#05 - Jebakan

1239 Words
“s**l!” Si gadis berambut merah menggerutu kesal, “baru kali ini ada yang bisa mengelak dari ayunan pedangku.” Gadis berambut merah kemudian bersiul panjang, seperti memberikan sebuah kode pada seseorang. Beberapa detik setelah siulan panjang itu berakhir, muncul seekor burung raksasa dengan bulu berwarna biru kehitam-hitaman, senada dengan warna langit saat itu yang tertutup awan mendung. “Garuda, sekarang waktunya berburu,” bisiknya pada Garuda—burung raksasa yang baru saja dipanggilnya dengan siulan panjang—saat burung itu mendarat di depan gadis berambut merah. Dengan sigap gadis itu naik ke atas punggung Si Garuda. Ia lalu memberi isyarat kepada Gorilla bersayap biru dan Elang berkepala naga serta pasukannya untuk segera mengejar Beno. Mereka melesat cepat dan menghilang di antara awan-awan pada detik berikutnya. Beno terus mempercepat larinya menerobos hutan yang penuh dengan pepohonan rimbun. Ia harus berlari sambil mencari perlindungan di antara pepohonan rimbun, jika tidak ingin terlihat oleh gadis berambut merah dan pasukannya—yang sedang terbang untuk mengejar Beno. Dengan penuh cekatan dan waspada, Beno melewati beberapa semak berduri sambil terus melihat ke sekelilingnya—berjaga-jaga jika ada pasukan yang mengejar di belakang tak jauh darinya. Lengan baju dan celana Beno yang sobek akibat tersangkut dahan dan duri semak belukar tak lagi dihiraukannya. Begitu juga dengan rasa perih pada kaki dan tangannya akibat luka terkena goresan dan potongan dahan tanaman berduri di sana. *** Langit semakin gelap. Rimbun pepohonan membuat suasana menjadi bertambah gelap dan mencekam dari yang seharusnya. Hal ini membuat Beno cukup kesulitan untuk melihat sekelilingnya. Sudah hampir berpuluh kali ia tersandung akar-akar pepohonan serta tanaman yang merambat di tanah. Cowok itu sedikit memperlambat larinya. Ia sudah kehabisan tenaga untuk berlari secepat tadi. Beno sadar, ia harus menghemat tenaganya, jika tak ingin tertangkap konyol oleh si gadis berambut merah beserta pasukannya ketika pingsan akibat kehabisan tenaga. Di dalam kegelapan hutan itu, dengan napas terengah-engah dan langkah kaki yang terseok-seok, Beno terus menyisir sekelilingnya. Cowok itu berharap dapat menemukan sebuah tempat untuk berlindung, sekaligus beristirahat sejenak guna memulihkan tenaganya kembali. Bahkan akan lebih bagus lagi jika ia bisa menemukan jalan keluar dari tempat aneh ini tanpa harus tertangkap oleh Si Rambut Merah atau pasukannya. Tak jauh dari tempat ia berdiri saat ini, samar-samar Beno melihat pancaran redup berwarna kuning di kejauhan. Pancaran redup berwarna kuning itu seperti menyerupai seberkas sinar sebuah lampu. Beno lalu mendekatinya perlahan, sambil terus menjaga kewaspadaan jika sewaktu-waktu ada yang menangkap dan menyergapnya. Setelah merasa cukup dekat, Beno memicingkan mata untuk memperjelas penglihatan. Rupanya itu memang sinar dari lampu di sebuah gubuk reyot yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri saat ini. Gubuk reyot itu berbahan kayu yang tampak mulai lapuk dan ditumbuhi jamur di beberapa bagian dindingnya. Ada juga bekas gigitan rayap di sana-sini, terlebih pada bagian tiang berandanya. Beno bahkan sempat berpikir, apakah di tempat ini benar-benar ada rayap? Melihat sedari tadi makhluk-makhluk yang dijumpainya memiliki rupa aneh dan tak masuk akal. Jangan-jangan, rayap di tempat ini berukuran besar, atau bahkan rayap bertubuh ayam? Namun Beno segera menepis pikiran-pikiran tak logisnya. Ia hendak sejenak beristirahat dan melepaskan pikirannya dari hal-hal aneh yang dialami, serta bentuk-bentuk makhluk tak masuk akal yang ditemuinya hari ini. Beno menyeret kakinya yang sudah seperti tak bertulang menuju ke gubuk itu. Setelah sebelumnya ia sempat berkeliling sebentar, guna memastikan keadaan aman dari para pengejar dan makhluk aneh lainnya. Cowok itu kemudian membuka pintu gubuk reyot di depannya. Suara pintu berderit terdengar cukup memekakkan telinga saat ia membuka pintu gubuk itu. Gubuk reyot itu benar-benar berumur cukup tua, terlihat dari engselnya yang hampir terlepas dari daun pintu. Di dalam gubuk itu hanya terdapat sebuah kursi dan meja yang terbuat dari kayu berwarna cokelat kehitaman, serta sebuah dipan kayu tanpa kasur ataupun kain yang menutupinya. Juga sebuah bohlam lampu yang tergantung di atas meja, yang merupakan sumber cahaya kuning redup yang dilihat Beno dari jauh tadi. Tidak. Lampu itu tidak menggantung. Tapi lebih tepatnya melayang. “Wah! Tempat ini memang aneh. Bahkan lampu saja melayang. Dari mana dapat aliran listriknya, ya? Kabel saja tak ada,” pikir Beno sambil memperhatikan lampu itu dari dekat dengan saksama. Ia berniat memastikan bahwa posisinya memang benar-benar melayang, bukan menggantung. Di ujung kepala lampu itu tampak sebuah benda berwarna biru yang melekat. Benda itu berbentuk panjang dan sangat tipis, namun warna birunya yang berkilauan membuat siapa saja dapat melihat keberadaannya dengan jelas di antara sinar lampu. Beno lalu menyentuh benda itu. Ia juga sedikit menarik benda itu agar terlihat lebih jelas. “Apa ini? seperti sehelai rambut?" gumam Beno heran. Ia lalu menarik bulu itu dengan cepat—bermaksud melepaskannya dari kepala lampu—dan menelitinya dengan lebih dekat. Sebuah teriakan nyaring dan melengking membuat Beno menghentikan tindakannya seketika. “Aakhh!” Beno terdiam. Ia merasa tak asing dengan suara pekikan melengking itu. Perlahan sesosok makhluk mulai terlihat tepat di depan Beno, di tempat lampu tadi melayang. Sosok itu berwajah besar dengan bulu hitam dan bercampur biru. Matanya berwarna kuning menyala, mirip seperti warna lampu tadi, hanya saja lebih terang. Sosok itu adalah Si Gorilla bersayap biru yang hampir mencekik dan merobek kulit leher Beno dengan cakarnya siang tadi. Beno kemudian mengalihkan pandangannya ke tempat lampu berada. Ia terkejut saat melihat bahwa yang melayang tadi bukan sebuah lampu, melainkan sebuah sinar berbentuk bola yang bentuknya menyerupai lampu yang berasal dari tangan kanan makhluk itu. Beno lupa jika makhluk besar itu bisa menghilangkan diri dan menyembunyikan dirinya. “Bodohnya aku!” rutuk Beno karena merasa terjebak. Cowok itu sadar bahwa lampu yang dilihatnya hanyalah tipuan dari Si Gorilla untuk menarik perhatiannya dan masuk ke dalam perangkap. Dan gubuk reyot ini adalah perangkap yang dibuat oleh Si Gorilla untuk Beno. Mata gorilla itu melotot ke arah Beno, membuat sinar kuning di matanya semakin terang dan menyilaukan. Di wajahnya tersirat kekesalan yang tidak terkira. Beno sangat yakin, makhluk itu saat ini benar-benar membencinya, bahkan mungkin sangat ingin melenyapkannya. Perlahan Beno berjalan mundur. Sambil terus mengawasi gerak-gerik makhluk yang masih diam memelototinya, Beno mempersiapkan rencana melarikan diri lagi. Ia harus membuat perhitungan dengan cermat, jika ingin kabur dengan tenaganya yang sudah banyak berkurang. Biar bagaimanapun, makhluk di depannya saat ini bisa terbang dengan secepat kilat. Bahkan mungkin akan lebih berbahaya lagi, jika ternyata ada si gadis berambut merah atau makhluk lain yang mengejarnya di sekitar gubuk ini. Gorilla itu kemudian melangkahkan kakinya mendekati Beno. Dengan sigap pula Beno memutar tubuhnya, dan langsung melarikan diri, menjauh dari gubuk itu. Namun baru beberapa langkah berlari melewati pintu, Beno terpaksa menghentikan gerakannya. Seberkas sinar berwarna putih menyilaukan masuk ke dalam matanya. Sinar itu jelas berasal dari luar gubuk. Beno mengerjap-ngerjapkan matanya, berusaha untuk menyesuaikan sinar yang masuk ke sana. Detik berikutnya cowok itu terpaksa untuk menahan napas. Ia melihat sesosok manusia di balik cahaya itu, beserta beberapa orang yang berdiri di belakang sosok itu tak jauh dari tempatnya sekarang. “Mau lari ke mana lagi, Tuan Mata-Mata?” sebuah suara menyadarkan Beno bahwa hidupnya—bahkan mungkin nyawanya—saat ini sedang berada di ujung tanduk. Beno sangat mengenali suara yang berasal dari balik sinar putih menyilaukan itu. Suara yang beberapa jam lalu sempat diharapkannya sebagai sosok penyelamat hidupnya. Yang kemudian berubah menjadi suara orang yang sangat berbahaya dan bisa mengancam nyawanya hanya dengan satu perintah. Siapa lagi pemilik suara itu jika bukan si gadis berambut merah yang mengejarnya dari tadi. Gadis berambut merah itu menatap Beno sambil tersenyum miring—seolah mengejek Beno karena telah masuk ke dalam perangkapnya—kemudian memberi isyarat pada anak buahnya untuk mengepung Beno. “Kau sudah tertangkap. Silakan jelaskan alasanmu di hari pengadilan,” putus gadis berambut merah itu. Ia lalu berbalik meninggalkan Beno yang kini tak bisa berkutik karena sudah berada dalam kepungan anak buah si gadis berambut merah.  #####
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD