***
"Lepaskan aku..! Dasar pria gila!" Melsa terus meronta-ronta ingin dilepaskan.
Aldy tidak menghiraukan lagi dengan semua sumpah serapa yang dilontarkan oleh Melsa, pria itu terus melangkah lebar. Saat di depan lobby, tiba-tiba seorang wanita hamil menegur mereka.
"Loh, Pak, kenapa ditarik-tarik pacarnya?" tanya wanita itu.
Aldy menghentikan langkah kaki begitupun dengan Melsa. Aldy menatap wanita hamil itu dan melirik sejenak pada Melsa. Selang beberapa detik kemudian, Aldy mulai membuka suara menjawab pertanyaan wanita tersebut.
"Dia bukan pacar saya , tapi dia adalah istri saya." jawab Aldy.
Deg!
Melsa membelalak kedua mata dengan mulut menganga lebar saat mendengar pernyataan laknat Aldy barusan.
"Oh istrinya? Ya ampun." wanita hamil itu terkejut seraya menutup mulut dengan sebelah tangannya dan menatap mereka bergantian.
"Yeah, barusan dia marah dengan saya sebab semalam dia tidak mendapatkan jatah ranjang. Jadi dia sedikit sensisan seperti wanita lagi datang bulan." timpal Aldy semakin terdengar menyebalkan di pendengaran Melsa.
Kini bukan hanya Melsa yang membelalak kedua mata namun juga wanita itu, menganga tak percaya saat mendengar pernyataan Aldy.
Aldy melirik pada Melsa yang sudah menampakan wajah piasnya, kemudian kembali membuka suara.
"Ayo, Baby. Selesai periksa kita langsung pulang dan aku akan memberikan jatahmu yang tertunda." ujar Aldy. Kemudian menatap pada wanita hamil itu yang semakin membelalak kedua mata. "Permisi." pamit Aldy pada wanita itu dan langsung dibalas dengan anggukan pelan.
Aldy kembali menarik lengan Melsa, lanjut melangkah masuk ke dalam rumah sakit itu. Namun saat beberapa langkah mereka meninggalkan lobby, tiba-tiba Aldy berbelok kearah kanan, melangkah menyusuri lorong yang sepi.
Sementara Melsa, wanita itu semakin menampakan raut wajah khawatirnya, takut jika pria ini akan melecehkannya. Namun anehnya, Melsa tidak berpikir sama sekali untuk berteriak meminta tolong dan semacamnya.
"Aakhh!" Melsa memekik karena terkejut saat Aldy menarik tubuhnya dan membiarkan bersandar pada dinding kemudian pria itu langsung mengungkung tubuhnya.
Aldy mengunci pergerakan Melsa seraya menatap tajam wajah pucat pasih itu, kemudian mulai membuka suaranya, "Ternyata kau melupakan satu hal, Nona."
Ditengah degup jantungnya yang berdetak semakin kencang, Melsa pun lantas mengerutkan kening, bingung. Aldy paham, pria itu kembali melanjutkan.
"Beberapa bulan yang lalu, aku pernah memperingatimu supaya kau bisa menjaga ucapanmu. Tapi sepertinya, kau tidak begitu peduli dengan semua peringatanku, hm?" Aldy menatap Melsa dengan kedua mata memicing.
"Apa yang kau maksud! Beberapa bulan yang lalu? Kapan? Aku saja tidak mengenal wajah jelekmu sama sekali!" ketus Melsa.
Aldy terkekeh, "Iya, kah? Jadi kau sudah melupakannya dan sekarang kau mengatai wajahku jelek? Seriously?" Aldy mengangkat sebelah alisnya.
Melsa diam. Wanita itu tak langsung menimpali. Melsa mengerutkan keningnya tipis, berusaha mengingat kapan dan dimana dia bertemu dengan pria ini, pikirnya.
"Beberapa bulan yang lalu, kau pernah mencaci maki seorang pria di depan lift Margatama Corporation. Lalu pria itu memperingati mu, jika kau kembali melakukan kesalahan yang sama, maka pria itu akan membuktikan peringatannya. Peringatan manis yang sangat menguntungkan." ujar Aldy. "Kau ingat?" lanjutnya bertanya.
Sesekali, kening Melsa tampak berlipat. Sepertinya wanita itu berusaha mati-matian supaya bisa mengingat kejadian yang dimaksud oleh Aldy.
[“Jika takdir kembali mempertemukan kita, sebaiknya jaga ucapanmu. Karena kalau tidak, aku akan benar-benar membuktikan ucapanku barusan. Melumat bibirmu yang seksi ini!”]
Deg
'Ya Tuhan, jadi dia?' batin Melsa membuka lebar-lebar pupil matanya saat berhasil mengingat siapa Aldy.
"Sudah mengintanya, huh?" lagi, Aldy kembali bertanya dengan nada sinis.
Glek!
Melsa mulai susah meneguk salivanya. Ia semakin takut sebab sejak tadi dia terus memaki-maki Aldy. Namun sejatinya, Melsa bukanlah wanita yang lemah apalagi pasrah dengan keadaannya. Melsa tetap memberanikan diri, dia tidak ingin menampakan rasa takutnya di depan Aldy.
"Minggir!" Melsa berusaha mendorong d**a bidang Aldy. Namun yang ada, tubuh pria itu tak bergerak sedikitpun.
"Aku bilang minggir! Aku tidak ada urusan denganmu dan berhenti menggangguku!" desis Melsa.
Aldy mengangkat sebelah alisnya kemudian membuka suara, "Tidak ada urusan? Oh iya?"
"Iya! Kau yang salah! Kau yang menabrakku sampai hampers ku penyok seperti itu. Saat pertama kali kita bertemu, juga itu adalah kesalahanmu. Aku tidak salah! Kau yang salah! Yang tidak hati-hati! Punya mata bijinya sebesar bola pimpong saja, kau masih tidak … hmmpphh…"
Melsa tidak dapat melanjutkan kalimatnya sebab Aldy langsung menarik tengkuknya. Aldy menempel dan menekan bibirnya diatas bibir Melsa kemudian mulai menyapu bibir kenyal itu dengan lidah basahnya.
Aldy mengulum bibir Melsa dan menghisap kuat. Melsa terkejut bukan main. Setelah beberapa detik Melsa berdiam diri, dia mulai berusaha mendorong d**a bidang Aldy dengan harapan tautan bibir mereka bisa terlepas.
Namun bukannya lepas, yang ada, Aldy semakin melumat bibirnya sehingga membuat Melsa meringis pelan. Merasakan bagaimana Aldy menghisap bibirnya lantas membuat Melsa meremang.
Setelah puas melumat bibir kenyal itu beberapa menit, akhirnya Aldy pun melepas kulumannya. Dia membawa sebelah tangannya kemudian mengusap pelan jejak salivanya yang tertinggal dibibir Melsa dengan ibu jarinya.
Wanita itu sibuk mengatur deru nafas memburu, begitupun dengan Aldy.
"Kau harus ingat satu hal. Aku bukan tipe pria yang suka bermain-main dengan ucapannya. Oleh sebab itu, mulai hari ini, detik ini, kau harus berhati-hati. Sebab kalau tidak, aku pasti akan melakukan hal yang sama. Atau mungkin saja hukuman selanjutnya bukan hanya sekedar lumatan bibir. Tapi hukuman lain. Yang lebih menantang dan menggairahkan. Kau mengerti, Baby?" tanya Aldy setelah kembali mengancam.
'Ya Tuhan, dia benar-benar gila. Aku tidak menyangka dia akan senekat ini.' gumam Melsa dalam hati.
Sementara Aldy, pria itu terus memperhatikan dan kembali membuka suaranya, "Sepertinya aku harus mengakui satu hal." Aldy terus mengusap sensual bibir kenyal itu dan kembali melanjutkan, "Sepertinya bagian ini sudah membuatku candu."
Melsa terdiam, perasaannya semakin tidak enak. Ia mulai was-was ketika menyadari jika saat ini dirinya sedang berada dalam bahaya.
Tak ingin berlama-lama berada dalam bahaya, Melsa kembali mencoba menempel kedua telapak tangannya didada bidang Aldy, lalu mendorong pelan.
"Minggir. Tidak usah mengancamku, sebab aku akan pastikan jika tidak akan ada pertemuan ketiga kali diantara kita. Aku tidak sudi!" desis Melsa.
Aldy menyingkir, membiarkan Melsa menjauh. Dia terus memperhatikan wanita itu yang mulai memungut hampers miliknya kemudian berlalu pergi meninggalkan Aldy disana.
Aldy menatap lekat punggung mungil itu seraya terkekeh pelan.
'Cukup menarik.' gumamnya dalam hati. "Ck, tidak. Tetapi bahkan sangat menarik.' lanjutnya mulai mengatur rencana liciknya untuk Melsa. Wanita yang selama beberapa bulan ini dia pantau dari jauh.
***