Soulmate Sepengupilan

1394 Words
Tok tok Suara ketukan pintu terdengar samar-samar di telinga Ayek. Rasa kantuknya mendadak buyar. Telinga ia siagakan, berjaga kalau-kalau ada ketukan untuk kedua kali. Tok tok Ayek siaga dua. Ia buru-buru bangun sebelum ketukan yang ketiga berbunyi. Tok tok Ayek beringsut, segera menuju pintu kamar. Agak sempoyongan ia berusaha secepat mungkin meraih knop pintu. Adrenalinnya terpacu, membuat rasa kantuknya benar-benar hilang. Tok tok Sambil memutar knop pintu, Ayek menyahut, "Iya, Um ...." "AYEEKK!" Spontan, Ayek menutup kedua telinga menggunakan tangannya. Suara itu cukup menggelegar. Ia mendengus karena sahutannya terpotong dan kalah keras dari teriakan ibunya. Dengan malas ia membuka pintu. Wajah ibunya tersembul. "Ada apa, Ummi?" "Ada Debt Collector!" jawab Zaenab sekenanya, sambil berlalu. Badan Ayek limbung, menyandar pintu. Ia tahu, ibunya hanya bercanda soal Debt Collector karena tagihan bulan ini sudah ia bayar kemarin sore. Zaenab balik lagi, berkacak pinggang. "Cuci muka dulu sana. Di teras ada Sandi sama Kosim." "Ayek kan ndak tidur, Mi." Alih-alih ke kamar mandi, Ayek malah ke dapur, membuka kulkas. Tak ada apa-apa di lemari pendingin itu, selain sayur-sayuran dan masakan telur sambal balado sisa kemarin sore. Ia pun bergegas menemui kedua teman band-nya. "Masih merdu aja suara nyokap lo!" Kosim tertawa meledek. Sandi menimpali, "Bagus juga sih buat backing vokal. Hahaha!" Ayek duduk di lantai karena dua kursi di teras sudah diduduki teman-temannya. "Sekali lagi ngetawain nyokap, gue timpuk kalian pake upil." Sandi dan Kosim ngakak. "Tumben main ke sini?" "Ngga main, salah. Main, salah. Maunya apa sih, Jubaedah?" Kosim menimpuk Ayek menggunakan upilnya. "Jangkrik, kena muka gue, Munawaroh!" Ayek mengusap hidungnya yang terkena upil Kosim. "Kalian jorok, ih!" Sandi menutup hidung, jijik. Ia kesal, dua temannya selalu bercanda dengan sesuatu yang membuatnya mual. Ayek dan Kosim tertawa mengejek. Sandi memang phobia terhadap upil. Itu cukup aneh, apalagi upil adalah benda yang selalu melekat di hidung manusia. Tak ingin kedua temannya membahas upil lebih lanjut, Sandi segera mengalihkan topik. "Kita sudah lama nggak manggung. Apa kalian nggak pengen merasakan kembali sensasi ditonton banyak audiens?" Ayek paham, ini topik serius yang pernah dibahas beberapa minggu lalu tapi sampai sekarang belum ada kesepakatan. ASK band terpaksa menolak sejumlah job manggung karena sulit mencari Additional Player tetap. Selama ini, formasi mereka kekurangan pemain bass dan keyboard. Kosim yang masih ingin bercanda, menusukkan jari telunjuknya ke lubang hidung sebelah kiri. Menggoyangnya perlahan sambil menikmati sensasinya. "Dibilang jorok, ih!" Sandi menjauhi Kosim yang duduk di sebelahnya. Alih-alih berhenti, Kosim mencolek bahu Sandi menggunakan jari yang tadi buat ngupil. Sandi mengusap-usap bahunya, jijik. "a***y!" Kosim ngakak. "Sudah-sudah!" Ayek melerai. Ia sudah tak sabar untuk membahas persoalan band. Sandi pindah tempat. Ia duduk bersila di lantai, bersebelahan dengan Ayek. "Menurut gue sih, sudah saatnya kita merekrut personel baru, buat mengisi kekosongan bass sama keyboard. Sebenarnya