Sinar mentari jelas membuat wanita cantik tersebut terusik, ia menghalang dengan tangannya seolah untuk cahaya mentari tidak mengusik tidurnya. Ia mengerjapkan matanya secara perlahan, dengan melihat atap. "Kaya bukan kamar gue? Bukan apartemen Anti juga, " batin wanita tersebut.
Ia langsung terduduk dan memperhatikan sekitar kamar tersebut tidak lupa ia juga melihat ke arah pakaiannya yang jelas sudah terganti. "Semalemkan gue di club sama Anti, kok bisa nyasar kesini. Rumah siapa ini? Pakaian gue? Jangan-jangan-" Erica menggelengkan kepalanya seolah harus tetap berfikir positif.
Dirga memasuki kamarnya dengan masih menggunakan pakaoan tidurnya, Erica yang melihat jelas di buat terkejut. "OM!" seru Erica.
"Sudah bangun kamu," ujar Dirga. Erica lalu menarik selimut seolah untuk menutupi dirinya, laki-laki tersebut yang melihatnya hanya mengerutkan kening heran.
Eric mencetus, "Kenapa gue bisa di sini? Terus ini rumah siapa?"
Dirga duduk di sofa yang berada di kamarnya dan menjawab, "Apa kamu enggak ingat semalam terjadi apa?" Erica yang mendengar jelas terdiam sejenak, ia memperhatikan Dirga dan kini beralih menatap tubuhnya yang menggunakan pakaian beda.
"LU JAHAT! LU UDAH NODAIN GUE DALAM KEADAAN MABUK! GUE ENGGAK NYANGKA LU SEJAHAT INI OM!!!" teriak Erica yang jelas membuat Dirga menatap kaget namun ia juga menutup kupingnya karena teriakan lantang wanita tersebut.
Dirga menghampiri wanita tersebut yang kini sudah menangis. "Jangan deket-deket sama gue!" seru Eric dengan tangisannya, laki-laki tersebut lantas menghentikan langkahnya.
"Tuan, ini baju nona Erica sudah saya bersihkan," ucap Bibi.
Dirga dan Erica langsung nenoleh ke arah sumber suara. "Baik Bi, terima kasih. Siapkan sarapan ya," ujar Dirga.
"Baik Tuan." Erica memandang Dirga dengan tatapan tidak bisa di artikan, Dirga memberikan baju yang telah di bersihkan kepada wanita tersebut.
Dirga berkata, "Mandi dan turun untuk sarapan." Ia lalu melangkah keluar dari kamarnya. Sedangkan Erica menatap dan mengambil baju yang ia pakai kemarin malam, wangi seperti habis di cuci.
Tanpa pikir panjang wanita tersebut beranjak dari kasur dan melangkah menuju kamar mandi yang tersedia di kamar tersebut, ia melihat kamar mandi tersebut luas dan elegan. "Bersih juga si Om," cetus Erica.
Dirga kini telah berada di ruang makan, ia menscroll handphonenya dan sesekali mengecek email pekerjaannya. "Sudah siap semua Tuan, apa bibi panggilin Non Ericanya?"
"Enggak usah Bi, sebentar lagi juga dia akan turun," jawab Dirga.
Bibi menyahut, "Kalau gitu bibi permisi dulu Tuan." Dirga hanya mengangguk seolah mengiyakan perkataan dari sang bibi.
Langkah kaki menuruni tangga dapat terdengar jelas di telinga Dirga, Erica yang menuruni tangga sedikit kikuk dengan keadaanya. "Om." Dirga yang mendnegar hanya menoleh sekilas ke arah Erica yang sudah ada di sampingnya.
"Duduk," balas Dirga. Wanita tersebut lalu duduk di kursi makan.
Erica menatap dengan perasaan penasaran. "Kenapa? Ada yang mau di tanyakan?" tanya Dirga to the point ketika melirik ke arah wanita tersebut yang seolah memperhatikannya.
"Enggak terjadi apa-apakan Om semalem?" tanya Erica dengan ragu.
Dirga tersenyum miring dan bertanya, "Loh bukannya kamu nuduh saya sudah m*****i kamu?"
"Jadi itu benar?!" Erica langsung seolah-olag memeluk dirinya sendiri dan menatap penuh kecewa ke arah laki-laki yang kini sedang melahap makanannya.
Dirga menghentikan aktifitas makannya, ia meletakkan sendoknya di atas piring yang membuat Erica menatap dengan sedikit gugup. "Emang di mata kamu saya selancang itu menyentuh yang bukan milik saya?" tanya Dirga.
"Bukannya semua laki-laki itu kaya gitu, walau bukan miliknya kalau dia suak pasti akan di sentuh," cetus Erica.
Dirga menghela nafasnya dan menjawab, "Jangan samakan saya sama laki-laki di luaran sana. Kalau saya mau, saya sudah melakukan itu dari dulu."
"Ya mungkin karena gue cantik, makanya lu tertarik buat nyentuh gue, atau sengaja biar gue enggak lari dari perjodohan ini," ucap Erica yang membuat Dirga kini seolah merasakan sesak di hatinya.
"Saya enggak suka pakai cara kotor." Laki-laki tersebut beranjak berdiri dari kursi makan yang membuat Erica hanya menatap bingung, apa mungkin ia sudah keterlaluan.
Dirga menghentikan langkahnya walau tidak menoleh ke arah wanita tersebut. "Dan satu lagi, kalau emang kamu berfikir begitu soal saya, akan saya batalkan perjodohan kita, dan kamu ceritakan sendiri kenapa bisa sampai di Club tersebut," jelas Dirga.
Wanita tersebut langsung menoleh ke arah laki-laki yang kini sudah jauh dari pandangannya. "Apa gue salah bicara ya?" tanya Erica sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
"Tapi kan kenyataan dia kaya gitu, kalau enggak mana mungkin kan baju gue ganti sendiri," gumam Erica.
Tak mau di ambil pusing Erica kini melahap makanan yang telah di sediakan. "Loh Tuan Dirga kemana?" Erica yang tadi fokus makan kini melihat ke arah wanita paruh baya tersebut.
"Nyari Dirga ya?"
"Iya Non."
"Tadi pergi tahu tuh kemana," cetus Erica.
Bibi jelas mengerutkan kening ia menatap piring Tuannya yang masih terisi penuh oleh makanan. "Tumben banget Tuan enggak mau makan," ujar Bibi.
Erica yang mendengar jelas melirik ke arah piring Dirga. "Bajunya harum kan Non?" tanya Bibi ketika melihat Erica sudah memakai bajunya.
"Eh, iya Bi. Emang kemarin baju saya kenapa?" tanya Erica.
"Semalem Non muntah, terus Tuan Dirga suruh bibi mengganti pakaian Non," jelas Bibi. Erica jelas di buat terkejut atas penjelasaan dari wanita paruh baya tersebut.
Erica bertanya, "Jadi, baju aku yang gantiin Bibi?"
"Iyalah Non, mana berani Tuan Dirga mengganti baju Non. Semalem saja bibi lihat Tuan Dirga tidur di sofa menjaga Non semaleman," ungakp Bibi.
Erica terdiam sejenak. "Ternyata gue salah paham, dia gak sepicik itu," gumam Erica yang membuat bibi hanya mengernyitkan dahi ketika melihat gerakan bibir wanita tersebut.
Wanita tersebut langsung beranjak pergi dari ruang makan tersebutvdan sedikit berlari yang membuat bibi kembali menatap heran. "Ada apa si? Apa saya salah ngomong tadi?" tanya Bibi sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Erica mencari keberadaan Dirga yang ternyata berada di taman belakang sedang memainkan benda pipihnya sambil sesekali menatap langit yang cerah. Wanita tersebut melangkah perlahan mendekati laki-laki tersebut.
"Om." Dirga menoleh lalu berdehem untu menyahutnya.
Erica kini duduk di samping Dirga, laki-laki tersebut jelas melihat melalui ekor matanya. Wanita tersebut menunduk sambil menggoyangkan kakinya seraya bermain drum. "Om, gue minta maaf."
Dirga menoleh dan bertanya "Untuk apa?"
"Sudah nuduh lu yang enggak-enggak, tadi bibi udah ceritain semua," jelas Erica.
"Bagus kalau kamu akhirnya tahu yang sebenarnya," balas Dirga dengan nada sedikit dingin yang membuat Erica terdiam, ia tak menyukai nada dingin seperti itu.
"Om marah?" tanya Erica.
"Enggak, buat apa saya marah." Erica hanya memanyunkan bibirnya, raut wajahnya maish menunduk ia tidak berani untuk melihat laki-laki di sampingnya.
Wanita tersebut beranjak berdiri membelakangi laki-laki tersebut dan berkata, "Kalau gitu gue pamit ya Om, sebelumnya terima kasih dan maaf." Dirga yang mendengar jelas tersenyum sangat tipis, Erica melangkah sedikit demi sedikit pergi dari hadapan laki-laki tersebut.
Namun, kini Erica menghentikan langkahnya. "Oh iya Om, jangan pede dulu ya. Jangan di batalin perjodohannya, gue enggak mau ngelihat orang tua gue kecewa dan satu lagi jangan bilang kalau gue ke Club apalagi sampai mabuk," jelas Erica. Dirga yang mendengar jelas kini tersenyum sambil menatap punggung wanita tersebut.
Erica lalu kembali melangkah untuk mengambil handphonenya, setelah itu ia melangkah keluar dari rumah tersebut. "Lah ini kan mobil gue?" tanya Erica ketika melihat mobilnya, ia merogoh saku yang berada di bajunya.
"Enggak ada?! Di mana ya? Enggak mungkin kan ini mobil jalan sendiri." Erica lalu berbalik badan dan tertubruk tubuh bidangnya Dirga yang membuat kening wanita tersebut sedikit nyeri.
Erica mencetus, "Awskksshh sakit Om! Lu enggak lihat-lihat si kalau jalan!"
"Kamu nyari ini kan?" tanya Dirga, Erica jelas mendongak ketika melihat kunci mobil berada di tangan laki-laki tersebut.
Erica bertanya, "Kok bisa sama lu? Terus ini mobil kenapa bisa di sini?" Ia jelas menatap heran.
Dirga tanpa rasa ragu menyentil dahi Erica yang membuatnya kembali meringis dan mengusap-ngusap pelan dahinya. "Sakit!"
"Makanya kalau enggak kuat minum, jangan sok minum." Erica yang mendengar jelas terdiam namun matanya menata kesal.
Erica lalu mengerutkan kening menatap penuh selidik ke arah Dirga yang kini menaikkan kedua alisnya. "Entar dulu, entar dulu, gimana lu tahu gue minum?" tanya Erica.
"Kamu muntah di baju saya!" seru Dirga.
Wanita tersebut jelas mengerutkan kening dan berkata, "Jadi secara enggak langsung lu juga ada di Club dong." Dirga mengangguk untuk menjawabnya, Erica jelas di buat melongo mendengarnya.
"Nah berarti lu juga minum kan?!" Erica menunjuk Dirga.
"Tapi saya enggak semabuk kamu," balas Dirga sambil menyetil kembali dahi Erica.
Erica menyela, "Jangan-jangan lu mau bungkus gadis belia ya Om?"
"Pikiran kamu tuh bersihin dulu! Emang mereka itu makanan harus saya bungkus," jawab Dirga dengan nada kesal.
"Iya iya bercanda Om, gitu aja kesalan lu. Udah tua juga," kata Erica sambil menyengir kuda saja.
Dirga hanya memutar bola matanya dengan jengah. Erica lalu mengambil kunci mobilnya di tangan Dirga. "Bye bye Om." Wanita tersebut lalu melangkah untuk menuju mobilnya, laki-laki tersebut jelas hanya menatap tak percaya namun setelahnya ia menyunggingkan senyum di wajahnya.
"Dasar anak nakal," gumam Dirga ketika menampilkan mobil wanita tersebut melaju menjauh dari halaman rumahnya.
Sedangkan di sisi lain, Erica melajukan mobilnya dengan kecepatan standar, tidak lupa ia menyetel lagu untuk menemani perjalanan pulang. Baru saja ingin mengikuti lirik lagu, dering teleponnya berbunyi.
"Anti?" Tanpa pikir panjang ia langsung mencari airpodsnya dan ia langsung mengangkat teleponnya.
"Halo Anti."
"Lu dimana? Keadaan lu baik-baik aja kan?"
"Gue otw ke apartemen lu nih, dikit lagi sampai."
"Yaudah." Erica lalu melepaskan airpodsnya ketika telepon sudah terputus.
Di sisi lain, Aji kini memasuki perkarangan rumah Dirga dan memarkirkan mobilnya. Ia menekan tombol bell beberapa kali hingga akhirnya pintu terbuka yang menampilkan wanita paruh baya yang sudah di kenal Aji. "Bibi.
"Tuan Aji." Laki-laki tersebut jelas menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum manis.
Aji bertanya, "Dirga mana Bi?"
"Sepertinya ada di rooftop," jawab Bibi. Aji langsung masuk begitu saja dan melangkah untuk menaiki anak tangga menuju rooftop tempat sahabatnya berada.
Aji tersenyum tipis ketika melihat Dirga yang menatap lurus pemandangan, ia berjalan sedikit mengendap untuk mengkagetkan sahabatnya. "Woi! Ngelamun aja lu," cetus Aji sambil memegang bahu Dirga.
Dirga jelas langsung menoleh dengan tatapan biasa saja, laki-laki tersebut langsung melangkah untuk duduk di sofa. "Ngapain lu pagi-pagi kesini?" tanya Dirga.
"Yaellah emang enggak boleh apa gue datengin sahabat gue," ujar Aji sambil menaikkan kedua alisnya yang membuat Drlirga bergedik ngeri.
Dirga membalas, "Lebay!"
"Gue mau ngebalikin mobil." Aji langsung memberikan kunci mobil milik sahabatnya tersebut.
"Lu pulang pakai apa nanti?" tanya Dirga.
Aji menjawab, "Cie perhatian sama gue."
Dirga jelas menoyor kepala sahabatnya tanpa ragu. "Pede lu kurangin dah!" seru Dirga.
"Eh gimana Erica?" Aji menaikkan kedua alisnya yang membuat Dirga mengerutkan keningnya.
"Enggak gimana-gimana, lu berharap apaan emang?!"
Aji bergumam, "Ya kali aja joss." Dirga yang jelas masih mendengarnya lalu menatap menyalang ke arahnya yang membuat Aji hanya menyengir kuda saja sambil menampilkan dua jarinya bertanda 'Peace'.
"Oh iya Ga, gue mau kasih tahu nih."
Dirga yang sedang menikmati cemilan cookies tersebut menoleh ke arah sahabatnya. "Kalau enggak penting banget mending lu simpan sendiri," cetus Dirga.
"Menurut gue si penting," balas Aji.
"Ya udah apaan?"
Aji menghela nafasnya dengan sedikit gusar seolah sedikit ragu untuk memberitahu sahabatnya. "Erica ternyata playgirl," cetus Aji.
Dirga yang mendengar tersenyum singkat lalu bertanya, "Terus?"
"Lu serius mau lanjutin?" tanya Aji.
"Kenapa enggak? Kalaupun dia nanti main-main sama pernikahan ini, gue enggak akan nyuruh dia untuk terus stay kok. Karena gue tahu dia bukan tipe cewek yang suka di atur-atur," jelas Dirga.
"Jangan-jangan lu udah jatuh cinta ya sama dia?" Dirga jelas menoleh ke arah sahabatnya ketika mendengar pertanyaan tersebut.
Laki-laki tersebut kini tersenyum yang membuat Aji mengernyitkan dahi bertanya-tanya. "Kalau gue jatuh cinta, enggak ada masalah kan sama dia?" tanya Dirga.
"Ya enggak si, tapi terserah lu lah. Gue sebagai sahabat doain yang terbaik aja nantinya, jangan terlalu cinta dan terlalu percaya, enggak semua sifat orang bisa di rubah apalagi soal memainkan hati," jelas Aji sambio menepuk bahu sahabatnya.
Dirga tersenyum. "Lagi pula Ji, dia yang enggak pernah menanyakan soal gaji gue, dia yang enggak kabur saat lihat penampilan seadaanya gue, jadi apa alasan gue nolak?" tanya Dirga.
Aji hanya mengangguk-ngangguk saja mendengarnya, percuma juga menjelaskan panjang lebar, kalau jatuh cinta sudah berkehendak susah.
Erica kini telah sampai di apartemen sahabatnya, ia langsung terduduk di sofa dan menyenderkan tubuhna di senderan sofa tersebut. "Lu semalem di bawa kemana sama Dirga?" tanya Rianti.
"Kerumahnya."
"Oh iya lu tahu apa yang terjadi kemarin malam pas gue mabuk?" tanya Erica penasaran, Rianti yang mendengar pertanyaannya sahabatnya hanya terdiam lalu senyam-senyum sendiri yang membuat Erica menoleh.
Erica kini terduduk tegap sambil menatap sahabatnya. "Lu kenapa? Salah minum obat ya?" tanya Erica sambil mengerutkan keningnya.
"Lu tahu enggak? Calon suami lu tuh keren banget, apalagi pas mukul cowok yang ganggu lu. Terus Dirga bilang 'Jangan berani-beraninya sentuh wanita saya' gila sweet banget calon lu." Erica yang mendengarnya jelas menatap melongo, rasanya tidak percaya ketika mendengar perkataan sahabatnya.
Erica menyela, "Lu enggak mabuk kan?"
"Eh maemunah! Jelas-jelas gue pesan non alkohol." Erica lalu mengangguk-ngangguk
"Jadi yang lu ceritain enggak halu?" Rianti jelas langsung menoleh dengan tatapan tajam ketika mendapat pertanyaan tersebut.
Rianti mencetus, "Otak lu tuh halu! Gue ceritain yang gue lihat dan gue dengar!"