MASA LALU
"Ini semua karena kau! Dasar w************n!" seru seorang wanita paruh baya pada sang menantu yang sedang berdiri disisi ranjang perawatan sang suami. "Andai saja Arga tidak menikahi w************n yang menjijikkan seperti kamu. Tentu saja dia tidak akan seperti ini. Dan kamu harus bertanggung jawab untuk semuanya, paham!" Mama Lina menoyor kepala sang menantu, yang tidak pernah ia harapkan kehadirannya untuk menjadi pendamping sang putra, yang sedang tergeletak diatas ranjang perawatan dengan beberapa alat medis yang menempel di tubuhnya, akibat komplikasi dari beberapa penyakit yang dideritanya.
Celin, wanita cantik dengan tubuh yang begitu indah dan sudah berumur dua puluh tujuh tahun, tidak menanggapi ucapan dari mana Lina sang mertua. Dan lebih memilih menundukkan kepalanya, mendengar apa yang dikatakan olah Mama mertuanya, yang sama sekali tidak pernah mengakui jika ia adalah menantunya.
Mungkin karena dirinya adakah mantan wanita malam, dan sang suami terus membelanya saat mana Lina selalu merendahkan dirinya atas masa lalu yang sudah ia kubur dalam-dalam selama ini.
"Diam saja! Apa kamu tidak punya mulut hah! Dasar w************n yang menjijikkan!" seru mama Lina lagi, dan kini beralih mendorong bahu sang menantu, yang membuat tubuh Celin hampir saja kehilangan keseimbangan.
Dan kali ini membuat Celin menatap ibu mertuanya yang memiliki tubuh sedikit berisi. "Ma,"
"Jangan panggil aku mama. Aku bukan mamamu, mengerti! Dan sory, aku tidak punya menantu w************n dan menjijikkan seperti kamu!"
Sudah terbiasa Celin mendapat hinaan dan cemoohan dari mama Lina. Yang sudah hampir satu tahun lebih menyandang status sebagai mama mertuanya.
"Maaf," hanya itu tanggapan dari Celin, sambil menatap mama Lina. "Apa aku boleh meminjam uang untuk pengobatan Mas Arga?"
Mendengar pertanyaan dari Celin, membuat mama Lina langsung melotot kearahnya.
"Enak saja, kamu pikir aku bank!"
"Tapi Mas Arga anak Mama, aku mohon pinjamkan aku uang," mohon Celin yang tidak sama sekali memiliki uang tabungan yang sudah habis untuk pengobatan sang suami, setelah enam bulan lalu modar-mandir ke rumah sakit karena penyakit yang dideritanya, bersamaan dengan usaha sang suami yang tiba-tiba mengalami kebangkrutan.
"Jangan panggil aku mama, tidak sudi, aku dipanggil mama oleh w************n seperti kamu!" tegas mama Lina, tentu dengan tatapan tidak suka menatap pada Celin. "Dan iya, dia suami kamu, maka kamu yang harus bertanggung jawab untuk kesembuhan Arga. Mengerti!"
"Tapi Mas Arga putra anda,"
"Sebelum dia menikahi w************n seperti kamu!" Dan mama Lina pun langsung membalik tubuhnya untuk meninggalkan ruang perawatan sang putra.
Namun, langkah kakinya terhenti ketika Celin kini menghentikannya dengan cara memeluk kedua kakinya.
"Aku mohon, pinjamkan aku uang," pinta Celin, tidak tahu harus mencari uang untuk pengobatan sang suami ke mana, saat ia tidak memiliki anggota keluarga lagi, dan para tetangganya pun memiliki ekonomi yang juga sulit.
Hanya mama Lina harapan untuk Celin mendapatkan uang untuk pengobatan sang suami, karena mama mertuanya tersebut adalah seorang rentenir di kampung tempatnya Celin selama ini hidup, dan pasti mama Lina tidak kekurangan uang.
Namun, mama Lina tidak menggubris permohonan dari Celin, yang ada ia langsung mendorong tubuh Celin, dan membuatnya melepas pelukan kaki mama Lina.
Kemudian mama Lina keluar dari ruang perawatan kelas tiga di rumah sakit tersebut, dimana satu ruangan terdapat empat ranjang perawatan, dan kebetulan yang terisi hanya ranjang dimana sang putra berapa.
Celin segera menuju ranjang perawatan sang suami setelah kepergian mama Lina. Dengan tatapan terus pada wajah Arga sang suami.
Dimana, hanya Arga satu-satunya pria, yang bisa memanusiakan dirinya, dengan masa lalunya yang kelam.
Bukan hanya itu saja, karena Arga, Celin tidak lagi di cemoohan oleh warga di kampung tempatnya selama ini tinggal, setelah tahu jika dirinya adalah mantan wanita malam.
Dan Arga juga mencintai dan juga menyayangi Celin sepenuh hati, hingga rela bertengkar dengan keluarganya untuk menikahinya, sampai anggota keluarga Arga tidak lagi mengakuinya sebagai anggota keluarga.
Namun, tidak membuat Arga gentar. Yang ada, setelah menikahi Celin dan tidak dianggap oleh anggota keluarganya.
Usaha yang sudah lama ia tekuni, langsung bertambah pesat. Sampai akhirnya enam bulan lalu, usahanya tiba-tiba bangkrut, bersamaan dengan beberapa penyakit yang di deritanya.
"Mas," ucap Celin yang sudah duduk di pinggiran ranjang dimana sang suami berada dan tertidur, tak lupa mengenggang satu tangannya. "Aku yakin bisa mencari uang untuk kesembuhan Mas,"
Celin yang sedang duduk di bangku tunggu tepat di depan ruang perawatan sang suami, terus menggenggam erat ponsel disalah satu tangannya. Ia ragu untuk menghubungi sahabatnya, yang selama ini baik padanya, dan mau meminjamkan uang.
"Tidak, aku tidak bisa meminta bantuan lagi pada Tari," kata Celin menyebut nama sahabatnya, yang sangat baik.
Mengingat lagi beberapa kali Celin meminjam uang pada sahabatnya tersebut. Tapi sahabatnya tidak meminjamkannya, tapi memberinya dengan percuma, dan itu jumlahnya lebih dari yang ingin Celin pinjam.
Membuat Celin ragu untuk meminta bantuan pada sahabatnya tersebut, merasa tidak enak selalu di beri uang oleh sahabatnya yang bernama Tari yang sekarang tinggal di luar negeri.
"Ya Tuhan, aku harus bagaimana?" tanya Celin sambil memejamkan matanya.
Namun, saat ia sedang memejamkan matanya, tiba-tiba ia teringat pada masa lalunya. Dimana ia dengan mudah bisa mendapat uang dengan jumlah yang tidak sedikit dari pekerjaannya menjadi wanita malam.
Membuat Celin langsung membuka kedua bola matanya sambil menggelengkan kepalanya, untuk melupakan ingatannya tentang masa lalu, yang sudah ia kubur dalam-dalam.
Kemudian Celin beranjak dari duduknya, saat ada dokter yang menangani sang suami berjalan menuju kearahnya.
"Bu Celin," panggil dokter tersebut ketika sudah mendekatinya. "Ada yang ingin aku sampaikan pada Bu Celin,"
"Katakan saja Dok,"
"Maaf sebelumnya, pak Arga harus segera di pindah ke rumah sakit yang lebih besar. Mengingat lagi kondisi pak Arga yang semakin memburuk, dan di rumah sakit ini perlengkapan medisnya tidak memadai,"
"Kapan suami saya akan di pindah, Dok?"
"Secepatnya, kalau bisa hari ini juga,"
"Baiklah, Dok." hanya itu ucapan yang Celin lontarkan untuk menanggapi ucapan dari dokter tersebut. Karena ia ingin melihat sang suami kembali sembuh seperti sedia kala.
Setelah kepergian dokter dari ruang perawatan sang suami, yang masih tertidur. Mungkin karena efek obat yang selalu diminumnya.
Celin segera keluar dari ruangan tersebut, untuk pergi menuju tempat administrasi, ingin menanyakan berapa banyak biaya perawatan sang suami sebelum di rujuk ke rumah sakit besar.
Namun, ketika Celin mendengar berapa banyak uang yang harus ia bayar. Membuatnya langsung menjatuhkan bokongnya di kursi yang ada di tempat administrasi.
Lima belas juta untuk membayar biaya perawatan sang suami selama hampir dua minggu, dan itu uang yang sangat besar untuk Celin dimasa sulit seperti ini.
"Ke mana aku harus mencari uang sebanyak itu,"