nggak masalah menggunakan additional player selama mereka bisa konsisten. Yang ada kan pas kita butuh, mereka punya job di tempat lain. Jadi, solusinya ya mengikat mereka dengan menjadi pemain inti." "Nggak mudah menambah personel. Mereka harus sevisi dengan kita." timpal Kosim. Sandi memberi usul, "Kita adain audisi saja!" Kosim merasa keberatan. "Band kita belum besar. Penghasilan dari Youtube dan endorse saja masih segitu-gitu aja. Kalau nambah personel, bagian kue kita makin sedikit." Sandi menyanggah, "Lo kebanyakan ngupil, makanya nggak cerdas!" Ayek menahan tawa, demi sedang membahas peroalan serius. Sementara Kosim merasa keki dituduh tidak cerdas. Sandi melanjutkan. "Justru kalau personel lengkap, kita bisa terima job. Pendapatan kita semakin tambah." Ayek mengangguk. Ia menoleh kepada Kosim. "Gue paham maksud Sandi. Tetapi pendapat Kosim ada benarnya." "Lo sebenarnya dukung gue apa Kosim, sih, Yek?" Sandi meradang. "Ini bukan soal mendukung siapa. Kita harus realitis tapi juga tetap optimis," dalih Ayek. "Jadi, solusinya gimana?" tanya Sandi. Ia memandang Ayek dan Kosim secara bergantian. "Menurut gue, kita fokus dulu di medsos. Tingkatin kualitas musik kita. Perbanyak promo lagu-lagu kita. Nanti pada saat yang tepat, baru kita rekrut personel tambahan." Ayek berpendapat. "Saat yang tepat itu kapan?" gugat Sandi merasa tak sependapat dengan Ayek. "Gue setuju sama Ayek!" cetus Kosim. Sandi mendengus, kecewa. "Ya sudah. Gue kalah suara. Kalian berdua memang soulmate sepengupilan." Ayek dan Kosim tertawa ngakak. Kompak, mereka melempar upil ke arah Sandi. Sandi menutup wajahnya. "Jorok, njir!" Semua yang berada di teras ngakak bersama. Begitulah ASK band, meski kadang berbeda pendapat tapi semua bisa menyikapinya dengan bijak. Tawa mereka mendadak berhenti ketika seorang gadis menyembul dari pintu belakang rumah di hadapan mereka. Sandi terbelalak, melihat gadis itu. "Itu bidadari bening amat!" Detak jantung Ayek berdetak lebih cepat dari biasanya melihat punggung Mei Hwa yang sedang menutup pintu. Iramanya detak jantungnya semakin tak beraturan ketika gadis itu membalikkan badan. Sementara Kosim memandang Mei Hwa sambil berpikir keras. Ia seperti mengenal gadis bermata sipit itu. Sandi mencolek pinggang Ayek. "Lo punya tetangga bening kok ngga bagi-bagi, sih?" Ayek tak menggubris Sandi. Pikirannya sedang melayang, membayangkan seandainya Mei Hwa kembali main ke rumahnya, seperti kemarin siang. Namun, harapannya sirna. Gadis itu berjalan menjauh. Andai saja tak ada Kosim dan Sandi, ia pasti akan memanggil tetangganya itu. Kosim menendang kaki Ayek. "Itu Mei Hwa bukan?" Ayek menoleh. "Lo kenal?" "Buset, malah balik nanya!" Kosim menginjak kaki Ayek. "Sakit, Njir!" keluh Ayek. Sandi bingung. "Mei Hwa siapa?" "Hidup lo kurang ngupil, makanya telat mikir!" Kosim tertawa puas, berhasil membalas Sandi. Sandi mengguncang bahu Ayek. "Mei Hwa siapa? Apa cuman gue yang nggak kenal dia?" Ayek menepis kedua tangan Sandi dari bahunya. "Lebay amat sih lo!" "Jadi benar itu Mei Hwa, Yek?" tanya Kosim. Ayek mengangguk. "Iya, namanya Mei Hwa. Lo kok bisa tahu sih?" Kosim mengerjap bangga. Kedua tangannya mengusap sepasang kerah baju. "Apa sih yang enggak gue tahu?" "Halah, lo kan bisanya cuman ngupil!" maki Sandi. "Serius, Sim! Bagaimana lo bisa tahu kalau nama dia Mei Hwa? Gue yang sudah dua bulan jadi tetangga dia saja baru kenal kemarin." Ayek penasaran. "Makanya, punya gadget jangan cuman buat modusin cewek pecinta drakor!" Kosim tertawa mengejek. Sandi semakin bingung. Mendadak ia merasa menjadi orang paling kudet sedunia. "Mei Hwa itu selebgram tahu" beritahu Kosim. "Di youtube juga subscriber-nya banyak. Videonya banyak yang like." Semakin penasaran, Ayek duduk di sebelah Kosim. "Terus, terus?" "Cie kepo! Hahaha!" Kosim puas sudah membuat Ayek penasaran. "Gue aduin nyokap kalau lo nggak mau cerita!" ancam Ayek. "Dasar anak emak!" "Apa yang harus diceritain? Stalking aja sendiri." Kosim mengelak. "Pelit lo. Boro-boro mau berbagi informasi, upil saja lo makan sendiri." "Huekk!" Perut sandi mendadak mual. Rasa penasaran Ayek sudah tak bisa ditahan. Ia sadar, tidak mudah mengorek informasi dari Kosim, maka itu ia menggunakan jurus modus. "Gue bagi nomor WA Mei Hwa kalau lo mau cerita banyak tentabg doi." "Bagi dulu nomornya!" tawar Kosim. "Cerita dulu!" "Ogah!" "Ya sudah!" "Ya sudah!" Negosiasi mengalami deadlock. Kosim tidak mau diakali Ayek. Ia tidak yakin temennya itu punya nomor WA Mei Hwa. Sandi yang merasa menjadi orang terkudet sedunia, sejak beberapa menit lalu sibuk mencari data tentang Mei Hwa di Google. Ia berhasil menemukan channel Youtube Mei Hwa. Melihat Sandi serius dengan ponselnya, Ayek penasaran. "Lo ngapain, San?" Sandi memberi isyarat kepada kedua temannya untuk diam. Ia sedang memutar sebuah video dari channel Mei Hwa. Ayek yang sedang dikuasi penasaran tingkat tinggi, memasang telinga baik-baik. "Gedein volumenya dong!" "Udah full ini. Makanya lo diem. Dengerin!" ujar Sandi. Kosim cuek, lebih asyik ngupil alih-alih mendengar suara dari ponsel Sandi. Ia sudah pernah menonton semua video Mei Hwa. Ayek tidak sabar. Suara dari ponsel Sandi kurang jelas sampai ke telinganya. Ia memepet pemain drum itu. Sayang, ia tidak bisa mendapatkan visual secara jelas karena posisinya dari samping. Namun dari suaranya, ia bisa menangkap denting piano yang sangat indah melantunkan lagu I Can't Help Falling in Love. "Mei Hwa itu pianis berbakat," ujar Kosim, sengaja menambah rasa penasaran Ayek. "Lo pernah lihat dia main?" tanya Ayek sambil tetap menikmati lagu dari ponsel Sandi. Kosim menggeleng. "Enggak juga, sih. Gue sudah nonton semua videonya. Selain covering lagu-lagu era 60-an, Mei Hwa juga membuat tutorial bermain piano buat pemula, juga teknik-teknik tingkat lanjut." Ayek mendengar penjelasan Kosim dengan seksama. Informasi itu membuatnya surprise. Yang lebih mengejutkan adalah, Mei Hwa tinggal di depan rumahnya. "Lo kepoin aja sendiri," saran Kosim. "Anyway, bagi nomor WA Mei Hwa sekarang. Lo kan udah janji tadi." Ayek menyeringai jahat. "Gue kasih nanti kalau udah dapat nomornya." "Anjir! g****k banget gue, mau-maunya dibohongin elo!" Kosim melempar upil ke muka Ayek. "Buset, upil lo kok ngga habis-habis!" Ayek terkekeh, merasa puas sudah mengerjai Kosim. Mereka bertiga ngakak bersama-sama 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD