Tumbang Karena Pekerjaan

1914 Words
Semenjak magang, setiap hari Amel harus mengenakan high heels, dan itu cukup mengganggu saat awal-awal bekerja. Lama-kelamaan Amel sudah terbiasa hingga tidak menjadi masalah. Namun, semuanya berbeda jika banyak tamu yang datang, mereka akan tetap berdiri hingga tamu-tamu selesai dengan urusan pemesanan kamar, baru mereka bisa duduk lagi, seperti hari ini. Sejak pagi, banyak keluarga yang datang untuk menginap di resort. Amel dan Desi yang hari itu bertugas pagi cukup kewalahan menghadapi para tamu.  Menjelang jam dua, keadaan mulai sepi, dan bertepatan dengan pergantian tugas. Amel berjalan ke balik dinding ruang FO, di mana di sana ada tempat untuk staff FO beristirahat, sekaligus ruangan kecil yang digunakan Teguh sebagai manajer. “Ah …, enaknya bisa duduk,” desah Amel sambil meluruskan kakinya yang terasa pegal. “Cape?” tanya Hana yang baru datang untuk berganti jaga dengan Amel. “Iya Mbak. Dari pagi banyak tamu yang datang sampe nggak sempet duduk.” “Kamar penuh semua?” “Belum Mbak, masih ada yang kosong.” “Banyak nggak?” “Nggak juga, tapi yang suite tinggal dua kamar aja yang masih kosong.” “Wah, berarti rame juga.” “Iya Mbak, kan long weekend. Biasanya kan emang pada pergi jalan-jalan Mbak.” “Alamat nggak bisa istirahat deh,” gumam Hana. “Biarin atuh Han,” sahut Desi yang baru datang. “Makin rame kan berarti makin gede bonus yang kita dapet.” “Iya juga sih,” ujar Hana. “Mbak, aku balik dulu ya,” ujar Amel pada Desi dan Hana. “Aku ikut Mel,” sahut Desi yang tidak jadi duduk. “Eh Andien mana Han?” “Nggak tau, gua belum ketemu sama dia.” “Oh ya udah. Kalo gitu kita balik dulu.” Amel dan Desi berjalan bersisian menuju mess. Hari ini Mila tidak masuk karena libur, sedangkan besok giliran Amel mendapat libur. “Besok kamu libur kan Mel?” “Iya Mbak.” “Mau ke mana?” “Di kamar aja ah, pengen tidur, ngumpulin tenaga buat nyambut serbuan tamu.” “Dasar!” ujar Desi sambil menyodok pinggang Amel. “Kenapa nggak jalan-jalan aja?” “Bosen Mbak. Enak juga di kamar, nonton sambil tiduran, sambil ngemil juga.” Amel masuk ke dalam kamar, mengganti pakaian dan berbaring di tempat tidur kemudian menaikkan kaki ke tembok.  “Ah …, enaknya,” desah Amel sambil memejamkan mata. Amel berbaring seperti itu selama kurang lebih lima belas menit, setelah itu dia mulai merasa bosan sendirian di kamar. Amel memandang keluar dan melihat matahari sore yang terlihat begitu cantik. Amel menurunkan kaki dan berdiri. Dia berlari mengambil celana panjang di gantungan dan berjalan ke kamar mandi. Selesai berganti pakaian, Amel keluar dari kamar dan berjalan meninggalkan mess.  Amel menyusuri jalan menuju pantai yang letaknya sedikit jauh dari resort. Tiba di tempat yang diinginkan, Amel melepaskan sepatu yang dia kenakan, kemudian berjalan mendekati air. Dia berdiri di sana dan membiarkan air laut membasahi kakinya. Amel memandang jauh ke laut dan membiarkan pikirannya mengembara, memikirkan Jonathan yang semakin hari semakin menjauh. Amel bahkan tidak menyadari jika ponsel yang disimpan dalam tas bergetar.  Mas Teddy : mel, kamu di mana? Di ruangannya, Teddy menunggu balasan pesan Amel dengan sedikit gelisah karena di luar langit mulai mendung. Tadi Teddy sempat melihat Amel keluar dari resort, dan mengira jika gadis itu hanya keluar sebentar. Namun, setelah ditunggu hampir dua jam, Amel tidak kembali juga, dan hal itu mulai membuat Teddy khawatir.  Saat hujan mulai turun, Teddy berdiri dari kursi dan keluar dari ruangannya. Dia akan mencari Amel dan membawa pulang gadis itu. Teddy yang sudah mengenakan jas hujan berjalan menembus hujan deras sambil melihat-lihat sekeliling untuk mencari Amel.  Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, Teddy melihat seorang gadis berjalan ke arahnya. Setelah dilihat secara seksama, Teddy langsung berlari menghampiri gadis yang ternyata adalah Amel. Dia membuka payung di tangannya dan menudungi gadis itu. Baju dan celana yang dikenakan Amel sudah basah oleh hujan, dan gadis itu juga terlihat menggigil kedinginan. Tanpa banyak bicara, Teddy merangkul bahu Amel dan membimbing gadis itu kembali ke resort. Sepanjang perjalanan, Teddy berusaha menahan emosi dengan terus diam dan tidak bertanya sepatah katapun. Tiba di resort, Teddy membawa Amel ke mess dan langsung ke kamarnya yang terletak dua lantai dari tempat Amel. Teddy sengaja membuka pintu kamarnya lebar-lebar karena dia tidak ingin Amel menjadi bahan pembicaraan orang lain. Teddy membimbing Amel ke kursi dan mendudukkan gadis itu. Setelah itu dia mengambil ponsel dan menghubungi Mila. “Iya Pak?” tanya Mila. “Tolong ke kamar saya sebentar.” “Sekarang Pak?” “Iya!” Mila mengerutkan kening mendengar nada bicara atasannya yang terdengar sedikit gusar. Belum lagi permintaan Teddy yang sedikit di luar kebiasaan. “Tapi saya lagi sama Desi, Pak.” “Ya udah, ajak Desi sekalian di sini. Makin banyak orang, makin bagus.” “Baik Pak.” “Kenapa Mil?” tanya Desi yang sedang main ke kamar Mila. “Disuruh ke kamarnya Pak Teddy.” “Kamar?!” seru Desi. “Ho oh.” “Mau ngapain? Tumben amat?” “Mana gua tau! Ayo ah buruan ikut gua.” Desi mengikuti Mila dengan hati bertanya-tanya. Mereka menaiki tangga dan berjalan ke arah kamar Teddy yang terletak di lantai tiga. Saat mendekati kamar pria itu, Mila dan Desi melihat pintu kamar Teddy terbuka lebar, dan mempercepat langkah untuk melihat apa yang terjadi. “YA TUHAN, AMEL!” seru Mila saat melihat keadaan Amel. “Kamu kenapa?!” Mila bergegas masuk dan mengambil handuk dari tangan Teddy dan langsung mengeringkan rambut Amel. Melihat Mila sudah mengambil alih tugasnya, Teddy berjalan ke pantry dan membuat teh hangat untuk Amel. “Pak, baju Amel mana? Apa perlu saya ambilin?” tanya Mila. “Iya Mil, tolong kamu ambilin di kamarnya. Kartu kamar kayaknya di tas Amel,” sahut Teddy. “Biar gua aja yang ambil,” bisik Desi. “Mel, kunci kamar kamu mana?” “Di tas Mbak,” sahut Amel lirih. “Kamu kenapa bisa kehujanan Mel?” tanya Mila setelah Desi pergi.  “Bosen di kamar Mbak.” “Terus kenapa kamu kehujanan?” tanya Mila penasaran. “Iya Mel, kenapa kamu bisa kehujanan?” timpal Teddy yang datang sambil membawa gelas berisi teh hangat dan menyerahkannya pada gadis itu. “Amel juga nggak nyadar Mas, tau-tau udah hujan. Mau diem di tempat takut karena sepi dan gelap. Jadi akhirnya nekat jalan.” “Terus kalo ada yang jahatin kamu gimana?!” tegur Mila gusar. “Nggak kepikiran ke sana Mbak,” sahut Amel. “Nanti kalo sakit gimana?” ujar Mila yang masih kesal dengan kecerobohan Amel. “Nggak lah, masa gini aja sakit,” sahut Amel. “Ini bajunya Mel,” ujar Desi yang baru datang dan memberikan pakaian bersih pada gadis itu. “Sana cepetan ganti baju. Ini aku juga bawain kayu putih, dibalur ke badan kamu.” “Makasih Mbak, dan maaf udah ngerepotin.” Amel bangkit berdiri dan berjalan ke kamar mandi. Teddy menggelengkan kepala melihat Amel yang tampak seperti orang linglung. Akhir-akhir ini, gadis itu tampak murung dan kurang bersemangat dalam bekerja. Semua itu tidak luput dari pengamatan Teddy, akan tetapi dia tidak ingin mencampuri urusan Amel selama gadis itu tidak ingin bercerita. “Mil, Des, makasih ya udah bantuin saya,” ujar Teddy pada kedua anak buahnya. “Sama-sama Pak,” sahut Desi. “Asli saya pikir Amel tuh ada di kamarnya, karena tadi bilangnya mau istirahat. Kalo tau dia bakal begini, mestinya saya ajak dia ke kamar Mila.” “Iya,” timpal Mila. “Tapi itu anak emang lagi rada aneh sih belakangan ini, sering ngelamun nggak jelas. Kalo ditanya juga sering nggak nyambung.” “Kalian juga ngerasa?” tanya Teddy. “Ngerasa lah Pak. Kan Amel biasanya cerewet banget, tapi belakangan jadi suka diem. Untung kalo kerjaan dia nggak pernah salah,” sahut Mila. “Kalian nggak coba nanya ada apa?” tanya Teddy. “Udah Pak,” sahut Desi. “Tapi Amel selalu bilang nggak ada apa-apa.” “Sstt, anaknya dateng,” ujar Mila pelan. “Mas, Mbak, makasih banyak ya udah tolongin Amel,” ujar Amel saat tiba di tempat ketiga orang itu sedang mengobrol. “Amel balik ke kamar dulu.” *** Teddy : mel kamu di mana? Teddy : kamu udah sarapan belum? Teddy memandangi ponselnya sejak tadi. Pesan yang dia kirimkan untuk Amel belum dibaca oleh gadis itu. Bukan hanya itu saja, dia juga belum bertemu Amel sejak pagi. Biasanya jika sedang libur, gadis itu selalu terlihat di sekitar resort, entah sekedar berkunjung ke meja FO, atau duduk bersantai di dekat pantai. Teddy benar-benar khawatir memikirkan Amel, apalagi semalam, gadis itu makan hanya sedikit.  Teddy meninggalkan ruangan dan berjalan ke mess. Dia ingin melihat Amel dan memastikan jika gadis itu baik-baik saja. Tiba di mess, dia berjalan menyusuri deretan kamar hingga tiba di tempat Amel. Teddy mengetuk pintu dan menunggu. Karena tidak terdengar suara dari dalam, Teddy kembali mengetuk pintu dengan suara yang lebih keras. Teddy mengeluarkan ponsel dan mencoba menghubungi Amel, akan tetapi tidak dijawab.  Khawatir terjadi sesuatu pada Amel, Teddy menghubungi Mila dan meminta gadis itu mengambil kartu kamar cadangan di ruangannya. Sepuluh menit kemudian Mila datang dan menyerahkan kartu pada Teddy yang langsung membuka pintu kamar dan melihat Amel yang berbaring di tempat tidur. Dia dan Mila bergegas menghampiri tempat tidur untuk memeriksa keadaan Amel. “Badannya panas banget Pak,” ujar Mila setelah menyentuh kening Amel. Teddy mengembuskan napas kasar melihat kondisi Amel. Kekhawatirannya ternyata benar, gadis itu benar-benar tumbang.  “Tolong ambilin kotak obat di kamar saya Mil,” ujar Teddy sambil menyerahkan kartu kamar. “Baik Pak.” “Pintunya biarin dibuka,” ujar Teddy sebelum Mila keluar. Teddy duduk di tepi tempat tidur dan memandangi Amel dengan hati trenyuh. Dan semakin sedih saat mendengar gadis itu merintih pelan memanggil nama Jonathan. “Mas mesti gimana Mel?” gumam Teddy pelan yang tidak tega melihat keadaan adik angkatnya seperti ini. “Apa Mas mesti telepon Jonathan?” “Pak, ini kotak obatnya,” ujar Mila. “Tolong kamu ukur suhu Amel, dan temenin dia sebentar. Saya mau telepon dulu.” “Baik Pak.” Teddy keluar dari kamar dan mencoba menghubungi Jonathan. Pemuda itu sudah berpesan padanya jika terjadi sesuatu pada Amel untuk segera memberi kabar. Teddy menunggu sebentar sebelum panggilannya dijawab. “Jo.” “Iya Mas, ada apa?” “Amel sakit.” “Sakit apa Mas?” “Demam Jo, dan dari tadi ngigau panggil nama kamu.” “Udah dikasih obat Mas?” “Belum, saya juga baru tau. Dari pagi Amel nggak keluar kamar, ditelepon nggak diangkat, pesan juga nggak dibaca, makanya saya periksa ke kamar.” Jonathan terdiam mendengar penjelasan Teddy tentang Amel. Hatinya terasa nyeri mengetahui gadis itu sakit.  “Saya titip Amel Mas. Saya usahain pulang, tapi tolong jangan ngomong apa-apa sama dia.” “Oke.” Teddy menutup telepon dan kembali ke kamar Amel. Dia cukup bingung mendengar Jonathan akan datang ke sini, karena setahunya pemuda itu pun sedang menjalani masa magang dan sangat tidak memungkinkan untuk meninggalkan tugas.  “Berapa suhunya Mil?” tanya Teddy setelah tiba di kamar Amel. “40°C, Pak, dan dari tadi manggilin Jonathan terus.” “Coba bangunin Mil,” “Udah Pak,” sela Mila senewen dengan keadaan Amel. “Bapak mau ke mana?” tanya Mila melihat Teddy hendak keluar kamar lagi. “Mau minta dibawain makanan. Kamu tunggu sini dan tolong paksa Amel bangun.” “Baik Pak.”

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD