Night 2: Midas Touch°

972 Words
India, Oktober 2018 *** Devdas Star Tailes adalah nama yang terkenal di dunia bisnis dan sosial ekonomi di seluruh dunia. Ia bahkan bergelar 'Midas Touch' karena dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, apapun yang disentuh oleh Devdas Star Tailes selalu menjadi emas, menghasilkan uang dan keuntungan. Konon semenjak ia lahir, kedua orang tuanya yang merupakan ilmuwan peneliti di Kutub Selatan selalu mendapatkan rezeki melimpah. Dimulai dengan hasil penelitian mereka di Antarktika tentang peta kandungan bahan tambang yang melimpah, yang menuntun mereka mendirikan perusahaan Star Corp. Star Corp menemukan alur tambang emas yang tersebar di berbagai benua. Karena pasangan Manisha dan Rajashkar Tailes adalah orang India, mereka memulai membuka tambang emas di India. Kedua orang tua Devdas Star Tailes sudah wafat, membuat Devdas menjadi pewaris tunggal Star Corp. Sosoknya memang misterius. Tak pernah ada publikasi mengenai kehidupan pribadi pengusaha satu itu, hanya penampilannya saja yang sekilas dapat diabadikan media, seorang pria dengan tubuh tinggi semampai dan berpenampilan menarik. Kemisteriusannya menjadi daya tarik tersendiri bagi wanita. Ia menjadi pria idaman banyak wanita di seluruh dunia. Selain kaya, tampan dan misterius, Devdas Star Tailes juga terkenal dengan kedermawanannya. Tak terhitung jumlah kegiatan sosial yang didanainya, mulai panti asuhan, rumah sakit, yayasan penyandang cacat, panti sosial, perlindungan anak dan wanita, serta bantuan untuk pengungsi dan bencana alam. Kemurahan hatinya membuat Devdas mendapat gelar 'Bintang Harapan'. Ia disanjung dan dipuji bak malaikat pelindung bagi umat manusia. Di balik pujian dan sanjungan padanya, tak banyak yang mengetahui sisi gelap dari seorang CEO Star Corp, Devdas Star Tailes. Ia punya terlalu banyak uang sehingga ia tidak segan membagi-baginya dengan orang yang membutuhkan. Dan ia membeli apa saja yang dijual orang padanya. Seperti wanita yang saat ini disetubuhinya, yang menjual dirinya untuk biaya hidup keluarga. Wanita muda yang punya banyak potensi, tetapi terlalu putus asa sehingga tidak punya cara lain kecuali menjual diri. Tubuh indah dengan kulit kecokelatan basah bermandikan keringat. Rambut hitam dengan kepangan panjang yang berantakan. Devdas tidak peduli dengan wajahnya. Ia mengambil sang wanita dengan membuatnya tengkurap. Wajah wanita itu menghantam kepala ranjang berulang-ulang dan cepat, secepat hentakan Devdas menghujamkan dirinya ke dalam inti tubuh wanita itu. Suara desahan dan erangan kesakitan wanita itu tidak dipedulikannya. Ia melakukannya bukan untuk menyenangkan wanita itu. Ia melakukannya hanya untuk melampiaskan hawa nafsu dan kesenangannya, memuaskan dirinya hingga budaknya mati. Ketika wanita itu meregang nyawa dalam cengkeramannya, saat itulah ia mencapai klimaksnya. Ia, Devdas Star Tailes, seorang pembunuh berdarah dingin. Saat ia sudah selesai dengan pelepasannya, ia menyingkirkan tubuh wanita itu seperti melempar pakaian kotor ke lantai. Anak buahnya yang selalu berjaga di tepi kamar segera membereskan tubuh itu. Entah masih hidup atau sudah mati, Devdas tidak peduli. Devdas tidak perlu bersuara karena anak buahnya sudah tahu apa yang harus dilakukan. Mereka akan mengirim sejumlah uang untuk keluarga wanita itu, atau siapapun yang menjualnya, setelahnya, tubuh bekas pakai itu akan dijual ke pasar organ. Tak akan ada seorang pun yang buka mulut menyebut nama Devdas Star Tailes atau Star Corp. Semuanya dilakukan dengan tertutup rapi dan terorganisir. Di beberapa wilayah, hal seperti itu sudah biasa terjadi. Orang tua menjual anak mereka, atau menjual diri, laki-laki atau perempuan sama saja, ada yang masih perawan dan di bawah umur, untuk dijadikan pelampiasan seksual beberapa orang. Jika tidak ada lagi yang bisa dijual, mereka akan menjual organ tubuh mereka ke pasar donor organ dengan harga murah dan organnya akan dijual lagi oleh penadah dengan harga mahal. Namun tidak semua penjualan organ itu untuk keperluan medis. Ada yang membeli organ untuk dikonsumsi. Segelintir orang mengkonsumsi organ tertentu untuk keperluan tertentu, misalnya supaya panjang umur, supaya awet muda, supaya tetap kaya raya atau untuk menu makan sehari-hari. Selain organ, mereka juga bisa jadi donor darah. Darah manusia juga diperjualbelikan. Bahkan barang yang paling mahal dan dipercaya paling berkhasiat adalah janin bayi manusia. Banyak wanita karena terpaksa maupun sukarela menjual janin dalam perut mereka. Ada yang menjual, tentu saja karena ada pembelinya. Devdas membersihkan tubuhnya di bawah pancuran air dalam kamar mandi mewah dan ia melihat pantulan dirinya sendiri di cermin. Matanya redup dan dingin. Ia merasa hampa. Tak terhitung jumlah wanita dan pria yang meregang nyawa di tangannya. Pria, wanita, nafsu, candu, kekayaan, pujian, kesenangan, kehidupan dan segalanya di dunia ini didapatkannya dengan mudah, terlalu mudah malah, membuatnya bosan dan jenuh dengan kegiatannya sehari-hari. Candu tidak memberi efek senang yang diinginkannya lagi. Bersenggama tidak lagi memberikannya kepuasan, membunuh tidak lagi memberinya sensasi. Lima puluh tujuh tahun sudah ia berada di bumi dan hidup sebagai manusia, semakin lama ia semakin bosan. Begitu jatuh ke bumi rupanya ia memiliki nafsu dan kebutuhan seperti manusia biasa. Ia merasakan lapar dan haus. Hal yang tidak pernah dirasakannya ketika ia masih menjadi makhluk langit. Ia merasakan nafsu berahi layaknya binatang. Ia merasakan mengantuk dan kelelahan. Dan ia juga merasakan sakit. Ia bisa terluka, terjatuh dan merasa sakit karenanya. Namun sesakit dan separah apapun luka yang dialaminya, tidak akan membunuhnya. Ia tidak menua dan tak bisa mati. Ia memiliki keabadian. Seolah itu belum cukup, satu hal lagi yang membuatnya bosan sebagai manusia adalah kemana-mana ia harus berjalan dengan kaki. Sebelumnya ia memiliki sayap dan ia bisa pergi kemana saja dengan terbang dan melesat cepat serta menghilang dalam sekejap. Menggunakan kaki adalah hal yang tidak praktis dan membuang-buang tenaga. Devdas keluar kamar mandi sambil mengeringkan tubuhnya dengan handuk dan beberapa anak buahnya sudah menanti. Mereka para pria bersetelan hitam, bertubuh tegap dan siap sedia setiap saat. "Tuan!" seru Sanjay, asisten pribadinya. Pria itu membungkuk dan menyodorkan setelan jas dan kemeja untuk dikenakan Devdas. "Apakah malam ini perlu saya siapkan kudapan lagi, Tuan?" tanya Sanjay lagi sementara Devdas mengancing kemeja. "Tidak!" jawab Devdas. "Malam ini, aku sendiri yang akan mencari kudapanku!" Ia merapikan leher kemejanya dan menatap wajahnya sendiri di cermin. Berburu sendiri akan lebih menyenangkan, batinya dengan senyum tipis tersungging di bibirnya. Senyum simpul yang memabukkan dan penuh misteri. *** Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD