Part 6. Hampir Saja

1824 Words
"Cie... kenapa senyum-senyum terus sih sejak pulang kuliah? Ada apa? Gak mau cerita sama Mama? Nanti kalo ditanya Abi, Mama jadi gak bisa bantuin jawab, loh," ucap Mama Silvia saat menyusul anaknya yang sedang menonton TV di ruang keluarga. "Via hari ini berasa kayak dapet Jackpot, Ma. Jackpot ditambah bonus yang gedhe jugalah pokoknya. Meski Via sempet nangis juga tadi. Tapi gak papa, seperti peribahasa tuh. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian," ucap Silvia dengan santai sambil sesekali memakan camilannya. "Ih Mama jadi penasaran. Ada apa, sih?" tanya Mamanya terlihat penasaran, membuat akhirnya Silvia langsung berniat menceritakan semuanya karena ya, dia sendiri juga tidak pernah menyimpan rahasia apapun dari Mamanya itu selama ini. "Via mau cerita semuanya tapi Mama harus denger sampai akhir biar gak salah paham. Mama siap dengerin? Jangan dipotong-potong, okey?" ucap Silvia pada Mamanya terlihat serius. "Wah... kayaknya seru nih. Yaudah cepet ceritanya. Mama bakal dengerin sampe akhir," ucap Mamanya terlihat antusias dan tidak sabar, membuat Silvia tersenyum kecil sebelum akhirnya mulai menceritakan segalanya. Silvia menceritakan semuanya mulai dari pertemuannya kemarin dengan Alfian sampai jadian yang terjadi padi tadi saat dia menangis. Dan tentu saja tak lupa Silvia juga membahas kejadian semester lalu saat tidak sengaja berpapasan dengan Alfian kembali bertemu dan akhirnya bisa saling berkenalan hari ini. "Kok udah ketemunya dari semester lalu sama dia tapi baru cerita sama dia sekarang, sih? Gak seru ah. Mama ngambek," ucap Mamanya sambil terlihat memasang bersikap marah dan sedikit menjauh dari jangkauan Silvia di sana, membuat wanita cantik itu langsung memeluk Mamanya dengan erat. "Ya kan Via mau mastiin langsung tentang perasaan Via sama pria itu, Ma. Dan dia orangnya emang baik, sih. Kemarin dia pinjemin payung buat pulang, terus tadi pagi mau pinjemin sapu tangan buat Via lap air mata, terus hari ini, cara dia bicara tuh, suaranya kedengeran kayak nenangin hati. Meski waktu marah serem juga sih. Pas dia ngira Via tuh pura-pura gak kenal sama dia. Padahal Via emang gak kenal sama dia sebelumnya. Beneran," ucap Via mengatakan yang sejujurnya, membuat Mamanya tersenyum dalam pelukannya dan, "Iya-iya, Mama percaya Via udah bisa nentuin mana yang baik dan buruk. Mama tahu banget kalo Via tuh udah punya pegangan agama yang kuat jadi, Via gak akan pernah ngecewain Abi sama Mama dengan melakukan sesuatu yang dilarang Tuhan. Ya, semoga apapun rencana yang disiapkan Tuhan buat Via nanti, itu adalah yang terbaik ya, Nak," ucap Mamanya yang setiap berucap selalu mendoakan kebaikannya, membuat Silvia mengeratkan pelukannya. Mamanya yang tidak mau kalah juga membalas memeluknya lebih erat di sana. Ting "Eh itu suara oven Mama. Kuenya udah mateng, tuh. Bentar Mama liat," ucap Mamanya kemudian membuat Silvia melepaskan pelukannya dan, "Via ikut! Via mau icip dikiiiiit aja, ya," ucap Via membuat Mamanya tersenyum manis sekali sebelum akhirnya menjawab, "Yaudah ayok. Orang emang kuenya emang Mama bikin buat kamu, kok," ucap Mamanya membuat Via langsung merasa tidak percaya karenanya. "Beneran? Tumben banget. Makasih ya, Mamaku sayang," ucap Silvia merasa senang sambil terus mengekor di belakang Mamanya menuju dapur. Sementara itu ditempat lain... "Assalamualaikum... huh, capeknya," "Waalaikumsalam..., kenapa jam segini baru pulang kamu? Udah makan belum? Badannya bau, ih. Mandi dulu sana, baru nanti rebahan," ucap Mama Alfian terlihat mencoba membangunkan putranya yang terlihat berbaring lemah di sofa ruang tamu mungkin karena sudah terlalu letih. "Bentar, Ma. Capek banget. Mana 0embangunan rumah Alfi ada masalah tadi. Jadi habis seminar, Alfi harus ke sana dulu. Sampe belum makan, nih. Mama masak apa? Alfi mau makan dulu terus mandi ajalah. Laper banget," ucap Alfian membuat Mamanya menjadi tidak tega di sana dan, "Yaudah yuk makan dulu. Biarin tasnya di situ. Nanti Mama beresin. Mama baru aja angetin lauk tadi. Pas banget. Kamu kalo emang udah mau pulang telfon Mama dulu biar Mama siapin makanannya, Nak. Hari ini cuma kebetulan. Besok-besok wajib telepon Mama ya," ucap Mamanya kemudian mengajak putranya yang tadi sudah berdiri dengan sisa tenaganya itu, pergi menuju ruang makan. "Iya kalo ponsel Alfi gak mati. Kali mati karena kehabisan daya kayak hari ini ya gak bisa, Ma. Udah ah. Alfi laper. Wah... enak-enak nih. Tumben banget Mama masak banyak. Kita lagi ngerayain sesuatu?" tanya Alfian yang sudah mengambil nasi dan juga beberapa lauk yang sudah tersaji di meja makan sama dengan cepat seperti memang sedang kelaparan, membuat Mamanya menggeleng kecil. "Pelan-pelan makannya, Alfi. Kita gak ngerayain apa-apa kok. Cuma tadi kan Mama ada teman-teman yang dateng jadi, Mama masak sedikit banyak hari ini. Gimana? Enak nggak?" ucap Mamanya membuat Alfian hanya mengangguk cepat sebagai jawaban dan kembali melanjutkan makannya. Alfian terlihat makan dengan lahap dan tenang sampai saat makanannya tinggal tersisa sedikit, pria itu baru membuka suaranya lagi. "Mama tahu, nggak? Aku ketemu sama wanita yang kemarin kupinjemin payung di kampus tempat seminar hari ini. Dan yang Alfi gak nyangka tuh, ternyata dia kagum sama Alfi udah sejak lama," ucap Alfian mulai bercerita sedikit tentang apa yang terjadi hari ini pada Mamanya di sana. "Tunggu? Gimana-gimana? Dia kagum sama kamu? Loh... katanya dia kelihatan ngejauh mulu dari kamu sejak kemarin? Gimana, sih?" ucap Mamanya terlihat bingung membuat Alfian tertawa kecil karena ya, kebingungan Mamanya itu sama seperti kebingungan yang dialaminya saat sebelum akhirnya tahu segalanya. "Ceritanya panjang banget. Dan dia tuh tipe wanita idaman Mama banget. Dia wanita salihah. Bahkan tahu nama Alfian aja, dia takut. Dia wanita agamis banget pokoknya lah," ucap Alfian membuat Mamanya semakin terlihat penasaran dan menjadi ingin tahu keseluruhan ceritanya. "Harus cerita pokoknya. Mama gak mau tahu. Mama mau cerita fullnya. Sekarang juga," ucap Mamanya terlihat tidak sabar, membuat Alfian tersenyum kecil. "Bentar dulu. Alfi mau habisin ini terus mandi dulu. Biar capeknya ilang. Mama sanggup nunggu, 'kan? Bentar doang kok Alfi mandinya," ucap Alfian melakukan kesepakatan dengan Mamanya itu dan meski sebenarnya saat ini Mamanya itu merasa sangat penasaran, tapi tentu saja dia tidak mau memaksakan putranya yang lelah setelah seharian beraktivitas itu untuk menjelaskan sekarang juga. "Yaudah deh. Tapi jangan lama-lama. Lagian juga salah kamu sih. Kenapa ceritanya sekarang? Kenapa gak nanti aja pas udah selesai makan dan mandinya? Kan Mama jadi penasaran. Ah, nakal banget kamu, ya. Kalo gitu Mama mau lanjut nonton TV ajalah. Nanti susulin Mama ke ruang tengah buat cerita, ya. Jangan tidur, loh. Mau magrib ini," ucap Mamanya terlihat sedikit kesal, membuat Alfian tertawa kecil. "Iya-iya Mamaku sayang. Alfi juga cuma lupa makan, kok. Gak lupa shalatnya. Yaudah nanti kalo Alfi udah selesai, Alfi susulin ke sana," ucap Alfian kemudian terlihat membuat Mamanya mengangguk kecil dan kemudian pergi dari sana. Alfian tersenyum saat teringat kembali bagaimana cara Silvia tadi menjelaskan segalanya dengan cara yang baik untuk menyelesaikan kesalahpahaman diantara keduanya. Dan ya, baru kali ini Alfian mendengar seorang wanita menyukai suaranya terlebih dahulu alih-alih wajah dan tampangnya lebih dulu seperti yang sudah-sudah. 'Kuharap kali ini Tuhan tidak memeberikan isyarat yang sia-sia. Aku berharap sekali jika, kali ini, wanita salihah ini, memang ditakdirkan untuk bersama denganku di dalam kehidupan ini,' • • • • • "Ih... lucu ya. Jadi wanita itu namanya Silvia. Terus semester lalu, pas kamu juga isi seminar di kampus itu, dia gak sengaja denger suara kamu pas lagi iseng baca surat pendek dan setelah itu suara kamu membekas di ingatannya selama ini, sampai akhirnya Tuhan mempertemukan kalian lagi? Wow... romantis ya. Jalan ketemunya Tuhan yang kasih arahnya. Kayak udah takdir gitu. Mama mau dong dikenalin. Atau nggak sini Mama mau kenalan sendiri. Kamu ada nomor teleponnya, 'kan? Jangan bilang gak punya? Ah... Alfi selalu pasif kalo deketin cewek. Males Mama," ucap Mama Alfian kemudian terlihat duduk menjauh karena merasa kesal dengan bibir yang terlihat manyun tanda merajuk. "Ya, Alfi sendiri lupa tau, Ma. Lagian, dianya juga kayak kesel sama Alfi gara-gara Alfi main tuduh dia gitu aja. Nanti deh, kalo insyaallah Alfi ketemu dia lagi, Alfi bakal mintain nomornya buat Mama, deh. Ok?" ucap Alfian berusaha menghibur Mamanya itu dan, "Bener ya? Cewek salihah tuh gak boleh dilepas gitu aja, Nak. Kalopun nanti kalian emang ga jodoh, Mama masih mau temenan terus sama dia sampe selama-lamanya. Pasti seru kalo main bareng. Apalagi kalo Mama kenal Mamanya. Pokoknya harus dapet nomornya kalo ketemu lagi. Titik," ucap Mamanya terlihat bersikeras dan lebih bersemangat dari pada dirinya sendiri, membuat Alfian tersenyum dan menggeleng kecil. "Oh iya, Nak. Mumpung belum malem, Mama bisa minta tolong, nggak?" ucap Mamanya tiba-tiba membuat Alfian menaikkan alisnya merasa sedikit aneh. "Mama mau nyuruh Alfian apa jam segini? Mama gak lagi ngidam, 'kan? Alfian udah gedhe begini gak perlu adik loh, Ma. Nanti jadi_____" "Nakal kamu, ya. Dasar. Iniloh tadi ternyata totalannya kue Mama kurang, Nak. Bukannya kurang gitu, karena kamu sih buru-buruin tadi pagi jadi kurang 1 lembar 100 ribunya. Mama jadi gak enak sama Bu Ayu. Anterin uangnya ke sana sekarang dong. Mau, 'kan?" ucap Mamanya terdengar berharap penuh padanya, membuat Alfian tentu saja tidak bisa menolak. "Yaudah sini mana uangnya. Alfi sekalian mau mampir ke toko buat beli sesuatu nanti. Mama mau nitip sesuatu nggak?" ucap Alfian yang langsung membuat Mamanya tersenyum senang karena seperti biasa, putranya tidak pernah menolaknya. "Mama pengen Martabak coklat keju. Pasti enak banget dingin gini makan itu. Beliin ya, Nak. Ini uangnya. Nanti kalo______" "Alfi cuma tanya Mama nitip apa, bukan minta uang buat beli. Yaudah Alfi berangkat ya. Uang buat bayar kuenya juga biar pake uang Alfi aja. Maaf karena tadi pagi Alfi buru-buruin Mama, ya. Assalamualaikum..," ucap Alfian kemudian terlihat berdiri dari duduknya dan mengambil dompet juga kunci mobil yang selalu diletakkannya di laci di dekat tempat duduknya karena takut sewaktu-waktu dia memerlukan uang untuk membayar paket ataupun tiba-tiba ingin pergi keluar. "Ati-ati ya, Nak," ucap Mama Alfian saat mengantar putranya itu sampai ke depan rumah. Alfian kemudian terlihat masuk ke dalam mobilnya dan mulai melajukannya pergi meninggalkan kawasan rumah. Sebenarnya ke rumah ibu Ayu tempatnya mengambil pesanan kue tadi tidaklah jauh. Hanya saja, tempatnya harus masuk beberapa g**g desa, membuat Alfian merasa sedikit kesulitan karena jalannya sempit sekali dan hanya muat satu mobil. "Apapun tugas dari Mama harus dilakukan dengan ikhlas Alfian. Agar pahalanya pun diberikan Tuhan dengan ikhlas. Jangan selalu mengeluh seperti anak-anak begitu," ucap Alfian menasehati dan mengingatkan dirinya sendiri yang ya, terdengar lucu memang tapi, Alfi selalu melakukannya. Skip... "Assalamualaikum...," ucap Alfian sambil mengetuk pintu rumah tempat tujuannya itu, saat setelah beberapa menit yang lalu dia sampai di sana. "Kenapa sepi sekali ya? Tapi ini kampung, pasti jam segini memang sudah bersiap tidur semua. Coba kuketuk lagi," ucap Alfian sendiri kemudian kembali mengetuk pintu dan mengucap salam di sana. Sementara itu.... "Kok gak ada yang bukain pintu sih. Abi sama Mama keluar atau udah tidur ya? Coba kulihat siapa tamunya, deh," ucap Silvia terlihat bangun dari tempat duduknya dan terpaksa menjeda acara belajarnya di sana. Silvia dengan langkah pelan berjalan menuju pintu keluar dan kebetulan posisi kamarnya ada di ruang tengah, tak butuh lama untuknya mencapai pintu depan. "Suaranya tadi kok kayak cowok ya. Untung masih pake pashmina sih. Kira-kira siapa ya," ucap Silvia kemudian terlihat mulai meraih gagang pintu rumahnya itu dan membuka kunci pintu rumahnya dulu, sebelum akhirnya mulai menarik pintunya agar terbuka tapi, "Silvia...." Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD