Chapter 3

1177 Words
Anka meminta Ariana menunggu di luar selesai meeting. Ia pun bersandar pada pintu kaca depan resepsionis sambil membuka grup chat, Ariana rindu teman-teman gesreknya ; Inne, Safira, David dan Gilang.   Genk Bang Me : I miss you gaessss David : Miss you too babe Inne : Arrrriaaaaaannaaaa, kangen kamuuh. Ayok ihh bobo bareng, jangan sama Greg mulu dong David : Sama gw kapan Ar? Enggak mau ngerasain goyangan maut gw? Gilang : Kenapa bu ketu? Pasti lagi bete Safira : Kapan ngumpul lagi kita? Me : @ David om keluarnya cepet sih @ Inne kamu enggak bisa di mainin sih Safira : Astagfirullah Ariana Me : hehe maapkeun bu ustadzah   Ariana cengar cengir sendiri, lupa kalau Safira paling anti denger banyolan m***m mereka. Aneh juga Safira, sudah tahu temen-temennya m***m masih saja mau berteman dengan mereka. Apalagi David dan Ariana yang penganut kehidupan bebas. Tapi Ariana kadang mengontrol mulutnya di depan Ibu Guru Safira yang cantik, anggun dan calon penghuni surga itu. Kalau bahas yang m***m-m***m cukup dengan David atau Inne saja, kadang-kadang dengan Gilang yang kalau lagi korslet ikutan gesrek otaknya. Ariana rindu mereka, sudah empat bulan ini tidak nongkrong bareng sejak pekerjaannya overload dan tentu saja sejak kedatangan iblis ganteng itu. "Kenapa mau sih ngerjain proyek receh mereka?" Anka sudah berdiri sambil berdecak kesal di sampingnya. "Pak Gito yang maksa, biar dapat banyak rekomendasi, Pak." Sahut Ariana sambil mengamati dengan seksama wajah ganteng Anka. "Ck! Bayar murah saja minta banyak." Anka berjalan mendahului Ariana, segera ia sejajarkan langkahnya dengan pria di depannya itu. Pemandangan bagian belakang tubuh Anka yang lezat menghibur mata nakal Ariana. Duh, kok punggungnya minta di senderin banget sih. Dewi batin Ariana memutar-mutar rambut dengan genit di atas ranjang cintanya. Ariana menggelengkan kepalanya pelan, sudah prinsipnya untuk tidak terlibat hubungan asmara dan fisik dengan rekan kantornya, apalagi ini bosnya. Anka mengambil alih kemudi. Ariana bingung untuk bicara apa, terlihat Anka kelihatan emosi karena klien yang baru saja mereka datangi rewel seperti abg simpanan om-om yang minta jatah bulanan. Padahal seperti yang Anka bilang tadi, mereka mendapat harga murah dari Pak Gito, dengan alasan Perusahaan mereka sedang melebarkan sayap pelan-pelan, karena selama beberapa tahun ini lebih sering bermain aman. Kali ini pak Gito berencana untuk keluar dari Comfort Zone dan meraih kesempatan untuk ekspansi pasar secara besar-besaran. Ariana berdehem pelan, membuat Anka melirik dengan pandangan bertanya "apa?" yang galak. "Pak Gito sakit apa, Pak?" Tanya Ariana hati-hati. "Usus buntu." Jawabnya pendek, Ariana bengong dengan bodoh. Bukan, bukan menyepelekan. Tapi terasa aneh bagi Ariana mengetahui bosnya sakit usus buntu hingga operasi ke Singapore dan announce untuk istirahat sementara dan minta digantikan anaknya yang super irit ngomong dan galak ini, ya walaupun eye catching abis sih, tambah Ariana dalam hati. "Ya semoga cepet sembuh Pak, dan bisa kembali ke kantor." Sebuah tawa sinis lolos dari bibir cium-able Anka. "Enggak mungkin, taktik ayah emang buat saya terseret ke Perusahaan." Ariana melemparkan pandangan ke luar jendela, urusan keluarga ini enggan di dengarnya. Selain privasi, Ariana tidak tertarik antara hubungan ayah dan anak ini. Mobil Anka memasuki Mall Kota Kasablanka, Ariana melirik dan melayangkan pertanyaan bingung, "kok kesini Pak?" "Saya lapar, makan di sini dulu." Jawabnya, sambil mengarahkan mobil ke parkiran basement dan mencari spot. "Tinggal aja laptopnya deh, berat-beratin." Ariana urung mengambil laptop, padahal sudah niat ingin memeriksa proposal tender yang baru dikirimkan Dena via email. Lihat dari hp kan bikin sakit mata. Anka melangkah cepat, meninggalkan Ariana yang harus berlari kecil mengikutinya. Laper banget apah, rutuk Ariana kesal. Anka berbelok masuk di restoran jepang. Duuh, batin Ariana. Dari kemarin makan makanan Jepang terus, dikit lagi jadi Miyabi nih gue. Anka duduk dengan santai. Jari-jari panjang yang indah itu menunjuk kursi di depannya untuk Ariana. Pria itu membuka smartphone dan tampak serius mengetik sesuatu disana, Ariana sudah selesai memesan makanan. Disodorkannya menu itu ke Anka, tanpa melirik menu Anka langsung memesan secepat kilat dan si pelayan keliatan kesulitan mengimbangi cara bicara Anka yang ekspres. Waitress dengan rambut kuncir kuda itu mengulangi pesanan mereka, Anka mengangguk. Ariana bosan dan ikutan membuka ponsel, ada pesan dari pria blasteran yang sedang dekat dengannya, Gregory Bolton. Greg : Lunch babe, maaf aku kembali minggu depan. Miss you so much Me : huhuhu, aku mau curhat padahal. Yaudah buruan balik, miss you too so so so so so siiis so nice. Greg : Hhmm iya nanti ya, malam video call ya? Me : klw enggak tepar ya, bos baru nyiksa abesss Greg : nanti lagi cerita ya. Bye Ariana memanyunkan bibir, padahal baru saja ingin lancarkan curhatan manjah, sudah ditinggal kerja lagi. "Sudah berapa lama kerja dengan ayah?" Tanya Anka tiba-tiba, membuat Ariana urung untuk merusuh di grup chat kantor. "Tahun ketiga sekarang." Ariana menjawab ramah. "Hmm." Sudah? Gitu doang? Ariana memandang tidak percaya pada Anka. Di saat cowok-cowok lain akan berusaha cari perhatian dengan pamer dan membual untuk dapat satu malam seranjang dan sekeringetan dengannya, pria irit ngomong di depannya hanya bertanya hal sepele seperti itu? Beneran gay ini orang, Ariana mendesis. Masa sama gue enggak doyan? Ariana melirik belahan bajunya. Pikiran m***m Ariana berbisik jahat, tarik Arrrr, biar dia melongo. Anka mengangkat wajah sembari menaikkan kacamata yang merosot, hendak berbicara sesuatu dengan Ariana. "Anka?" Suara manja seorang perempuan di belakang punggung Ariana membuat Anka mengalihkan pandangan. "Hei!" Jawab Anka, singkat! "Kirain masih di Singapore." Seorang perempuan mungil, yang kira-kira setinggi bahu Ariana, menghampiri meja mereka. Anka berdiri dan menyambut perempuan muda dengan dress ketat sepaha, tube top dan menampilkan pemandangan d**a yang ulala. Gadis itu langsung men-cipika-cipiki bos mudanya. Anka mengarahkan lengan ke Ariana. "Teman kerja, Ariana. Ini Vina, teman saya." Anka memperkenalkan mereka, Ariana menyalami Vina sambil menyebutkan nama. "Temen bobo..hihihi." Vina berbisik ringan di telinga Ariana dengan genit, mengundang kernyitan di dahinya. Bocor amat lu, dalam hati Ariana ngedumel. Anka mengajak Vina serta duduk dengan mereka. Dengan semangat Vina duduk di sebelah Anka, lengannya bersandar manja pada Anka. "Dari kapan pulang?" Vina bertanya manja. Ariana pura-pura sibuk dengan ponsel. "Tiga-empat bulan yang lewat." Jawabnya. Pesanan mereka datang, obrolan mereka pun terinterupsi. Ariana menawarkan Vina makan, yang dijawab gelengan dan bisikan kecil "Lagi diet" membuat bibir Ariana mencebik dengan seringai usil. Beruntung dirinya dianugerahi usus panjang, kata orang, yang membuat wanita bermata indah itu bisa makan sebanyak apapun tanpa takut gemuk. Ditambah kegiatan ekstrakurikulernya setiap malam dengan Greg, membuatnya banyak membakar kalori dan lemak jenuh dalam tubuh. Sebelum berpisah, mereka untuk kembali ke kantor dan Vina kembali ke sarangnya, dengan senyum genit manja Vina meminta alamat apartement yang ditempati Anka. "Masih tinggal di rumah ayah, mungkin Jumat baru pindah ke Apartement." Jawab Anka, tanpa ekspresi yang berarti. Sepasang mata dengan bulu mata palsu anti badai prahara rumah tangga milik Vina mengerjap genit, sambil meninggalkan kecupan di pipi Anka, ia pun pamit. Begitu Vina tak terlihat lagi, Ariana tertawa kecil, Anka meliriknya bingung. "Suka ngelonin anak kecil ya Pak?" Ledeknya. Dia tidak tahan untuk tidak menggoda Anka yang terlihat risih dengan teman seksinya tadi. "Kalau iya, kamu mau juga?" Anka membalas dengan santai dan melenggang tanpa beban, meninggalkan gadis cantik yang tengah memerah wajahnya. Ariana mendengus kesal, dasar bos kampret! •••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD