Drrrrt ....
Ponsel Aruna bergetar.
Aruna yang baru selesai mencuci piring lun, segera meraih ponsel itu dan dia melihat sebuah pesan dari orang yang paling dia takuti.
"Ma-mama!" ucapnya dengan tangan gemetar, Aruna pun membuka pesan dari sang ibu mertua.
[Heh, perempuan mandul! Kapan kamu mau memberikan saya cucu! Sudah dua tahun kamu masih belum hamil juga!]
[Saya malu memiliki menantu yang tidak berguna seperti kamu! Sudah miskin, tidak bisa memberikan keturunan untuk anak saya! Lebih baik, kamu pergi saja dari kehidupan anak saya!]
[Send Foto]
[Dia wanita yang saya pilih untuk jadi menantu saya! Mau tidak mau, kamu harus menerimanya sebagai istri kedua anak saya! Kalau tidak terima, kamu cerai saja, karena itu jauh lebih baik daripada kehadiran kamu tidak berguna di kehidupan anak saya! Hanya benalu yang bisanya menghamburkan uang anak saya saja.]
Deg!
Seketika jantung Aruna berdetak sangat cepat, tatkala dia melihat potret seorang wanita yang umurnya tidak jauh dengannya dan wanita itu terlihat sangat familiar baginya.
"I-ini! Bukannya wanita yang mama bawa beberapa Minggu yang lalu? Bukannya dia hanya keponakan jauh yang dibawa dari kampung halaman, kenapa dia bisa jadi ...." tangan Aruna gemetar hebat dan hampir saja, ponsel yang ada ditangannya hampir saja jatuh.
Beruntung, dia segera meraih ponselnya kembali.
"Ke-kenapa bisa jadi calon istri mas Aryo? Ada apa ini? Kenapa bisa jadi seperti ini? A-aku tidak percaya! Tidak mungkin mas Aryo ...." Aruna terus menggelengkan kepalanya, dia tak percaya dengan foto yang dikirimkan oleh ibu mertuanya, sebuah foto saat sang suami sedang tidur bersama diatas tempat tidur tanpa memakai pakaian hanya sebuah selimut putih yang menutupi tubuh keduanya.
Membuat Aruna tak bisa lagi memiliki pikiran jernih tapi dia tidak percaya dengan ibu mertuanya, karena ini bukan pertama kalinya, dia membuat fitnah pada suaminya.
"Tidak! Aku tidak percaya dengan mama! Mama pasti sedang mengadu domba supaya aku meminta cerai sama mas Aryo! Aku ... Aku harus menanyakan semua ini padanya!"
Aruna pun segera mencari nomor sang suami, lalu secepatnya menekan tombol memanggil padanya.
Tuuuutttt'
Aruna menunggu Aryo menjawab panggilan telepon darinya dan cukup lama dia tak menjawabnya.
Sampai akhirnya.
"Halo, ada apa, Na?" jawabnya.
Aruna pun menarik nafas dalam-dalam, berusaha agar tetap tenang.
"Ma-mas! Maaf mengganggu waktunya, A-aku ... Aku ingin bertanya sesuatu sama kamu mas! Bo-bolehkan?" tanyanya dengan suara terbata-bata dan jantungnya berdegup kencang, takut Aryo marah padanya.
"Ya! Tapi jangan lama-lama! Mas masih ada pekerjaan yang harus mas selesaikan dan malam ini, mas tidak pulang ke rumah lagi! Mas mau pulang ke rumah mama," ucapnya dengan tegas.
Lagi? Aruna seperti mendapatkan hantaman besar pada dadanya, tapi dia tetap berusaha tetap tenang.
"Emmm ... Iya mas! Tapi kenapa mas tidak pulang ke rumah lagi? Sudah satu Minggu mas tidak pulang dan selalu pulang ke rumah mama? Ada apa di sana? Apakah karena ada sepupu mas itu yang membuat mas betah di sana?" ucap Aruna dengan air mata yang mulai jatuh.
Seketika, Aryotama langsung terkejut saat mendengar ucapan istrinya.
"Sial! Apa maksud dari ucapannya? Jangan bilang kalau dia sudah tahu kalau aku dan Dania memiliki hubungan dibelakang dia?" gumamnya.
"Mas!" Aruna kembali memanggil, membuat Aryotama tersentak.
"Apa maksud kamu bicara seperti itu? Jangan menuduh sembarangan seperti itu, Na! Mas tidak ada hubungan apapun dengan Dania, dia hanya ...." belum selesai Aryotama bicara, Aruna menyelanya.
"Hanya sepupu mas, ya kan? Tapi, mana ada sepupu yang sampai bisa tidur bersama tanpa memakai pakaian sama sekali, apa karena kalian terlalu dekat sampai ...." kini Aryotama gantian yang menyela.
"Cukup! Jangan ngelantur kamu! Sudah ah, mas sibuk! Jangan ganggu mas dulu! Kamu terlalu banyak menghalu, jadi pikiran kamu sudah kemana-mana! Benar kata mama, wanita mandul seperti kamu bisa jadi gila, daripada kamu mencurigai aku tanpa ada bukti, lebih baik kamu pikirkan bagaimana caranya kamu bisa memberikan aku anak dan cucu untuk mama aku!" bentak Aryotama, lalu mengakhiri panggilan itu secara sepihak.
"Mas! Aku punya buktinya! Mama kamu sendiri yang ...."
Tut' tut' tut'.
Panggilan itu berakhir begitu saja.
Aruna menatap layar ponselnya yang sudah berubah menjadi gelap.
"Mas! Kamu jahat sekali! Kamu sekarang sama jahatnya dengan mama kamu!" teriak Aruna, air matanya semakin deras karena hatinya benar-benar terasa sakit atas ucapan suami yang paling dia cintai itu.
"Hiks ... Hiks! Kenapa jadi seperti ini? Kenapa?!" Tubuh Aruna langsung runtuh, dia terduduk di lantai dan menangis sejadinya.
"Mana yang katanya mau setia? Mana yang mengatakan hanya aku satu-satunya wanita yang kamu cintai! Tapi nyatanya kamu mengkhianati aku mas! Kamu jahat... Kamu jahat mas!" Aruna terus berteriak, mengeluarkan semua rasa kesal di dalam hatinya.
Dia sungguh sangat kecewa pada suaminya dan paling utama, dia sangat membenci ibu mertuanya.
"Apa salahku, ya Tuhan! Apa karena aku berasal dari orang miskin, maka ibu mertuaku bisa menghinaku seenaknya dan memperlakukan aku tidak selayaknya menantu pada umumnya? Padahal selama dua tahun, aku sudah berusaha menjadi seperti yang dia inginkan tapi kenapa ... Kenapa dia tetap tidak menyukai aku! Dia hanya akan bersikap sok baik saat di depan mas Aryo, tapi saat mas Aryo tak ada, dia akan kembali ke sifat aslinya! Hiks ... Hiks ... Tuhan! Kenapa nasibku seperti ini, kenapa?!" Aruna terus menangis menumpahkan semuanya dalam kesunyian dan kesendirian dia, di rumah yang menjadi saksi cintanya bersama sang suami.
Hingga, waktu pun berlalu dan entah sudah berapa lama Aruna menangis, tubuhnya sudah lelah membuat Aruna pun tertidur di atas lantai dekat pintu dapur.
Tangannya memegang erat ponselnya tanpa dia lepaskan sama sekali.
Sampai.
Waktu pun berlalu sangat cepat.
Sore hari pun tiba.
Aruna yang masih memejamkan mata pun, terkejut saat merasakan ponselnya bergetar, membuat dia membuka matanya kembali.
"Ah! Ada pesan masuk!" Aruna melihat layar ponselnya dan ada pesan dari nomor yang tidak dikenal.
Secepatnya, Aruna pun membuka pesan itu dan matanya melotot karena terkejut.
[Malam ini, suami kamu akan menikah dengan Dania di rumah ibu mertua kamu.]
"Hah? Me-menikah! Mas Aryo mau menikah dengan Dania? Bukannya dia hanya mau menginap saja di rumah mama! Tidak mungkin dia mau menikahi Dania tanpa sepengetahuan aku kan?" ucap Aruna, tangannya kembali gemetar.
"A-aku harus apa sekarang? Aku tidak mungkin ... Aku tidak mungkin diam saja kan? Aku harus ...."
Pesan baru kembali masuk, pesan dari nomor yang sama dari sebelumnya.
[Datanglah, kamu istri sah nya! Jangan sampai mereka bahagia diatas penderitaan kamu.]
Aruna semakin gemetar.
"Aku harus datang! Tapi, apakah aku bisa kuat melihat semua itu?" ucapnya dengan air mata yang kembali berderai.
"Tapi aku harus melihatnya! Aku tidak mau mereka bahagia di atas penderitaanku! Aku tidak mau!" Aruna segera menghapus air matanya, hatinya yang sudah terlanjur sakit dan hancur atas pengkhianatan suaminya pun, langsung bangun dari posisi duduknya.
[Terima kasih sudah memberitahu. Tapi, siapa kamu? Kenapa kamu baik sekali memberitahu aku?]
Ting!
Pesan pun terkirim.
Aruna pun bergegas menuju kamarnya, dia mengganti pakaiannya dan bersiap untuk menghadiri acara pernikahan suaminya dengan istri keduanya yang tentunya dilakukan dibelakangnya.
Namun, pesan Aruna tak ada balasan lagi.
Karena yang mengirim pesan itu, hanya tersenyum menatap layar ponselnya dan setelah itu, dia melihat ke arah rumah ibu mertua Aruna yang saat ini sedang sibuk menyiapkan acara pernikahan yang dilakukan, tidak terlalu mewah dan cukup sederhana itu.
"Dasar pria bodoh! Diberi wanita sebaik Aruna masih tidak bersyukur! Karena kamu serakah, biarkan Aruna untuk aku saja!" ucap pria itu dengan senyuman iblisnya.
Dia pun segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.
Lalu, berjalan masuk menuju rumah itu dengan tatapan santai seolah dia tak melakukan apapun.