bc

BATTLE OF HEALER : CHOOSE THE FAITH

book_age16+
159
FOLLOW
1.2K
READ
forbidden
family
fated
independent
drama
tragedy
genius
lies
Writing Academy
like
intro-logo
Blurb

Berawal dari Kongres yang menghapuskan masa jabatan Presiden dan menunjuk Robert Hilton, Presiden terpilih tahun itu sebagai Presiden seumur hidup.

Masalah dimulai saat Robert Hilton membuat sebuah konspirasi. Dia ingin mengurangi populasi penduduk di negaranya dengan cara melakukan eksekusi masal pada satu distrik dengan jumlah penduduk paling banyak. Hilton lantas menipu para Ilmuwan Distrik 1 untuk melancarkan rencananya. Menyuruh mereka membuat virus yang pada akhirnya ia gunakan untuk mengeksekusi rakyatnya sendiri. Dan tempat yang ia pilih adalah Distrik 13.

Virus pertama kali terdekteksi di Green River Medical Center yang merupakan Rumah Sakit terbesar di Distrik 13. Seorang dokter bernama Allan Anderson mendapatkan pasien dengan gejala demam berdarah. Namun setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, Anderson menemukan sesuatu janggal pada pasiennya. Di mana ia menemukan sebuah virus yang menyerupai virus Ebola.

Dalam kurun waktu satu bulan, sesuai rencana Hilton. Virus telah menginfeksi banyak orang di Distrik 13. Dan berita itu pada akhirnya sampai ke telinga Reygan Munaf yang tidak lain adalah orang yang mengembangkan virus tersebut.

Masalah semakin serius ketika paramedis tak mampu mengendalikan situasi saat menghadapi virus yang belum memiliki vaksin tersebut. Dan kekacauan yang semakin besar pada akhirnya berhasil menarik perhatian dari Alexander Lim bersaudara, dua dokter muda yang bekerja di Rumah Sakit Distrik 3.

Felix Alexander Lim, si sulung yang memutuskan untuk pergi lebih dulu dan melihat keadaan di Distrik 13. Namun sayangnya tepat saat Felix menginjakkan kaki di Distrik 13, dokter muda itu tiba-tiba menghilang dan memicu kecurigaan dari Daniel.

Sejauh manakah mereka bisa bertahan ketika justru Pemerintah menjadi dalang sebenarnya?

chap-preview
Free preview
Chapter 01
"Kami, terlibat perjanjian dengan Tuhan." [Battle Of Healer : Choose The Faith] Breaking News. Hari ini untuk ke tiga kalinya, Robert Hilton resmi terpilih sebagai Presiden. Bersamaan dengan hal itu, Kongres mengumumkan berita yang cukup mengejutkan yang menyatakan bahwa masa jabatan Presiden telah dihapuskan. Dan hari itu pula telah ditetapkan bahwa Robert Hilton akan menjabat sebagai Presiden seumur hidup. Di sisi lain, Partai Politik Independen tengah berduka atas meninggalnya Ketua Partai—Alexander Lim yang tahun ini menjadi satu-satunya lawan dari Presiden terpilih Robert Hilton. Dikabarkan bahwa Alexander Lim tewas dalam kecelakaan tunggal, dan kabarnya pemakaman akan dilakukan secara tertutup oleh pihak keluarga ... 23 Maret 2045 Distrik 3. Berdiri di tanah lapang yang tampak begitu hijau dengan batu nisan yang tertata rapi. Dua pemuda berdiri berdampingan menghadap satu makam dengan tanah yang terlihat masih basah, menandakan bahwa makam itu belum lama dibuat. "Kau mendengarnya, Saudaraku?" Felix Alexander Lim, putra sulung dari Politikus Alexander Lim menegur adiknya. Daniel Alexander Lim, si bungsu yang kala itu berdiri di sampingnya. "Tidak masalah, sejak awal ayah tidak berniat mengambil alih negara." Salah satu sudut bibir Felix terangkat. Seperti tanah makam di hadapan mereka yang masih basah, luka di hati mereka pun masih jauh untuk bisa menemukan penyembuhan setelah kabar kematian sang ayah berhasil melukai mereka. Alexander Lim. Pada kenyataannya hari itu kedua putranya harus melihat jasadnya yang tertimbun oleh tanah di hari ke tujuh tepat setelah kabar kematiannya dipublikasikan. Alexander sendiri dikenal sebagai salah satu Politikus paling berpengaruh di negara, dan tahun ini ia mencalonkan diri sebagai Presiden sekaligus menjadi satu-satunya lawan bagi Presiden yang menjabat sebelumnya, Robert Hilton. Namun naas. Satu hari menjelang hasil pemungutan suara diumumkan, berita kematiannya telah terdengar lebih dulu dan dengan begitu Robert Hilton mendapatkan kemenangan muhtlak yang membuatnya kembali menguasai 651 distrik yang menjadi bagian dari negara. Kepergian sang kepala keluarga yang sekaligus menjadikan kedua Dokter muda itu sebagai anak yatim-piatu. Felix dan Daniel yang sebelumnya telah mendapatkan gelar kedokteran mereka di Leiden University itu juga tercatat sebagai dokter aktif di salah satu Rumah Sakit ternama di Amsterdam. Namun kabar kematian sang ayah membuat mereka harus kembali ke tanah kelahiran mereka lebih cepat dari rencana yang telah di tetapkan sebelumnya. Angin berhembus dengan sedikit kasar, menerbangkan helaian rambut serta ujung jas yang mereka kenakan. "Kau memiliki rencana?" Daniel menegur. "Kita mendapatkan asuransi atas kematian ayah." "Akan kau apakan uang itu?" "Apapun." "Selain bermain dengan wanita," celetuk Daniel dengan seulas senyum yang melebar dengan paksa. Felix memandang saudara termuda dan membalas dengan seulas senyum tipisnya. "Kau ingin mencobanya? Mungkin akan menyenangkan karena menggunakan uang asuransi dari kematian ayahmu." "Dan ayah akan segera mengutuk kita setelahnya," Daniel tertawa pelan dengan sangat singkat. Dengan senyum yang bertahan di bibirnya, Felix kembali menjatuhkan pandangannya pada nisan sang ayah. Lebih tepatnya pada tulisan yang terukir pada nisan tersebut. "Haruskah kita kembali ke sana?" tanya yang lebih tua kemudian. "Ayah menyuruh kita pulang, bukankah itu berarti bahwa dia sudah memiliki firasat sebelumnya?" "Dan betapa tidak tahu dirinya kau." Felix kembali memandang Daniel dan melanjutkan, "kau justru mematikan ponselmu dan berkencan dengan semua penelitianmu." Daniel tersenyum tak percaya, apa kakaknya sedang mencoba memojokkannya? "Lebih baik kita segera pulang, aku akan mengantarmu untuk bercermin, Saudaraku." Felix memutar kakinya hingga menghadap Daniel, begitupun Daniel yang juga melakukan hal yang sama dengan sang kakak. Keduanya saling berhadapan tanpa ada segaris senyum yang tersisa di wajah mereka. Namun apa yang terjadi setelahnya mungkin akan membuat orang lain salah paham. Dengan ringannya tangan Felix terangkat ke udara dan membiarkan kepalan tangannya menghantam wajah Daniel. Sedikit limbung setelah mendapatkan pukulan di wajahnya, Daniel kembali menghadap Felix dan di detik selanjutnya ia membalas pukulan sang kakak dengan lebih keras sehingga membuat tubuh sang kakak mundur beberapa langkah. Felix menegakkan tubuhnya dan menghampiri Daniel, kembali melayangkan satu pukulan yang kemudian berbalas. Dan hal itu berlaku untuk beberapa waktu setelahnya, di mana kakak beradik itu kembali saling menghantamkan tinju ke wajah satu sama lain meski keduanya tidak sedang dalam perselisihan. Terdengar aneh, namun inilah cara kakak beradik itu mengurangi rasa sesak yang menumpuk di hati masing-masing. Membiarkan wajah mereka terluka dan mendapatkan alasan untuk menangis. Tubuh Felix terjatuh ke belakang setelah menerima satu pukulan di wajahnya. Tampak kesakitan dan bisa di lihat bahwa air mata itu terlihat meloloskan diri dari sudut matanya. Daniel menghampiri sang kakak. Pemuda itu mengulurkan tangannya yang langsung di jabat oleh Felix. Dan dengan bantuan sang adik, Felix berdiri. Keduanya bertemu pandang dan di detik berikutnya Daniel menarik tangan sang kakak lalu memeluknya. Saling menepuk kepala satu sama lain dengan tangis yang tertahan setelah memenuhi wajah mereka dengan luka yang membuat mereka semakin terlihat menyedihkan. "Maaf," satu kata yang berhasil keluar dari mulut dengan salah satu bibir yang tampak mengeluarkan darah. Dengan begitu, keduanya mampu menemukan maaf untuk diberikan kepada satu sama lain. °°°° Laboratorium Penelitian, Distrik 1. "Profesor Munaf," satu teguran yang berhasil menghentikan langkah seorang pria berkaca mata dengan jas putih sepanjang lutut yang menutupi kemeja putihnya. Reygan Munaf, profesor muda yang pernah bekerja di Harvard University itu berbalik dan mendapati Excel, Asistennya berlari ke arahnya. "Excel, ada apa?" "Profesor William menunggu Senior di ruang rapat." Dahi Reygan menunjukkan kerutan, merasa heran dengan panggilan yang terkesan mendadak itu. "Ada masalah apa?" Excel menggeleng. "Profesor Harri juga datang ke sana." "Adam?" Excel mengangguk. "Ya sudah, kembalilah ke tempatmu dan terima kasih." Reygan sekilas menepuk bahu Excel dan berjalan melewati pemuda itu. Berjalan cukup jauh dari tempat sebelumnya dan sempat menaiki lift. Reygan membuka pintu kaca sebanyak tiga kali untuk bisa sampai di ruang rapat yang lebih tertutup dari ruangan yang di domin*si oleh kaca tersebut. Reygan sekilas membenahi posisi kaca matanya dan membuka pintu sebelum ia yang dikejutkan oleh kehadiran Presiden di dalam ruang rapat bersama beberapa tetua di sana. "Masuklah, Profesor Munaf," tegur Profesor William selaku Ketua dari Laboratorium Penelitian Distrik 1. Reygan sekilas menundukkan kepalanya dan menempati tempat duduknya yang bersebelahan dengan Adam Harrison, rekan sesama Profesornya yang telah mendapatkan kursi di usia yang muda sama sepertinya. "Karena semua sudah berkumpul di sini, kita mulai saja." Profesor William mengarahkan tatapan segannya kepada Robert. "Silahkan, Presiden." Sebuah deheman mengawali orang nomor satu di negara itu untuk memberikan kata sambutan. "Aku merasa terhormat bisa bertemu dengan orang-orang hebat seperti kalian. Langsung saja, aku tidak ingin membuang-buang waktu kalian untuk menemaniku di sini … seperti yang kalian ketahui bahwa konflik di perbatasan semakin memanas akhir-akhir ini dan untuk itu aku memerlukan bantuan dari kalian." Semua orang saling bertukar pandang, merasa tak mengerti dengan apa yang kini dibicarakan oleh Hilton. Apa hubungan mereka dengan perselisihan di perbatasan? "Orang ini mungkin sedang mabuk," sarkas Adam, namun ia sengaja memelankan suaranya agar hanya Reygan yang mampu mendengarnya. "Jaga ucapanmu," Reygan memperingatkan, namun Adam hanya menatap remeh. Profesor William lantas mengajukan sebuah pertanyaan yang mewakilkan rasa penasaran dari semua orang, "sebelumnya aku minta maaf, Presiden. Tapi bantuan apa yang bisa kami berikan sedangkan kami bukanlah orang-orang yang mampu menggunakan senjata api untuk bisa mempertahankan sebuah negara?" "Itulah sebabnya aku datang pada kalian," Sedikit kebingungan yang membuat kegusaran di wajah para tetua namun tidak dengan dua profesor muda itu. Hilton melanjutkan, "kita memerlukan senjata yang lebih ampuh dari pada amunisi untuk mengalahkan musuh. Sesuatu yang mampu membunuh tanpa harus menyentuh." Semua orang tentu terkejut akan pernyataan Hilton, namun keterkejutan mereka untuk sebuah kebingungan. Berbeda dengan Adam yang tampaknya tahu maksud dari perkataan Hilton, terbukti dari rahangnya yang terlihat mengeras. Profesor William kembali menyahut, "apa yang sebenarnya Presiden inginkan dari kami?" "Membunuh tanpa menyentuh," Adam menengahi tanpa ada kata permisi dan meski terkesan tidak sopan, Profesor muda itu tetap melanjutkan dan menarik perhatian semua orang, "Presiden ingin kami menciptakan sebuah virus dan kemudian Presiden akan menggunakannya sebagai senjata negara?" "Tepat." Belum cukup keterkejutan semua orang akan pernyataan Adam, mereka kembali dibuat terkejut oleh pembenaran yang datang dari Hilton. Dan saat itulah beberapa tetua membuat kebisingan, mengutarakan pendapat masing-masing sebelum suara Hilton kembali menginterupsi. "Permasalahan di perbatasan semakin memanas. Negara tetangga mencoba menekan perekonomian negara kita … mereka memiliki persenjataan yang memadai, lalu bagaimana dengan kita?" "Tapi Presiden, menciptakan virus … bukankah itu terlalu beresiko?" ucap salah satu tetua di sana yang tentunya mendapatkan dukungan dari tetua lainnya. "Kita yang membuatnya, tentu kita juga yang akan mengontrol seberapa besar dampak dari virus itu … kalian adalah orang-orang terpilih, kalian sudah pernah menganalisa ribuan virus dan menemukan cara untuk menanganinya. Dan sekarang, aku menantang kalian untuk melindungi negara menggunakan kemampuan kalian. Ini, adalah misi rahasia negara!" tandas Hilton. Semua orang dilanda kegusaran, kecuali Adam yang justru terlihat sangat marah. Dan hal itu tentu saja di sadari oleh Reygan yang sudah hidup berdampingan dengan pemuda itu dalam waktu yang cukup lama. Hilton kembali berucap untuk membujuk para Ilmuwan itu, "pikirkanlah putra-putri kalian, istri kalian, saudara kalian. Pikirkanlah keluarga kalian yang akan terkena dampak dari peperangan ini … keputusan ada di tangan kalian, pikirkanlah baik-baik niat baikku ini … aku rasa penjelasanku barusan sangat mudah untuk dipahami. Kalau begitu aku ucapkan terima kasih atas waktunya, dan aku menunggu keputusan kalian secepatnya." Hilton beranjak dari duduknya, begitupun dengan para Profesor yang ada di sana. Hilton lantas berjalan meninggalkan ruang rapat bersama sang Sekretaris pribadi dan membuat semua orang sejenak menundukkan kepala mereka untuk mengantarkan orang nomor satu itu menghilang dari hadapan mereka. "Apa-apaan ini? Bagaimana bisa dia berpikir sampai sejauh ini?" satu protes keluar dan bersahutan dengan yang lain beberapa detik setelah Hilton meninggalkan tempat itu. Adam memutuskan untuk segera meninggalkan ruang rapat tanpa mengatakan sepatah katapun, dan Reygan yang melihatnya pun segera menyusulnya. Namun sebelum itu dia menyempatkan diri untuk memberi hormat kepada senior mereka terlebih dulu. "Adam," tegur Reygan ketika telah keluar dari ruang rapat. Namun rekannya itu hanya sekilas memandang tanpa berniat menghentikan langkahnya. Reygan lantas menyamakan langkah kakinya dengan Adam yang terkesan buru-buru. "Dari mana kau tahu?" "Sangat mudah, itu adalah pemikiran orang tamak. Sial!" satu u*****n lolos dari mulut Adam yang kemudian menghentikan langkahnya. "Tua bangka, sialan! Dia sudah bau tanah, kenapa malah menyusahkan orang lain? Dan apa ini? Menjadi Presiden seumur hidup? Cih! Apa negara kita sudah kehabisan orang berpendidikan? Benar-benar konyol!" Reygan memandang sekitar, begitu waswas setiap kali rekannya tersebut mengucapkan sumpah serapah di tempat yang tidak tepat. "Kau harus menjaga ucapanmu, bukan hanya dirimu saja yang hidup di dunia ini." "Berhenti menggurui, Naif!" "Bagaimana menurutmu?" "Bagaimana apanya?" Dahi Adam menunjukkan kerutan. "Munaf." Belum sempat menjawab, satu teguran itu datang dari arah ruang rapat. Keduanya menoleh dan mendapati Profesor William berjalan ke arah mereka. Melihat hal itu, Adam lantas menepuk bahu Reygan beberapa kali. "Cari jawabannya pada orang tua itu, aku pergi." Adam lantas meninggalkan tempat itu dan membiarkan Reygan berhadapan dengan Profesor William. "Ada apa, Guru?" "Tentang permintaan Presiden, bagaimana menurutmu?" Reygan menggeleng. "Aku tidak memiliki solusi. Guru selalu mengajarkan padaku, jika kita berani berbuat, maka kita juga harus siap untuk menanggung segala resikonya … aku tidak yakin jika ini hanya memberikan dampak pada satu kelompok." "Maksudmu?" "Jika kita menyerang menggunakan bahan peledak dalam perang, maka kerusakan hanya akan dialami oleh satu kelompok. Tapi bagaimana dengan virus yang bahkan mampu berkembang biak dan menyebar hanya melalui perantara sentuhan ataupun udara? … berapa kelompok yang kiranya akan terkena dampaknya? Aku tidak bisa memberi saran kepada Guru Besar yang sudah mengajariku. Maaf … aku permisi." Reygan sekilas menundukkan kepala sebelum meninggalkan Profesor William yang tampak tengah berpikir keras. Haruskah ia menolak atau menerima permintaan Presiden?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Marriage Aggreement

read
80.9K
bc

JANUARI

read
37.1K
bc

Scandal Para Ipar

read
693.7K
bc

My Devil Billionaire

read
94.7K
bc

Life of Mi (Completed)

read
1.0M
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.0K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
860.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook