirid pagi petang. Lagi pula di pesantren ini, itu adalah bagian dari banyaknya kewajiban yang dijalani setiap santri. Jadi ... Insyaallah antum akan terjaga di pesantren ini." 'Sekalian Gus, titip hati ana, boleh kan Gus aja yang jagaen?' Eaaa ... Tidak lama setelahnya, gus berpamitan meninggalkan kami di asrama, tapi ia lupa mengembalikan hatiku, yang pasti membuat rindu nantinya. Istigfar Zee, loe baru aja diruqyah masa tambah sengklek ? Begitu hati gue mengingatkan. "Alhamdulillah, gimana Zee perasaannya?" tanya ustazah. "Alhamdulillah, perasaan aneh dan menggebu di d**a sini pada temen somplak saya itu sudah hilang, balik ke rasa kesel seperti dulu-dulu. Hehe," jawabku sembari memegangi d**a sebelah kiri. "Hahaha. Baguslah. Setelah ini perbaiki adabmu Zee. Antum kan perempuan kalau ngomong yang kalem, jangan ketus begitu. Sayang cantiknya ilang separo." "Hehehe, iya Ustazah,  diusahakan." Gue nyengir. Wah kalem itu bukan passion gue gimana dong? *** Hari berganti hari, gue lewati di pesantren. Menguat-nguatkan diri Gaes, apalagi kalau odol sabun habis, rasanya ngenes saat temen gak ada yang pengertian kasih dulu kek. Belum lagi kiriman yang telat datang, oh emak bapak lupakah mereka dengan anaknya. Tapi perasaan ngenes itu cepat menghilang saat mendengar naehat ustaz-ustazah kami, "Barangkali orang tua kalian telat mengirim karena sedang kesulitan, teruslah berprasangka baik dan doakan kebaikan untuk mereka." Konon, dari banyak cerita ... orang tua yang menitipkan anaknya di pesantren dimudahkan urusan mereka di luar sana, dan banyak sekali bukti nyatanya. Pada akhirnya gue terbiasa Gaes, ujian ini bisa gue lalui. Zee gitu loh. Saat yang lain masuk di usia 11 tahunan gue udah 16 tahun, artinya gue bukan lagi remaja cengeng yang labil. Yess, sekarang gue udah setahun di pesantren, hapal separuh jurumiyah dan dua juz. Lumayan lah. Hingga suatu hari ... pesantren heboh dengan kabar Gus Fatih yang telah mengkhitbah seorang anak ustaz. Jadilah patah hati sepenjuru asrama putri, termasuk gue Gaes, hiks. Gadis itu bernama Syifa, gadis bercadar yang sudah selesai menempuh pendidikan di Mesir. Dibanding gue yang bau kencur dan belum ngerti apa-apa, hiks, seketika rasa sakit itu ada, walau tak berdarah. "Sabar Zee, sabar ... mungkin bukan Gus Fatih jodohmu, tapi Gus Azmi, siapa tau kan? Semangat!" Begitu hati gue menyemangati Gaes. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD